Rabu, 19 Januari 2011

Analisis Struktur Naskah Drama “Perahu Retak”


                                               
Pendahuluan
Naskah drama karya Emha Ainunajib. Merupakan sebuah Naskah yang mengungkap tentang persilisihan antara jawa-islam yang terjadi pada masa mataram. Makalah ini di buat untuk menjelaskan struktur dari naskah Drama yang berjudul “Perahu Retak. Makalah ini juga dibuat untuk mengetahui semiotika atau tanda-tanda yang berada dalam naskah drama Perahu retak. Simbol simbol tersebut meliputi simbol percakapan dan seting kejadian serta cerita yang menjelaskan tentang islam-jawa pada masa mataram. Dan berguna untuk mengetahui atau untuk membandingkan kejadian pada masa lampau dengan sekarang, tentang pertentangan islam-jawa dengan esensi islam itu sendiri.










A. Ide Cerita dan Sinopsis
      Setelah kejayaan kesultanan Demak dan kesultanan Pajang, berdirinya kerajaan mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati dan Ki Mondoroko Juru Martani penasehatnya,  sesungguhnya tranformasi politik dari pola kepemimpinan pesisiran yang berbeda dengan pola kepemimpinan di pedalaman. Perbedaannya terutama pada penyikapan terhadap islam. Perbedaan itu bersumber pada historisitas pesisiran yang merupakan asal-usul jalur masuknya islam. Mataram merekrut islam smpai batas tertentu. Symbol-simbol keislaman formal keislaman tidak dihilangkan, tetapi pertumbuhan islam ditahan sedemikian rupa. Pemimpin Demak dan Pajang memakai gelar Sultan, yang bersumber pada kekuasaan islam, sedangkan Mataram gelarnya adalah Panembahan yang bersumber pada kekuasaan jawa. Tetapi Mataram juga menyebut dirinya sebagai Kalifatullah Ing Bhumi Mataram yang merupakan gelar islam. Kepemimpinan Demak dan Pajang dilatarbelakangi oleh legitimasi islam dari Wali Songo.sedangkan Mataram tidak meneruskan legitimasi islam melainkan legitimasi mistik jawa. Pergeseran dua legitimasi tersebut mensifati pula landasan, watak dan orientasi politik Mataram. Dari hal tersebut tidak besa disimpulkan kalau Demak adalah islam, sementara Mataram adalah jawa. Juga tidak bisa dikatakan kalau antara jawa dengan islam adalah semata- mata merupakan dua kerangka nilai yang  pasti saling bertentangan. Usaha pengawinan antara keduanya pada berbagai level nilai, namun juga perbenturan-perbenturan pada level kekuasaan politik dimana islam maupun jawa bisa saling maupun sama-sama diperalat. Lakon berikut merupakan ilustrasi tentang upaya pencariaan kemungkinan kerjasama dan demokratisasi antara jawa dan islam. 

A.      Karakteristik dan Nilai Sastra
       Pada judul  terdapat sesuatu yang implisit dalam judul tersebut atau simbolisan tersebut dari judulnya perahu (bisa perahu Nooh secara pandangan teologis atau perahu tersebut bisa sebagai Negara atau organisasi). Dibawahnya diperjelas dengan cermin perselisihan jawa islam diawalai kerajaan Mataram. Baiklah dari sini dapat dilihat dan menimbulkan tanya, mengapa terjadi perselisihan? Apa yang menyebabkannya? Dibawahnya sub judul tertulis tahun 1992. Dari hal tersebut bisa dihubungkan antara cerita dengan tahun yang ditulis, atau mungkin politik yang berlangsung pada tahun 1992 ketika orde baru yang memerintah dengan tangan besi. Dari sini muncul kelebihan cerita yang pertama yaitu bagai mana cerita tersebut dihubungkan dengan konteks jaman modern 1992. Lebih jelas jika membaca cerita tersebut. Tetapi untuk menyamarkan ditulislah sebuah  lakon tradisi sehingga orang atau pembaca yang diafan hanya memikirkan bahwa itu hanya cerita jaman dulu atau legenda bahkan sejarah jaman dulu. Pada pendahulu bab satu tertulis sesungguhnya merupakan tranformasi politik dari pola kepemimpinan pesisiran yang berwatak lebih terbuka, egaliter, demokratis menuju atau menjadi kekuasaan pedalaman yang relative lebih tertutup. Hal tersebut menjadi karakteristik cerita ini yaitu menjelaskan sesuatu lewat karya tulis ini kepada pembaca terutama sasaran pembaca bahwa ini potret pemerintahan kita saat ini, lihatlah lewan cerita ini, pahamlah dan belajarlah dari cerita ini dan paling tidak menumbuhkan kesadaran dan bergerak atau take action

       Contohnya lagu pada babak satu. Ketika Kalong mengucapkan padahal yang menjadi persoalan di Mataram bukanlah kebanggaan atas mahkota-mahkota kepribadian tetapi perlawanan terhadap kekuasaan yang menjebak-jebak. Hal tersebut ada hubungannya dengan pemerintah saat itu yang mana selalu membungkam kritik-kritik dengan alasan pembangunan, lebih spesifiknya stabilitas nasional yang sering diploklamirkan oleh order baru terutama pada program repelita.  Jadi sekali lagi karakteristik cerita ini yaitu berusaha menggugah pembaca terutama sasaran pembaca yang sebenarnya lewat ke-implisit-an kata-kata dalam tiap dialog terutama ketika Kalong bercakap dengan Syeh Jangkung selain itu terdapat banyak sekali kata- kata yang kadang untuk tahu arti sebenarnya, dengan memakai literatur agama atau pendekatan teologi seperti pada halaman 8 atau 7 ketika Jangkung dan Kalong bercakap perselisihan dan kontras penggunaan secara    









ANALISIS PARA TOKOH :
Nama-nama tokoh yang berada dalam naskah perahu retak ini terdiri dari syech jangkung, Kiayi Tegalsari, Raden Mas Kalong, Nimas Jambuwangi, Warok, Tumenggung Karang Gumantung, Tumenggung Cekal Birowo, Ki Mondoroko, Nyi Demang Demangsih, Carik Sukadal, Ki Jogoboyo, Sukijing, Sujiman,Tuwul, Wuluh, Para Santri.
Analisis tokoh dengan menggunakan tiga bagian atau bidang, yaitu dengan cara melihat tiga aspek, yang pertama adalah aspek psikologi tokoh, dan sosial tokoh,

·        Tokoh Syech Jangkung                  :

Syech Jangkung adalah  salah satu tokoh utama dalam naskah drama perahu retak. Syech adalah seorang guru yang berpengetahuan luas,yang senantiasa mendidik murid-muridnya dengan cara yang kadang-kadang tidak terduga. Syech jangkung juga adalah seorang pengembara, ia dihormati dan disegani tidak hanya di kalangan para murid saja.
Syech seorang yang  tidak tergesa-gesa dalam mengambil sutau tindakan, dapat bertindak bijak dalam permasalahan jawa-islam.


·        Tokoh Raden Mas Kalong   :
Kalong adalah murid Syech jangkung yang keras kepala,cerdas dalam berfilosofi,seorang yang tergesa-gesa juga plinplan,keplin-planannya di tunjuk pada dialog bersama gurunya pada adegan lima. Meski berwatak keras kepala dan plin-plan Kalong adalah seorang yang mau berusaha dengan keras untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

·        Nimas Jambuwangi     :
Nimas adalah adik perempuan Kalong dan juga kakak seperguruan Kalong. Nimas mempunyai watak yang sangat jauh berbeda dari Kalong. Nimas adalah seorang yang sabar dan juga lemah lembut. Nimas adalah sosok yang manja tapi bersungguh-sungguh dalam melakukan segala sesuatu,selalu mempertimbangakan baik dan buruknya keputusan yang akan diambil,disisi lain Nimas juga lemah tegas dalam mengambil sebuah keputusan dari pada Kalong.

·        Kiai Tegalsari               :       
Kiai Tegalsari adalah pimpinan pesantren dan juga teman dari Syech,yang seumuran dengan Syech sendiri. Seorang yang bijaksana dan cukup sabar dalam menghadapi setiap permasalahan dan kejadian yang terjadi disekitarnya. Selalu berusaha meredamkan amarah orang-orang agar tidak terjadi kesalahan yang lebih fatal lagi.


·        Warok Gagang subendo dan Warok Jolego  :
Subendo adalah dua orang warok yang wataknya hampir sama,mereka sama-sama gampang terpancing emosi dan gampang dipengaruhi pemikirannya. Mereka berdua juga warok yang rela bertandin habis-habisan demi membela yang meraka yakini sebagai kebenaran.

·         Tumenggung  Karang Gumantung dan Tumenggung Cekal Bhirowo :
Keduanya adalah tumenggung mataram yang licik,yang selalu memancing perseteruan tapi kemudian tidak berani menghadapinya.

·        Ki Mondoroko              :
Ki Mondoroko adalah penasihat mataram yang licik juga cerdas,seorang yang bijaksana dan cukup sabar,dalam mengatasi suatu permasalahan tidak cepat emosi

·        Nyi Demang Sendangsih                     :
Nyi demang adalah seorang wanita yang bersabar dan bijaksana dlam menghadapi permasalahan,juga mampu meredamkan amarah diantara tokoh-tokoh yang sedang bertikai. Disisi lain Nyi Demang adalah wanita yang keras bagi siapa pun yang melanggar perintahnya.


·        Carik sukadal               :
Carik sukadal adalah pamong trambesi yang menunjukan kesabaran dan kebijaksaan untuk menutupi kemunafikan dan kelicikan dirinya.

·        Ki Jogoboyo Marsiung          :
Jogoboyo adalah pamong trambesi juga,teman dari carik sukadal. Jogoboyo adalah sosok yang angkuh,tidak sabaran  dan juga pemarah.

·  Sukijing,Sukiman,Tiwul,Wuluh,Para Santri
Meeka adalah kumpulan rakyat dan para santri yang mempunyai keteguhan hati dan semangat yang berkobar untuk membela apa yang mereka anggap benar.











Amanat :
dalam naskah ini penulis menyiratkan bahwa, perselisihan antara islam-jawa merupakan sesuatu yang telah terjadi dalam kehidupan dan sejarah indonesia, ketika islam pertama kali masuk. Seiring berjalanya waktu perselisihan itu akan tetap berlangsung. Dan dengan munculnya beberapa aliran-aliran islam yang sinkritisme dengan jawa maupun tidak, akan tetap ada. Maka dari itu penulis memunculkan sebuah perspektif yang berbeda yaitu jawa-islam dan islam itu sendiri. Kedua prespektif yang berbeda ini adalah sebuah perbedaan yang tidak perlu dipertengkarkan.











Semiotika dalam Naskah Drama Perahu Retak
Dalam perspektif semiotik, lakon atau naskah drama sebagai objek kajiannya menurut Aston & Savona, struktur simbol dapat mendasarkan analisisnya pada 4 unsur, yaitu konstruksi plot, karakter (tokoh), dialog dan stage direction (Sahid, 2004:30). Pengarang baik secara eksplist atau implisit meletakan simbol dalam struktur drama. Berikut akan dijelaskan perihal empat unsur tersebut secara singkat:
a. Simbol dalam Konstruksi Plot
Secara umum cerita merangkai banyak permasalahan, dan peristiwa-peristiwa saling mempunyai hubungan, antara masa lalu yaitu masa mataram sampai masa sekarang. Yang tertuang dalam amanat, menytakan bahwa perbedaan antara islam-jawa atau islam itu sendiri. Forster mengatakan bahwa hubungan kausalitas anatara peristiwa dalam sebuah cerita bukanlah urutan biasa,seperti dalam naskah Perahu Retak tersebut memiliki hubungan sebab dan akibat, plot merupakan rangkaian persitiwa yang dijalin berdasarkan hubungan sebab akibat dan merupakan pola kaitan yang menggunakan jalan cerita ke arah pertikaian dan penyelesaian (Sahid, 2004:30). Plot drama yang baik mengandung unsur ketegangan dan kejutan.
Suyatna Anirun (2002:131) membagi struktur plot dalam eksposisi, konflik, komplikasi, klimaks, dan resolusi,konvlik juga dialami antar tokoh seperti yang terjadi pada kalong dan gurunya. Tetapi semua itu terangkai dalam sebuah cerita yang utuh yang menimbulkan sebuah makna tentang perselisihan antara jawa-islam. Konvensi pembagian plot yang dikemukakan para pakar tersebut memberikan kontribusi ke arah pembentukan dan penunjukan kesatuan awal, tengah dan akhir drama. Hal ini seperti yang dikemukakan Aristoteles dalam deskripsi drama taregedi.
b. Simbol dalam Karakter
Semiotik karakter yang dikembangankan Ubersfeld (dalam Sahid, 2004:44) mencakup karakter sebagai leksem (aktan, metonimia, metafora, referen dan konotasi ) dan karakter sebagai ensambel semiotik (individualisasi dan kolektivitas)
  c. Simbol dalam Dialog
Secara umum, dialog dalam teks drama berfungsi untuk menetapkan karakter, ruang dan lakuan. Selain itu berfungsi juga sebagai sistem penggiliran. Seorang tokoh kalong semisal berbicara dan tokoh lainnya mendengarkan dan selanjutnya menjawab sehingga pada gilirannya menjadi pembicara. Dualiatas interaksi peran pembicara-pendengar merupakan suatu modus dasar dialog drama. Terjadinya dialog untuk menciptakan suatu dialektik interpersonal di dalam waktu dan lokasi wacana
d. Simbol dalam Stage Direction (Petunjuk Pementasan)
Stage direction adalah bagian drama berupa narasi yang memberikan penjelasan penjelasan kepada pembaca¡Xsutradara, artistisk, aktor mengenai keadaan suasana, persitiwa atau perbuatan dan sifat tokoh cerita. Stage direction biasa juga disebut petunjuk pengarang atau petunjuk pementasan. Penulisan dibedakan dengan penulisan dialog, biasanya dimiringkan atau dalam tanda kurung.

          Kesimpulan
Naskah drama Perahu Retak ini berisi tentang perbedaan antara jawa-islam pada masa Mataram. Nama-nama tokoh dan dialognya mempengaruhi dari isi cerita. Nama tokoh yang mewakili dari jawa sendiri beserta ajaran-ajaran jawa-islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar