Rabu, 19 Januari 2011

Belenggu



Pengarang : Armijn Pane
Publikasi    : Dian Rakyat, Jakarta, 2008 (cetakan ke 21)

Sinopsis :
            Dimulai dari perselisihan yang terjadi antara sepasang suami istri yaitu dokter Sukartono dan Tini istrinya yang usianya lebih muda disbanding suaminya. Si istri, merasa kesepian dan kurang diperhatikan atas profesi suaminya sebagai dokter lalu Tini mencari kesibukannya sendiri pergi ke berbagai acara dengan teman-temannya yang sedikit banyak berstatus ibu rumah tangga yang juga kesepian karena kesibukan suaminya masing-masing akhirnya Tini mulai kurang memperhatikan suaminya dengan seringnya ia bepergian keluar rumah dengan teman-temannya sesama ibu rumah tangga hingga kewajibannya sebagi seorang istri yang harus melayani suaminya terabaikan. Dokter Sukartono yang seperti biasanya pulang kembali kerumah sedikit terkejut saat ia pulang ke rumah istrinya belum juga kembali dari acaranya, selain itu ia juga terkejut karena di tempat biasa ia meletakkan notes tempat mencatat telepon yang menghubunginya selama ia melaksanakan tugasnya sebagai dokter tidak dijumpainya notes itu. Dokter Sukartono pun menanyai Karno bujangnya, dan ia begitu terkejut saat ia mendengar dari bujangnya bahwa notes tersebut dibawa oleh istrinya satu jam yang lalu sesaat setelah menerima telepon dan mencatatnya di notes tersebut. Dokter Sukartono hampir saja memarahi bujangnya itu namun ia menyadari bahwa tidak ada gunanya ia memarahi bujangnya itu. Tak lama kemudian, terdengar suara mobil dan langkah kaki memasuki pekarangan rumah lalu nampaklah istrinya berjalan menghampirinya. Dokter Sukartono menyangka bahwa istrinya akan menghampirinya namun ternyata dugaannya salah Tini pergi begitu saja masuk ke dalam kamar sesaat kemudian berbalik melempar notes ke meja di samping Dokter Sukartono duduk lalu berbalik lagi masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamar dengan keras. Tentu saja hal itu mengejutkan bagi Karno sang bujang dan dokter Sukartono. Dokter Sukartono dengan segera memeriksa notes melihat siapa yang hari ini sedang mencarinya. Dan ia terpaku pada suatu nama dan alamat yang tertera di notes itu. Ia lalu memanggil bujangnya untuk menyiapkan mobil. Dokter Sukartono dan supirnya menuju ke jalan Babakan 45 tempat pasiennya telah menunggu dan ternyata alamat tersebut menunjukkan letak sebuah hotel, setelah masuk ke dalam hotel tersebut, dokter Sukartono telah disambut oleh beberapa pegawai berpakaian seragam yang segera saja mengatakan padanya bahwa kehadiran Dokter Sukartono telah ditunggu sejak tadi oleh Nyonya Eni di kamar nomor 3. Dokter Sukartono menuju ke kamar nomor 3 diantar oleh salah seorang pegawai hotel tersebut. Sesampainya di depan kamar nomor 3 ia mengetuk pintu kamar itu dan beberapa saat kemudian seseorang bernama Nyonya Eni ternyata telah menunggunya sejak lama dan nampak dari wajahnya tiada tampak suatu kegembiraan. Sebagai seorang dokter yang baik ia langsung saja menanyai pasiennya tersebut, sakit apa yang kiranya dirasakan oleh sang pasien lalu ia menyuruh pasien tersebut berbaring dan mulai memeriksa pasien tersebut dan saat ia hendak memeriksa perut si pasien tiba-tiba pasien yang bernama Nyonya Eni tersebut menyingkap kimono yang dikenakannya dan nampaklah oleh dokter Sukartono setiap lekukan tubuh milik Nyonya Eni. Sejenak dokter Sukartono tertegun karena terkejut namun tidak sedikitpun timbul nafsunya. Lalu ia menutup kembali kimono pasiennya. Sejenak, timbul pikiran dalam dokter Sukartono sepertinya ia telah mengenal pasien tersebut namun segera saja ditepisnya perasaan itu lalu setelah mencuci tangannya, ia menuliskan resep untuk pasien tersebut. Namun nampak oleh dokter Sukartono wajah pasiennya masih saja murung. Dokter Sukartono berfikir sejenak, selama ia memeriksa pasiennya tak didapatinya suatu penyakit. Karena dokter Sukartono pernah bersekolah tinggi maka ia pun menduga mungkin banyak pikiran yang mengganggu pasiennya tersebut. Lalu dihiburnya hati pasiennya tersebut dan dikatakannya pada pasiennya bahwa esok dokter Sukartono akan datang lagi, namun tak disangka betapa girangnya hati pasiennya tersebut. Keesokan harinya, dokter Sukartono kembali mengunjungi Nyonya Eni. Dari pertemuan inilah, pertemuan yang didasarkan atas belas kasihan menjadikan dokter Sukartono terus mendatangi Nyonya Eni. Melihat kondisi istrinya yang mulai berubah dan sering meninggalkan rumah karena berbagai alasan dan acara akhirnya membuat dokter Sukartono gusar. Kedatangannya setelah seharian bekerja tidak lagi disambut dengan suara manja dan sambutan hangat seperti sedia kala namun malah menemukan rumah dalam keadaan sepi hanya bujangnya Karno yang masih setia menunggunya pulang. Hal itulah yang menjadikan dokter Sukartono lebih sering mengunjungi Nyonya Eni yang dipanggilnya dengan nama Yah yang mengingatkan dokter Sukartono akan seseorang di masa lampau. Bersama dengan Yah, dokter Sukartono merasa nyaman dan bahagia. Kedatangannya ke rumah Yah selalu disambut dengan senyum hangat sambil Yah melepaskan sepatu dokter Sukartono. Hal itu berbeda dengan keadaan dirumah malah menjadikan dokter Sukartono merasa sedih dan gusar. Bagi dokter Sukartono, Yah dapat memberikan segala yang ia inginkan yang tidak pernah diberikan Tini. Lambat laun, Yah dan dokter Sukartono saling menaruh hati. Kedatangan dokter Sukartono maki lama makin sering bahkan tak ayal lagi bahwa Yah menjadi rumah keduanya sedangkan rumahnya dengan Tini makin jarang sekali dikunjungi. Sedangkan Tini semakin merasa gusar atas sikap suaminya. Dan ia juga seringkali memberi isyarat-isyarat sebagai bentuk protesnya kepada suaminya. Semakin lama semakin rengganglah hubungan pasangan suami istri tersebut. Hingga suatu hari didengarlah suatu berita oleh Tini bahwa suaminya telah kawin lagi dengan seorang perempuan cantik. Akhirnya kegusarannya bertambah, ditemuinya perempuan yang menjadi istri simpanan suaminya yang tak lain adalah Yah. Dirumah Yah, Tini melihat tumpukan buku yang dikenalnya sebagai buku-buku milik suaminya. Akhirnya diutarakanlah maksud kedatangannya itu dan disampaikanlah kepada Yah bahwa ia adalah istri dokter Sukartono. Tini menyangka dia akan dapat dengan mudah mengalahkan perempuan bernama Yah itu namun ternyata permpuani bernama Yah amat istimewa maklum saja dokter Sukartono tertarik kepadanya. Keistimewaan Yah adalah, tutur katanya yang lembut, sikapnya yang sopan dan anggun membuat Tini merasa tidak berarti apa-apa. Akhirnya sepulangnya dari rumah, ia putuskan untuk berpisah dengan dokter Sukartono. Pertengkaran hebat terjadi antara Tini dengan dokter Sukartono. Hingga pada akhirnya, Tini meninggalkan Dokter Sukartono dan pulang kerumah ibunya  di Malang dan dokter Sukartono juga pergi entah kemana. Menunggalkan rumah namun tidak juga pergi kerumah Yah. Ia pergi ke tempat dimada dia bias berdamai dengan pikirannya dan dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar