Rabu, 19 Januari 2011

KRITIK SASTRA FEMINIS




Kritik sastra feminis muncul sebagai studi yang amat penting dalam ilmu sastra sejak dekade 60-an.  Kritik sastra feminis bersumber dari suatu gerakan politik, yang disebut feminisme.  Secara leksikal feminisme berarti gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria  (Moeliono, 198:241).  Feminisme ialah teori tentang persamaan hak antara laki-laki dan wanita di bidang politik, ekonomi, dan sosial; atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan wanita  (Goefe, 1986:837).
Dalam ilmu sastra, feminisme ini berhubungan dengan konsep kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokuis analisis kepada wanita.  Jika selama ini dianggap dengan sendirinya bahwa yang mewakili pembaca dan pencipta dalam sastra Barat adalah laki-laki, kritik sastra feminis menunjukkan bahwa pembaca wanita membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya  (Showalter, 1985:3; Humm, 1986:15-16).
Tugas kritik sastra feminis adalah untuk membongkar hegemoni patriarkhi yang dalam situasi sehari-hari merupakan kebiasaan anggapan umum.  Melalui kritik sastra feminis dapat dilakukan desentralisasi konstruk menuju harkat manusia yang universal, bebas separasi gender, bersuasana objektif dan netral  (Hellwig, 1970).
Dewasa ini dikenal konsep reading as a woman  (Culler, 1983:43-46) yang sekiranya pantas dipakai untuk membongkar praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki yang androsentris atau patriarkal, yang sampai sekarang diasumsikan menguasai penulisan dan pembacaan sastra.  Lebih jauh, konsep yang ditawarkan Culler itu pada dasarnya dapat dimasukkan ke dalam kritik sastra feminis.  Kritik sastra feminis bukan berarti pengkritik wanita atau kritik tentang wanita, atau kritik tentang pengarang wanita.  Arti sederhana yang dikandungnya adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus; kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan.  Membaca sebagai wanita berarti membaca dengan kesadaran membongkar praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki yang androsentris atau patriarkal, yang sampai sekarang masih menguasai penulisan dan pembacaan sastra.  Perbedaan jenis kelamin pada diri penyair, pembaca, unsur karya, dann faktor luar itulah yang mempengaruhi situasi sistem komunikasi sastra.
Teori feminis pada prinsipnya merupakan teori sosial karena didasarkan pada asumsi mengenai pengelompokan sosial, laki-laki dan wanita.  Dalam perkembangannya, teori Feminis itu memperlihatkan tiga kecenderungan.  Pertama, kecenderungan melihat kontinuitas antara pengalaman sosial seorang wanita sebagai wanita dengan proses pemahaman sastranya  (Culler, 1983:46, 51).  Teori ini menyiratkan anggapan bahwa wanita mempunyai persepsi yang berbeda dari laki-laki dalam melihat dunia.  Kedua, kecenderungan menganggap sejajar pembacaan laki-laki dengan wanita. Dalam kerangka teori ini wanita dianggap berusaha menunjukkan bahwa diri mereka mampu bekerja lebih baik daripada laki-laki meskipun kriteria objektif yang digunakan sama  (Culler, 1983:58). Ketiga, kecenderungan melihat usaha subversif dari wanita untuk menumbangkan struktur yang dibangun oleh laki-laki  (Culler, 1983:58).  Teori ini disebut juga dengan teori dekonstruktif.
Dalam mengkonkretkan citra wanita dalam karya sastra, citra wanita itu tidak hanya cukup dipandang dalam kedudukannya sebagai unsur dalam struktur karya sastra saja, tetapi juga perlu dipertimbangkan faktor pembacanya.  Pembaca wanita yang membaca sebagai wanita mempengaruhi konkretisasi karya, karena makna teks, di antaranya, ditentukan oleh peran pembaca.  Sebuah teks hanya dapat bermakna setelah teks tersebut dibaca  (Iser, 1978:20).
Dalam mengkonkretisasi karya ini, ada kemungkinan satu karya sastra memperoleh makna yang bermacam-macam dari berbagai kelompok pembaca  (Soeratno, 1988:36).  Dengan demikian, pembaca wanita pun dianggap berpengaruh dalam pemahamannya atas karya sastra, dalam hal ini jenis kelamin dipertimbangkan.  Pertimbangan jenis kelamin yang melahirkan sikap “membaca sebagai wanita” dicakup dalam kritik sastra feminis.  Dapat dimengerti bahwa kritik sastra feminis dengan demikian berkaitan dengan teori resepsi sastra, yang mempertimbangkan peran pembaca dan proses pembacaan.
“Membaca sebagai wanita” (reading as a woman) bertalian dengan faktor sosial budaya pembacanya.  Dalam hal ini sikap baca menjadi  faktor penting.  Peran pembaca dengan sendirinya tidak dapat dilepaskan dari sikap bacanya.  Citra wanita dalam karya itu terkonkretkan dan mendapat makna penuh dengan latar belakang keseluruhan sistem komunikasi sastra, yaitu penyair, teks dan pembaca.  Pembaca yang “membaca sebagai wanita” dipertimbangkan dalam kritik sastra feminis.
Faham kritik sastra feminis ini menyangkut soal “politik” dalam sistem komunikasi sastra  (Millet, 1969), maksudnya sebuah politik yang langsung mengubah hubungan kekuatan kehidupan antara wanita dan pria dalam sistem komunikasi sastra.  Arti kritik sastra feminis secara sederhana adalah sebuah kritik yang memandang sastra dengan kesadaran khusus akan adanya jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan manusia.  Jenis kelamin  membuat banyak perbedaan di anatra semuanya, perbedaan di antara diri pencipta, pembaca dan f aktor luar yang mempengaruhi situasi penciptaan.  Ada asumsi bahwa wanita memiliki persepsi yang berbeda dari laki-laki dalam melihat dunia.
Pengertian di atas sebenarnya bertalian dengan konsep “siapakah pembaca itu”.  Dalam proses pembacaan, dikenal istilah pembaca implisit, pembaca sebagai pembaca yang dimaksudkan; yaitu sebuah jaringan struktur pembacaan yang intensif, yang mendorong pembaca dapat memahami teks.  Konsep ini menggambarkan struktur teks yang proses perubahannya bermula dari aktivitas ideasional ke pengalaman individu   (Iser, 1978:34, 38).  Pengalaman individu yang dimaksud adalah pengalaman individu pembaca, (termasuk pembaca wanita), misalnya, pengalaman emosi, pengalaman sosiobudaya, dan pengalaman psikologi komunikasi  (Junus, 1985:75).  Dengan mempertimbangkan hal ini, maka seperti dikatakan oleh Soeratno (1988:37) bahwa perwujudan-perwujudan karya sastra tersebut didasarkan pada suatu horizon penerimaan atau horizon harapan pembaca yang dengan partisipasi aktifnya, suatu karya  sastra dapat hidup.  Dalam kritik sastra feminis, banyak hal yang berkaitan dengan teori resepsi sastra dimungkinkan tercakup di dalamnya.
Dengan mengingat bahwa dalam kritik sastra feminis berbagai metode dapat diterapkan, maka hal itu dapat diterapkan sebagai alat bantu dalam analisis semiotik.  Dalam kritik sastra feminis, selain konsep komunikasi sastra dan pengaruh gender dalam komunikasi itu dipertimbangkan, juga berbagai konsep mengenai siapa pembaca diperhatikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar