Tugas Akhir Teori Sastra I
Oleh
Eunike Yoanita
120710071
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2009
PENDAHULUAN
Sejak awal abad ke-20 teori sastra berkembang dengan pesat, perkembangan ini sejajar dengan terjadinya kompleksitas kehidupan manusia yang juga memicu perkembangan genre sastra. Fungsi utama karya sastra adalah untuk melukiskan, mencerminkan kehidupan manusia, sedangkan kehidupan manusia itu sendiri selalu mengalami perkembangan. Dalam hubungan inilah diperlukan genre yang berbeda dan diperlukan teori yang berbeda untuk memahaminya.
Strukturalisme yang telah berhasil memasuki hampir seluruh bidang kehidupan manusia, dianggap sebagai salah satu teori modern yang berhasil membawa manusia pada pemahaman maksimal. Secara historis perkembangan strukturalisme terjadi terjadi melalui dua tahap, yaitu formalisme dan strukturalisme dinamik.
Sejarah strukturalisme, demikain juga sejarah teori pada umumnya adalah sejarah proses intelektualitas. Sejarah tersebut dibangun atas dasar kekuatan evolusi sekaligus rebolusi. Perkembangan teori tidak cukup dibangun atas dasar akumulasi konsep, metode, dan berbagai pandangan dunia lainnya, melainkan juga memerlukan perubahan secara radikal yang pada gilirannya memicu proses percepatan lahirnya teori-teori baru (Kuhn dalam Penelitian Sastra, Kutha Ratna 2008: 89). Walaupun strukturalisme berhubungan dengan formalisme Rusia dan strukturalisme lahir karena ketidakpuasan juga kritik atas formalisme, namun strukturalime pada umumnya diasosiasikan dengan pemikiran Perancis tahun 1960-an, yang sebagian besar dhubungkan dengan etnografi Levi-Strauss, juga pemikiran Roland Barthes,dll yang sebagian besar masuk dalam teori postrukturalis.
Tokoh-tokoh penting strukturalisme, diantaranya adalah Roman Jakobson, Jan Mukarovsky, Felix Vodicka, Rene Wellek, Jonathan Culler, Robert Scholes, dan sebagainya.
Teori strukturalisme dinamik dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis strukturalisme murni, analisis terhadap unsur-unsur intrinsik. Strukturalisme dinamik juga menolak peranan bahasa sastra sebagai bahasa yang khas, bahasa sastra. Strukturalisme dinamik terbatas dalam melibatkan peranan penulis dan pembaca dalam rangka komunikasi sastra. Yang mana teori ini akan disempurnakan oleh teori strukturalisme genetik.
PEMBAHASAN
Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan yang lainnya, di pihak yang lain hubungan antar unsur (unsur) dengan totalitasnya. Hubungan tersebut tidak semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga negatif, seperti konflik dan pertentangan. Istilah, definisi dan ciri-ciri srtuktur sering disamakan dengan sistem. Secara etimologis struktur berasal dari kata structura (latin), berarti bentuk, bangunan, sedangkan berasal dari kata systema (latin), berarti cara. Pengertian-pengertian struktur yang digunakan untuk menun juk unsur-unsur yang membentuk totalitas pada dasarnya telah mengimplikasikan keterlibatan sistem. Yang artinya, cara kerja sebagaimana ditunjukkan oleh mekanisme antarhubungan sehingga terbentuk totalitas adalah sistem.
Klimaks strukturalisme dianggap sebagai involusi, tidak memberikan arti yang memadai terhadap hakikat kemanusiaan. Strukturalisme dianggap sebagai mementingkan objek, dengan konsekuensi menolak, bahkan ‘mematikan’ subjek pencipta. Oleh karena itulah strukturalisme dianggap sebagai antihumanis. Strukturalisme juga dianggap melepaskan karya dari sejarah sastra dan social buadaya yang justru merupakan asal-usulnya.
Seperti yang telah dijelaskan, lahirnya strukturalisme dinamik didasarkan atas kelemahan-kelemahan strukturalisme murni yang dianggap sebagai perkembangan kemudian formalisme. Strukturalisme dinamik dimaksudkan sebagai penyempurnaan strukturalisme yang semata-mata memberikan intensitas terhadap struktur intrinsik, yang dengan sendirinya melupakan aspek-aspek ekstrinsiknya. Strukturalime dinamik mula-mula dikemukakan oleh Mukarovsky dan Felix Vodicka (Fokkema dalam Penelitian Sasta, Kutha Ratna, 2008:93). Menurutnya, karya sastra adalah proses komunikasi, fakta semiotik, terdiri atas tanda, struktur, dan nilai-nilai. Karya seni adalah petanda yang memperoleh makna dalam kesadaran pembaca. Oleh sebab itu, karya seni harus dikembalikan pada kompetensi penulis, masyarakat yang menghasilkannya, dan pembaca sebagai penerima.
Secara definitif strukturalisme memberikan perhatian terhadap analisis unsure-unsur karya. Setiap karya sastra, baik baik karya sastra dengan jenis yang sama maupun berbeda, memiliki unsur-unsur yang berbeda. Disamping akibat dari cirri-ciri inheren tersebut, perbedaan unsur tersebut juga terjadi sebagai akibat perbedaan proses resepsi pembaca. Dalam hubungan inilah karya sastra dikatakan sebagai memiliki cirri-ciri yang khas, otonom, tidak bisa digeneralisasikan. Setiap penilaian akan memberikan hasil yang berbeda. Meskipun demikian perlu dikemukakan unsur-unsur pokok yang terkandung dalam ketiga jenis karya, yaitu prosa, puisi, dan drama. Yang mana ketiganya memiliki unsur-unsur yang terdiri:
- Unsur-unsur prosa diantaranya: tema, peristiwa atau kejadian, latar atau seting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang, dan gaya bahasa.
- Unsur-unsur puisi diantaranya: tema, stilistika atau gaya bahasa, imajinasi atau daya bayang, ritme atau irama, rima atau persajakan, diksi atau pilihan kata, simbol, nada, dan enjambemen.
- Unsur-unsur drama, dalam hal ini drama teks, diantaranya: tema, dialog, peristiwa atau kejadian, latar atau seting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, dan gaya bahasa.
Atas dasar hakikat otonom karya sastra seperti diatas, maka tidak ada aturan yang baku terhadap suatu kegiatan analisis. Artinya, unsure-unsur yang dibicarakan tergantung dari dominasi unsur-unsur karya di satu pihak, tujuan analisis di pihak yang lain. Dalam analisis akan selalu terjadi tari-menarik antara struktur global, yakni totalitas suatu karya itu sendiri dengan unsur-unsur yang diadopsi ke dalam wilayah penelitian. Menurut Jean Piaget (1973:97-98) disinilah tampak dinamika karya sastra sebagai totalitas sebab proses adopsi mengandaikan terjadinya ciri-ciri transformasi dan regulasi sehingga akan terjadi keseimbangan antara struktur global dengan unsur-unsur yang dianalisis. Suatu karya yakni karya sastra tidak mungkin dan tidak perlu dianalisis secara menyeluruh sebab struktur global tidak terbatas. Sebuah novel, cerita pendek, bahkan satu bait puisi, selalu tampil sebagai subordinasi genre, periode, struktur sosial dan kebudayaan yang lebih luas, yang mana pada gilirannya tidak memungkinkan untuk melepaskan karya tersebut dari kerangka sosiokultural yang menghasilkannya. Puisi, prosa, dan drama dan juga sastra klasik yang lain, tidak semata-mata dianalisis secara teks, tetapi juga dimungkinkan dalam kaitannya sengan pementasan langsung sebagai performing art. Dalam hubungan ini analisis struktur akan melibatkan paling sedikit tiga komponen utama, yakni pencerita, karya sastra, dan pendengar. Sehingga metodologi yang digunakan pun akan bertambah kompleks, tidak hanya terbatas pada penelitian pustaka, melainkan juga dilengkapi dengan penelitian lapangan yang dengan sendirinya juga akan melibatkan instrumen penelitian lapangan.
Sebagai akumulasi konsep, teori tidak harus dipahami secara kaku. Teori tidak harus dan tidak mungkin diterapkan sama persis seperti yang telah dikemukakan oleh para penemunya. Teori juga dapat ditafsirkan sesuai dengan kemampuan peneliti. Teori adalah alat, yang mana berfungsi untuk mengarahkan sekaligus membantu memahami objek secara maksimal. Jadi, teori memiliki fungsi statis sekaligus dinamis.
KESIMPULAN
Selama lebih kurang setengah abad, perkembangan strukturalisme telah memberikan hasil yang memadai yang meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sebagai suatu cara pemahaman, baik sebagai teori maupun metode, ciri-ciri yang cukup menonjol adalah lahirnya berbagai kerangka dan model analisis, khususnya analisis fiksi.
Strukturalisme dinamik lahir karena adanya kelemahan-kelemahan dalam strukturalisme murni yang hanya menganalisis unsur intrinsiknya saja tanpa menggunakan aspek ekstrinsiknya yang juga diperlukan untuk menganalisis suatu karya, dimana dalam hal ini adalah karya sastra.
Namun strukturalisme dinamik selanjutnya juga akan disempurnakan oleh strukturalisme genetik. Yang akan disempurnakan dengan struktur sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Fokkema and Elrud-Ibsch. 1998. Teori Sastra Abad Kedua Puluh. Jakarta: Gramedia
Piaget, Jean. 1973. Structuralism. London: Routledge and Kegan Paul
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Teuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Eagleto, Terry. 2006. Teori sastra: Sebiah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar