Rabu, 19 Januari 2011

Tradisi Penyalinan Naskah-Naskah Buton


Eunike Yoanita
120710071



Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya
                                         UNIVERSITAS AIRLANGGA

SUMMARY
Buton, ialah nama salah satu kerajaan yang berada di wilayah Nusantara tepatnya di wilayah Sulawesi Tenggara. Kerajaan ini berdiri pada abad ke 13 dengan ditandai dengan Raja pertama seorang perempuan yang memerintah Kerajaan yaitu Wa Kaaka yang menikah dengan salah seorang putra bangsawan Majapahit, Sibatara. Sejak pemerintahan raja yang pertama hingga raja yang keenam yaitu mulai abad ke-14 hingga pertengahan abad ke-16, masyarakat Kerajaan Buton menganut kepercayaan Hindhu.
Namun berdasarkan tradisi masyarakat setempat, pengaruh Hindhu berakhir setelah Buton menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan pada masa pemerintahan raja yang ke-6 yaitu sekitar tahun 1540 masehi dan bentuk pemerintahannya berubah menjadi kesultanan.
Sementara itu masih dapat ditemukan dan ditemui berbagai macam peninggalan-peninggalan sejarah dan budaya yang membuktikan keberadaan kerajaan dan kesultanan Buton di masa lalu seperti bangunan-bangunan bersejarah. Selain itu juga ditemukannya peninggalan berupa sejumlah naskah hasil karya tulisan tangan yang berasal dari masa lalu, sebelum adanya mesin tulis.
Menurut hasil penelitian ini, sejarah awal tradisi tulis di Buton berawal dari dibentuknya dan diberlakukannya Undang-Undang Sarana Wolio yang bermuara pada  Martabat Tujuh yang diacu sebagai dasar konstitusi kerajaan Buton sekitar tahun 1610 dan diwaktu yang sama di buat pula petunjuk pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut yang dinamai dengan Istiadatul Azali. Undang-undang itu dibuat pada zaman pemerintahan Sultan Dayanu Ikhsanuddin yang dibantu oleh seorang ulama dari Meayu bernama Syarif Muhammad.
Dari hasil kajian naskah-naskah Buton, naskah-naskah tersebut memiliki ragam bentuk yaitu berbentuk puisi dan prosa. Sedangkan keragaman isinya berupa:
1.      Perundang-undangan
2.      Ajaran agama Islam
3.      Falsafah hidup
4.      Sejarah
5.      Obat-obatan
6.      Percintaan
7.      Dokumen perjanjian
Naskah-naskah Buton pada umumnya ditulis dengan menggunakan aksara buri Wolio (tulisan Wolio), yaitu aksara arab yang di modifikasi sesuai dengan bunyi penulisan bahasa Wolio. Sedangkan bahan naskah yang digunakan di Buton terdiri atas dluwang, kertas Pabrikan, dan kertas Eropa. Sedangkan berdasarkan koleksi naskah Buton milik Abdul Mulku Zahari jenis kertas yang dugunakan pada umumnya menggunakan kertas Eropa.
Naskah-naskah warisan kesultanan Buton diantaranya adalah naskah-naskah yang tersimpan dalam koleksi Abdul Mulku Zahari yang pernah menjabat sebagai sekretaris terakhir kesultanan Buton. Namun naskah-naskah koleksi Abdul Mulku Zahari tersebut telah diinventarisasi oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) pada tahun 1978 dan 1984 tercatat sebanyak 340 naskah dan di dokumentasikan dalam bentuk microfilm. Pada tahun 2001 diinverisasi kembali oleh Masyarakat Pernaskahan Indonesia (Manassa) dan tercatat 320 naskah. Lebih sedikit dari inventarisasi sebelumnya karena sebagian koleksi tersebut telah rusak karena penyimpanannya yang kurang baik.. disamping itu, terdapat pula naskah-naskah yang tersebar di lingkungan masyarakat dan belum terinventaris dalam Arsip Nasional Republik Indonesia..
 Penelitian mengenai Tradisi Penyalinan Naskah-Naskah Buton di Universitas Dayanu Ikhsanuddin, Buton oleh Hasarudin ini bertujuan menggambarkan kegiatan pernaskahan Buton yaitu dengan meneliti segi fisik naskah, mengidentifikasi penyalin, pengarang, pengumpul dan pemilik naskah. Naskah-naskah yang di jadikan obyek penelitian ini merujuk pada Mu’jizah (2004).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar