Rabu, 19 Januari 2011

MASYARAKAT DAN KESENIAN INDONESIA




Perkembangan Kebudayaan di Indonesia dalam Kaitannya dengan Kehidupan Sehari-hari




EUNIKE YOANITA
120710071

DEPARTEMEN
SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2008

A. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan ataupun disebut peradaban, mengandung pengertian luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
Kebudayaan = cultuur (Belanda) = culture (Inggris) = tsaqafah (Arab); berasal dari perkataan Latyn “colere” yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti inilah berkembang arti culture sebagai “segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan merobah alam”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudataan adalah hasil legiatan da penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat-istiadat; keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat, kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budhi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa. Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu artinya sama saja.
Sedangkan dalam bukunya yang berjudul “Primitive Culture”, E.B. Taylor merumuskan definisi kebudayaan secara sistematis dan ilmiah sebagai berikut : Kebudayaan adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat-istiadat serta lain-lain kenyataan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat. (Culture is that complex whole which includes knowledge, be life, arts, morals, law, custom and any other capabilities acquired by man as a member society).
Pada umumnya orang mengartikan kebudayaan  dengan kesenian, seperti seni tari, seni suara, seni lukis dan sebagainya. Dalam sundut pandang sosiologi, kebudayaan mempunyai arti yang lebih luas dari pada itu Kebudayaan meliputi semua hasil dari cipta, karsa, rasa, dan karya manusia baik yang materiil maupun non materiil (baik yang berupa kebendaan maupun yang berupa kerohanian).
Kebudayaan materiil adalah : hasil cipta, karsa yang berujud benda-benda atau barang-barang atau alat-alat pengolahan alam, seperti : gedung, pabrik-pabrik, jalan-jalan, rumah-rumah, alat-alat komunikasi, alat-alat hiburan, mesin-mesin dan sebagainya. Kebudayaan materiil ini sangat berkembang setelah lahir revolusi industri yang melahirkan aparat-aparat produksi raksasa.
Kebudayaan non-materiil adalah : hasil cipta, karsa yang berujud kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat, kesusilaan, ilmu pengetahuan, keyakinan, keagamaan dan sebagainya.
Menganalisis konsep kebudayaan perlu dilakukan dengan pendekatan dimensi wujud dan isi dari wujud kebudayaan. Menurut dimensi wujudnya, kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu:
  1. Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran  manusia: Wujud ini disebut system budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat, dan berpusat pada kepala-kepala manusia yang menganutnya. Disebutkan bahwa system budaya karena gagasan dan pikiran tersebut tidak merupakan kepingan-kepingan yang terlepas, melainkan saling berkaitan berdasarkan asas-asas yang erat hubungannya, sehingga menjadi system gagasan dan pikiran yang relative mantap dan kontinyu.
  2. Kompleks aktivitas, berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat kongkret, dapat diamati atau diobservasi. Wujud ini sering disebut system social. System social ini tidak dapat melepaskan diri dari system budaya. Apapun bentuknya, pola-pola aktivitas tesebut ditrntukan atau ditata oleh gagasan-gagasan, dan pikiran-pikiran yang ada didalam kepala manusia. Karena saling berinteraksi antara manusia, maka pola aktivitas dapat pula menimbulkan gagasan, konsep, dan pikiran baru serta tidak mustahil dapat diterima dan mendapat tempat dalam system budaya dari manusia yang berinteraksi tersebut.
  3. Wujud sebagai benda. Aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya, aktivitas karya manusia tersebut menghasilkan benda untuk berbagai keperluan hidupnya. Kebudayaan dalam bentuk fisik yang kongkret biasa juga disebut kebudayaan fisik, mulai dari benda yang diam sampai pada benda yang bergerak.
Didalam masyarakat, kebudayaan itu disatu pihak dipengaruhi oleh anggota masyarakat, tetapi dilain pihak anggota masyarakat itu dipengaruhi oleh kebudayaan. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat maka kebudayaan sangat mempengaruhi kehidupan manusia karena adanya hubungan timbale balik antara kebudayaan dan masyarakat. Misalnya : orang Eropa yang beriklim dingin terpaksa harus  membuat pakaian tebal. Jadi jelasnya “kebudayaan” adalah suatu hasil cipta daripada hidup bersama yang berlangsung berabad-abad. Kebudayaan adalah suatu hasil, dan hasil itu dengan sengaja atau tidak sesungguhnya ada dalam masyarakat. Dan pada pokoknya tiap-tiap manusia itu pasti mempunyai budaya, yaitu gejala-gejala jiwa yang dimiliki oleh manusia, dan yang membedakan manusia dengan binatang.
Dengan hasil budaya manusia, maka terjadilah pola kehidupan, dan pola kehidupan inilah yang menyebabkan hidup bersama, dan dengan pola kehidupan ini pula dapat mempengaruhi cara berfikir dan gerak social. Contoh : kehidupan umat Islam di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatra berlain-lain bentuknya, sebab pola kehidupan mereka juga lain, karena adanya pengaruh kebudayaan di daerah itu.

B. ASAL MULA DAN PERTUMBUHAN KEBUDAYAAN
        Cara yang paling baik untuk mengerti dan memahami kebudayaan adalah dengan cara mengetahui asal mula dan pertumbuhannya di alam semesta ini.
        Pada mulanya banyak pendapat mengatakan bahwa asal mula terbentuknya alam ini adalah dari gumpalan-gumpalan awan yang bergerak terus menerus, dan oleh karena perjalanan waktu maka gumpalan-gumpalan awan itu berpencar-pencar menjadi planet-planet. Selanjutnya benda-benda anorganik atau benda-benda mati tersebut oleh adanya pengaruh dari gas, perubahan temperature dan tekanan-tekanan diatasnya, berubah menjadi benda-benda organic atau yang disebut dengan benda-benda hidup, berupa tumbuh-tumbuhan, binatang dan terakhir adalah manusia.
        Manusia kemudian menyusun kebudayaannya dari abad kea bad, yang dinamakan benda-benda super-organik, yaitu yang meliputi daerah penyelidikan sosiologi, antropologi, ekonomi, politik dan psychology. Manusia selaku makhluk yang tertinggi mempunyai 2 macam kemampuan, yaitu menerima warisan dari tingkah laku orangtuanya dan kemampuan belajar (innate and learning).
        Yang termasuk innate misalnya: menyusu, makan, berjalan, memejamkan mata dan sebagainya. Sedang yang termasuk learning misalnya: menggunakan bahasa, berpakaian, menggunakan kendaraan dan sebagainya. Tingkah laku yang melalui proses learning inilah yang dipindahkan manusia dari generasi kegenerasi berikutnya secara terus menerus, dan inilah kebudayaan manusia.
        Kebudayaan yang ada sekarang ini merupakan hasil kumpulan dari beribu-ribu tahun yang lampau sampai sekarang. Kedua jenis kebudayaan, baik kebudayaan materiil maupun non materiil diatur dan dipelihara menurut kepuasan manusia dan disesuaikan dengan kebutuhannya yang lama-kelamaan semakin teratur sehingga merupakan social institution yang merupakan inti dari pada kebudayaan.
       
C. PERUBAHAN KEBUDAYAAN DAN PENYESUAIAN DIRI ANTARBUDAYA
        Dimanapun tempatnya masyarakat dan kebudayaan selalu dalam keadaan berubah, meskipun masyarakat dan kebudayaan primitive yang terisolasi jauh dari berbagai perhubungan dengan masyarakat yang lainnya. Terjadinya perubahan ini disebabkan oleh beberapa hal:
  1. Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, misalnya perubahan jumlah dan komposisi penduduk.
  2. Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk berubah secara lebih cepat.
Perubahan ini terjadi, selain karena jumlah penduduk dan komposisinya, juga karena adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya tekhnologi dan inovasi.
        Perubahan social dan perubahan kebudayaan itu berbeda. Dalam perubahan social terjadi pergeseran struktur social dan pola-pola hubungan social, antara lain system status, hubungan-hubungan di dalam keluarga, system politik dan kekuasaan, serta persebaran penduduk. Sedangkan yang dimaksud dengan perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam system ide yang dimiliki bersama oleh para warga atau sejumlah warga masyarakat yang bersangkutan, anatara lain aturan-aturan, norma-norma yang digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan, juga tekhnologi, selera, rasa keindahan(kesenian), dan bahasa. Walaupun perubahan social dan perubahan kebudayaan itu berbeda, namun keduanya sangat berkaitan.
          Salah satu bentuk perubahan social yang terwujud didalam masyarakat dengan kebudayaan primitive maupun dengan kebudayaan yang kompleks(maju) adalah proses imitasi, yang dilakukan oleh generasi muda terhadap generasi tua. Prosesnya dilakukan dengan cara belajar meniru yang belum tentu sempurna, bahkan tak sempurna, dari berbagai pola tindakan generasi orangtua sehingga hasilnya berjalan lambat dan perubahannya baru terasa apabila sudah mencapai jangka waktu yang panjang.

D. PERISTIWA-PERISTIWA PERUBAHAN KEBUDAYAAN
          Perubahan kebudayaan tidak berubah begitu saja namun ditandai oleh peritiwa-peristiwa atau tahapan yang secara tidak langsung merupakan proses daripada perubahan kebudayaan itu. Peristiwa-peristiwa itu antara lain:

Cultural lag
          Cultural lag adalah perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam kebudayaan suatu masyarakat. Artinya ketinggalan kebudayaan, yaitu selang waktu antara saat benda itu diperkenalkan pertama kali dan saat benda itu diterima secara umum sampai masyarakat dapat menyesuaikan diri terhadap benda tersebut. Juga suatu lag terjadi apabila irama perubahan dua unsur perubahan (mungkin lebih) memiliki korelasi yang tak sebanding sehingga unsur yang satu tertinggal oleh unsur yang lainnya.

Cultural survival
          Istilah ini ada sangkut pautnya dengan cultural lag karena mengandung pengertian adanya suatu cara tradisional yang tak mengalami perubahan sejak dahulu sampai sekarang. Cultural survival adalah suatu konsep yang lain, dalam arti bahwa konsep ini dipakai untuk menggambarkan suatu praktek yang yang telah kehilangan fungsi pentingnya seratus persen, yang telah hidup dan berlaku semata-mata hanya di atas landasan adat-istiadat semata-mata. Jadi, pengertian lag dapat dipergunakan paling sedikit dalam dua arti, yaitu:
1.     Suatu jangka waktu antara terjadinya penemuan baru dan diterimanya penemuan baru tadi.
2.     Adanya perubahan dalam pikiran manusia dari alam pikiran tradisional kedalam pikiran modern.
Terjadinya cultural lag ialah karena adanya hasil ciptaan baru yang membutuhkan aturan-aturan serta pengertian yang baru yang berlawanan dengan hukum-hukum serta cara-cara bertindak yang lama, tetapi adapula kelompok yang memiliki sifat keterbukaan, malahan mengharapkan timbulnya perubahan dan menerimanya dengan mudah tanpa mengalami cultural lag.

Pertentangan kebudayaan (cultural conflict)
          Pertentangan kebudayaan ini muncul sebagai akibat relatifnya kebudayaan. Hal ini terjadi karena konflik langsung antarkebudayaan. Faktor-faktor yang menimbulkan konflik kebudayaan adalah keyakinan-keyakinan yang berbeda sehubungan dengan berbagai masalah aktivitas berbudaya. Konflik ini dapat terjadi di antara anggota-anggota kebudayaan yang satu dengan anggota-anggota kebudayaan yang lain.

Guncangan kebudayaan (culture shock)
          Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Kalervo Oberg (1958) untuk menyatakan apa yang disebutnya sebagai suatu penyakit jabatan dari orang-orang yang tiba-tiba dipindahkan kedalam suatu kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan sendiri, semacam penyakit mental yang tak disadari oleh korbannya. Hal ini akibat kecemasan karena orang itu kehilangan atau tak melihat lagi semua tanda dan lambing pergaulan social yang sudah dikenalnya dengan baik.


Empat tahap yang membentuk siklus culture shock:
1.        Tahap inkubasi; kadang-kadang disebut tahap bulan madu, sebagai suatu pengalaman baru yang menarik.
2.        Tahap krisis; ditandai dengan suatu perasaan dendam, pada saat inilah terjadi korban culture shock.
3.        Tahap kesembuhan; korban mampu melampaui tahap kedua, hidup dengan damai.
4.        Tahap penyesuain diri; sekarang orang tersebut sudah membanggakan sesuatu yang dilihat dan dirasakannya dalam kondisi yang baru itu; rasa cemas dalam dirinya sudah berlalu.

E. HUBUNGAN ANTARA MANUSIA―MASYARAKAT―KEBUDAYAAN
1.                     Hubungan manusia dengan masyarakat
Manusia hidupnya selalu didalam masyarakat. Hal ini bukan hanya sekedar ketentuan belaka, melainkan memilki arti yang lebih dalam, yaitu bahwa hidup bermasyarakat itu adalah rukun bagi manusia, agar benar-benar dapat mencapai taraf hidup kemanusiaan. Tegasnya dapat mengembangakan budayanya dan mencapai kebudayaannya. Tanpa masyarakat hidup manusia tidak dapat menunjukkan sifat-sifat kemanusiaan. Misalnya: Kala dan Kamala, 2 orang anak perempuan yang ditemukan dalam sarang serigala di India, belum pernah hidup bermasyarakat dan seterlah dibawa dalam kehidupan masyarakat, ia tidak dapat berjalan dan berbahasa.



2.                     Hubungan manusia dengan kebudayaan
Dari sudut antropologi, manusia dapat ditinjau dari 2 segi, yaitu:
·      Manusia sebagai makhluk biologi
·      Manusia sebagai makhluk sosio-budaya
Sebagai makhluk biologi, manusia dipelajari dalam ilmu biologi atau anatomi; dan sebagai makhluk sosio-budaya manusia dipelajari dalam antropologi budaya. Antropologi budaya menyelidiki seluruh cara manusia, bagaimana manusia dengan akal budinya dan struktur fisiknya dapat merubah lingkungan berdasar pengalamannya. Juga memahami, menuliskan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat manusia.
          Akhirnya terdapat suatu konsepsi tentang kebudayaan manusia yang menganalisa masalah-masalah hidup social-kebudayaan manusia. Konsepsi tersebut ternyata memberi kita gambaran bahwasannya hanya manusialah yang mampu berkebudayaan. Sedang pada hewan tidak memiliki kemampuan tersebut. Mengapa hanya manusia saja yang dapat memiliki kebudayaan? Karena manusia dapat belajar dan dapat memahami bahasa, yang kesemuanya bersumber pada akal manusia,
          Kesimpulannya : bahwa hanya manusialah yang dapat menghasilkan kebudayaan. Dan sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa ada manusia.

3.                     Hubungan masyarakat dengan kebudayaan
          Masyarakat adalah kumpulan manusia yang hidup dalam suatu daerah tertentu, yang telah cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan yang mengatur mereka, untuk menuju kepada tujuan yang sama.
          Dalam masyarakat tersebut manusia selalu memperoleh kecakapan, pengetahuan-pengetahuan baru, sehingga penimbunan itu dalam keadaan yang sehat dan selalu bertambah banyak isinya. Kebudayaan itu bersifar cumulative, bertimbun.
          Dapat diibaratkan, manusia adalah sumber kebudayaan dan masyarakat adalah suatu danau besar, dimana air dari sumber-sumber itu mengalir dan tertampung. Lalu manusia mengambil air dari danau itu maka dapat dikatakan manusia mengambil air memikul air, sehingga tidaklah habis air dalam danau itu namun bertambah banyak karena selalu ditambah oleh orang yang mengambil air itu.
          Jadi hubungan antara masyarkat dan kebudayaan itu sangatlah erat. Kebudayaan tak mungkin timbul tanpa adanya masyarakat, dan existensi masyarakat itu hanya dapat dimungkinkan oleh adanya kebudayaan.

4.                     Hubungan Manusia―Masyarakat―Kebudayaan
Dengan melihat uraian diatas dapat disimpulkan bahwa manusia, masyarakat dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam artian utuh. Karena kepada tiga unsur itulah makhluk social berlangsung.
Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat, yaitu hidup bersama-sama dengan manusia lain dan saling memandang sebagai penanggung kewajiban dan hak. Sebaliknya demikian bahwa manusiapun tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, karena seorang manusiayang tidak pernah mengalami hidup bermasyarakat, tidak dapat menunaikan bakat-bakat kemanusiannya yaitu mencapai kebudayaan. Dengan kata lain dimana orang hidup bermasyarakat, pasti akan timbul kebudayaan.
Dengan adanya kebudayaan di dalam masyarakat itu adalah sebagai bantuan yang besar sekali pada individu-individu, baik dari sejak permulaan adanya masyarakat sampai kini, didalam melatih dirinya memperoleh dunia yang baru.
Setiap kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah didalam bertindak dan berfikir, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman yang mendasar. Karena itulah kebudayaan itu tak dapat dilepaskan dari individu dan masyarakat.

F.    PERKEMBANGAN BUDAYA DI INDONESIA
          Setelah membaca ulasan-ulasan diatas kita tahu bahwa kebudayaan sudah ada sejak manusia diciptakan karena dari manusia-manusia yang bertambah banyak itu berkumpul menjadi suatu masyarakat dimana segala ide, pikiran, dan gagasan dituangkan yang pada akhirnya menjadi suatu tradsisi atau yang dinamakan dengan kebudayaan.
          Seiring berjalannya waktu kebudayaan tidak hanya pada ruang lingkup itu saja. Generasi-generasi baru bermunculan dan membawa suasana baru dalam setiab budaya yang lama maka dengan seiringnya waktu budaya itu selalu berubah-ubah dan berkembang bersamaan dengan munculnya para generasi baru.
          Namun perubahan dan perkembangan budaya itu tidak jarang menimbulkan protes dikalangan masyarakat yang menganggap bahwa perubahan itu mengurangi nilai kesusilaan dalam perkembangannya. Tetapi pada akhirnya perubahan itu dapat diterima dikhalayak ramai seiring dengan pandangan dan pemikiran untuk mengikuti perkembangan jaman.
          Di Indonesia yang notabene menjunjung tinggi budaya timur yang sangat kental kerap kali diwarnai ketegangan disetiap awal munculnya sebuah perubahan. Kadangkala perubahan-perubahan itu merupakan serapan dari budaya-budaya barat yang liberal dan bertentangan dengan budaya Indonesia.
Seperti budaya berpakaian, bertutur kata, tingkah laku, dll. Beberapa masa lalu budaya berpakaian di Indonesia khususnya kaum wanita menggunakan kebaya panjang dan jarit atau menggunakan pakaian yang tertutup dan tidak mengumbar aurat.  Namun adanya globalisasi para kaum wanita sedikit banyak mulai meninggalkan budaya lama itu dan mencoba hal-hal yang baru dimana banyak sekali menggunakan pakaian-pakaian yang serba terbuka seakan ingin memperlihatkan keindahan tubuh wanita seperti bahu, dada, pusar bahkan paha.
          Dalam sejarah bangsa Indonesia hal itu sangat bertentangan namun toh pada akhirnya mereka menerima dan berkembang di banyak tempat di Indonesia. Juga dalam hal bertutur kata dan bertingkah laku, seorang anak yang harusnya bertutur sopan dan patuh pada orangtua sekarang ini sudah jarang ditemukan. Dari cara mereka berbicara dan bertingkah laku terhadap orangtua seolah-olah orangtua bukan lagi yang harus dihormati tapi seperti seorang teman sebaya saja.
          Tidak hanya dalam segi adapt-istiadat saja. Budaya sering pula diidentikkan dengan kesenian. Dewasa ini banyak sekali muncul aliran-aliran musik keras dan kasar, sinetron-sinetron di televisi yang kurang mendidik namun malah membuat penonton meniru hal-hal yang tidak pantas dilakukan. Munculnya pertokoan-pertokoan besar, tekhnologi yang semakin modern, alat transportasi dan komunikasi  yang semakin cepat, media informasi yang makin canggih. Hal itu telah menggantikan tradisi-tradisi lama yang dianggap kurang efisien.
          Masyarakat lebih memilih kehidupan yang serba instant, tidak membutuhkan banyak tenaga namun mendapat manfaat yang besar. Semua perubahan itu selain mengadaptasi dari Negara-negara maju juga timbul karena adanya keinginan seseorang atau kelompok untuk menikmati hidup dengan lebih baik dan mudah.
          Lambat laun hal itu akan berkembang akan adanya kesulitan hidup yang pada akhirnya memiliki peluang besar untuk menutup pemahaman mereka akan pentingnya nilai-nilai kesopanan, kesusilaan dan tidak menutup kemungkinan menjadi masyarakat yang atheis, cuek, egois dan mendewakan kemajuan tekhnologi.
























KESIMPULAN

Di dalam proses perubahan dan pertumbuhan kebudayaan itu ternyata berjalan secara akumulatif, yaitu terus-menerus, makin lama makin bertambah jumlahnya/bertimbun, sekalipun adapula yang hilang.
Hilangnya unsur-unsur lama digantikan oleh unsur-unsur yang baru baik kualitatif maupun kuantitatif, terutama kebudayaan materiil. Sedangkan dalam lapangan kebudayaan non-materiil, orang dapat berselisih paham tentang kualitatif itu. Tetapi didalam bidang non-materiil orang dapat menilai sangat berbeda tehadap diketemukannya sistim komunisme, lagu-lagu kesenian barat, cara-cara pergaulan dan lain-lain.
Sekarang kembali pada diri kita sendiri bagaiman kita dalam menghadapi perubahn kebudayaan yang tejadi dalam kehidupan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar