Rabu, 19 Januari 2011

Ninja


Udara pagi terasa makin lama makin meninggalkan rasa sejuk setelah semalaman dingin mendominasi udara. Kini kehangatan itu semakin dirasa oleh orang banyak bersamaan dengan surutnya dingin dan habisnya gelap dan berangsurnya terang menguasai pagi yang semakin menuju siang.
   Gelapnya malam, dinginnya malam dan hangat pagi dan cerahnya pagi tidak bisa membuat  gelap dan dinginnya hati Prastowo menjadi terang.  Prastowo  yang  mahasiswa  seni, sejak  tadi  malam masih dalam suasana kalut karena belum mendapatkan ide  untuk  menciptakan bahan presentasi, apa yang  akan diberikan kepada temannya dalam kajian seni dalam kehidupan sehari-hari. Hati Prastowo bimbang, antara berangkan ke kampus atau  tidak. Instingnya dia  harus beragkat ke kampu tetapi ada perasaan yang mengganjal, yaitu perasaan bahwa dia harus punya konsep apa yang harus disampaikan kepada siapapun yang ia temui.  Akhirnya dia berangkat juga.  Walaupan  sebenarnya tidak ada jadwal kuliah hari ini, dia merasa ada kepentingan di kampus, apakah itu ngobrol dena teman, dosen atau hanya baca-baca buku seadanya di perpustakaan.
    Setelah usai mandi, berpakaian, sarapan, akhirnya berangkat juga Pras menuju ke kampus walau hatinya dihinggapi rasa malas. Pras lama berdiri didepan pintu kamarnya dengan perasaan  berangkat,  tidak,  berangkat, tidak.............. yah!  Akhirnya kakipun melangkah perlahan, satu dua langkah, Pras berhenti lagi badanya disandarkannya pada kusen pintu sambil mencangklong tas. Lama Pras merenung antara berangkat atau tidak. Pras melangkahkan kakinya lagi, didepan gerbang rumah Pras berhenti lagi  berdiri dengan pandangan yang kosong ditepi jalan, semenrata panas matahari pagi tak terasa menyengat tubuh, tidak dirasa. Lama setelah ia termangu,  akhirnya melangkah juga  ia, menelusur gang di kampungnya, dengan muka tertunduk  sambil  menendang-nendang  batu kecil.  Ketika asyik berjalan terdengar suara anak kecil berteriak  sambil tertawa. Pras melihat tiga anak kecil itu mengacungkan jarinya menunjuk kearah slokan. Pandangan  Pras ikut terbawa  oleh anak-anak itu kearah slokan yang airnya mengalir lamcar, tidak seberapa deras.
“ Oh! .... apa itu? Menarik sekali “ kata Pras dalam hati. Dan Pras sangat perhatian atas benda tersebut.
“ asyik juga, utuh, kurang lebih 35 cm bulat panjang diameter kurang lebih satu setengah senti, hampir melingkar, warna cerah; Rupanya masih baru; Bagaimana  hal ini bisa terjadi?  Mungkin sepanjang hidup baru sekali ini aku melihat hal yang sesempurna itu”  Pras terus melangkah mengikuti aliran slokan itu, pandangannya terfokus pada satu benda yang ditunjuk oleh tiga anak kecil tadi,  sementara anak kecil yang sejak tadi  menertawakan benda tadi  sudah berlalu,  dan Pras masih terus mengkutinya kemana arah aliran air itu, sesekali ia membungkuk  dengan asyik mencermatinya. Sampai pada sebuah jembatan dengan keteduhan  bangunan yang tinggi Pras melihat sebuah sapu lidi. Diambilnya sapu lidi untuk membendung aliran slokan  supaya benda yang dilihatnya  terhenti tanpa menghentikan arus air. Sambil duduk Pras memperhatikan  benda itu.
“ Sem-pur-na”,  katanya, 
“ tanpa terputus da...n  utuh lagi” katanya lagi.  Pras mengeluarkan HP-nya dibidik dan dipotretnya benda itu. Lama sekali Pras mengamati benda itu sehingga tidak memperhatikan bahwa dirinya juga sedang diperhatikan oleh orang lain yang lalu lalang di jalan itu. Diacuhkannyasetiap orang yang lewat, bahkan ada yang menyindirnya setengah gila atau gila anyaran, tidak dihiraukan ucapan mereka. Seorang pembantu keluar dari rumah tempat Pros nongkrong dan menegornya “ Hei, Mas ! Kan kotor sapunya itu”   Pras menoleh dan berkata “ Ya, mbak nanti saya bersihkan sebentar saja kok, ini pemandangan bagus masalahnya”  sambil  menyodorkan uang puluhan ribu rupiah ia katakan “ Ini ........., anggap sebagai sewanya aja”   heh! Enak aja  kau kira siapa saya ini “   “ Ayolah terima ini , ini ...terimalah,  tidak apa-apa” Perempuan itu tertegun sambil menerima uang pemberian Pras, lalu masuk rumahnya lagi.

Pras melanjutkan perhatiannya terhadap benda itu dengan asyik  bahkan lebih cermat lagi. Cukup lama ia berasyik-asyik memperhatikan benda itu. Seorang teman Pras melihat pras penuh curiga mendekatinya “ o..ooo, “ sambil menepuk bahu Pras, tapi Pras  menghiraukannya.
 -“ iya, aku ingat  ada cerita;  Pellukis  besar  Raden Saleh, dikirim ke Belanda hanya karena ini” 
- “itulah sebabnya aku sanga respek  kepadanya” kata Pras.
“ Utuh, melingkar.   Dulu aku pernah melihat,  tapi tidak seperti ini, retak,  yang ini benar-benar utuh, tidak ada tanda retak sama sekali” kata teman Pras. 
 “apa yang kau kagumkan?” 
 “ kok bisa,  umumnya terpatah menjadi , dua atau tiga, bahkan hancur“ kata teman Pras 
 “menurut pendapatmu apakah bisa jadi inspirasi puisi?” kata Pras
 “bisa, inilah naturalisme” 
“ah!, ya nggak lah, ini ekspresionisme” kata Pras
“sepertinya  ekspresionis atau naturalis tidak perlu dibahas  yang penting You  bisa nggak  menciptakan hal yang baru” kata teman Pras sambil mengeluarkan  HP-nya untuk mengambil gambar benda itu. Dengan berkata
 “ seandainnya  dalam kondisi berjalan bagus diambil dengan kamera” 
“ iya... Ya?  Kita coba aja digeser keatas lalu dilepas” 
“Jangan, nanti hancur” kata teman Pras
 “mendingan dilepas, ambil gambarnya, lalu ditahan lagi disana”  kata teman Pras lagi  
 “ ya, ya, yaaaa, aku coba” Pras lalu mencobanya seperti apa yang disarankan temanya tadi.
 Pras mencoba  membidik benda yang terbawa arus itu dengan cermat lalu membendungnya lagi.
 “nha begitu kan bagus tidak patah” Dippotretnya lagi benda itu dengan  Hp-nya itu. Sementara orang yang lewat dan yang memperhatikannya  menganggap  dia stres, gila, edan dsb. Pras tidak pernah menghiraukan.
 Sementara teman Pras merasa gerah dengan sindiran orang yang lewat  lalu pergi
 “ aku pergi dulu Pras ada kuliah “
–“ o.o. Ya.ya slamat jalan,  aku kosong hari ini selamat jalan”
-“ ini memang cocok untuk obyek diskusi mengapa orang Belanda saat itu Raden Saleh melukis seperti ini” katanya.   Suara Pras memang  sedikit keras sehingga seorang tua yang sedang lewat menyahut kata-kata Pras
 “ya, cocok, karena utuh, tidak  patah, bahkan retakpun  tidak,  sulit ditemukan” Pras tidak  mempedulikan orang yang menyahut kata-katanya tadi, tetapi dia berkata sambil memiring-miringkan kepalanya keksebelah kiri dan kanan
“yang mengagunkan itu utuh, ya, utuh, yang tak pernah aku jumpai selama aku menelusur sungai, atau slokan”  orang tua itu menyambutnya
 “itu hanya keserasian antara emosi dan arus saja” 
“ Keserasian arus dan emosi?” kata Pras yang mulai tertarik dengan kata-kata orang itu.
 “Ya, keserasian antara emosidan arus air,  Jika emosi lebih keras dari arus akan menabrak dirinya sendiri, lalu patah, jika arus lebih keras begitu keluar patah, karena prosesnya didalam air”
Sementara orang tua itu menanggapi Pras, seorang perempuan yang lewat berkomentar, “ yang tua  sama yang muda sama edannya, barang seperti itu kok dibabhas sampai detail” 
Pras tidak menanggapinya  komentar orang tadi, hanya orang tua itu sedikit agak malu dan berkata  kepada pras 
“ apa pendapatmua tentang komentar perempuan itu ?” 
- “biarlah pak”  jawab Pras
-“itu tandanya kau kau tidak punya konsep”
 –“o... o..oo kok bisa? tapi ini kebebasan pak, kebebasan dalam berekspresi .”  jawab Pras
 “ habis bagaimana ?” kata Pras lagi  
-“ apa itu  eks,eks, presi aku tidak mau tahu, mestinya kau punya konsep mengapa kau tertarik dengan itu,   tetapi bagiku ini anugerah, anugerah untuk mengagumi karya Allah lewat  diri manusia dalam salah satu konsep perbuatan hidup yang tidak  bisa diingkari dan tidak bisa ditolak;  Keberadaannya lebih mutlak,  lagi pula tidak bisa disalahkan begitu saja, itulah sebabnya aku merespon kegiatanmu ini”
 -“ Cuma bagaimana bisa begitu ya?” kata Pras sambil menampakkan kekagumannya.
“ maksudmu utuh, begitu?Yyaa...seperti yang kukatakan tadi, kalu kurang  percaya cobalah,  dengan berendam di sungai, lalu perbuatlah, kurasa tidak semua orang bisa, aku berharap kau bisa, bisa meniru dan menghasilakan yang sempurnya” orang tua itu lalu pergi dan Pras berteriak:
” terimakasih pak! Apakah bapak pernah mencoba?”  
 “aku hanya menjalani hidup dan mengamati.” Jawab orang tua itu  sambil meninggalkan Pras.

Pras kelihatan kagum melihat orang itu, kagum dalam mengimbangi  apa yang dipikirkannya dalam waktu sesaat Pras dapat belajar dari sindiran orang  yang lewat dan tanggapan orang tua itu. Pras mengeluarkan buku skripnya, mulai menulis  dan mengamati benda itu dan mencatat penggalaman dengan orang tua itu , tiba-tiba  muncul seorang pembantu rumah itu  “mas ! sampeyan gila ya? Masak sejak pagi hanya menunggui barang kayak gitu”  -“ tenang mbak .. , kalau perlu sapunya kuganti nanti, yang penting  mbak beri aku kesempatan  untuk hari ini saja”  -bukan begitu, kalau  nyonya atau  bapak pulang  sampaean di usir, dikira orang gila lho”  - “nggak papa” sahut Pras, bersamaan dengan itu lewat orang  seorang setengah baya sambil memantau apa yang dikerjakan Pras disitu “wah!”  katanya lalu pergilah dia.

Pras masih dengan asyiknya  memperhatikan dengan obyek itu  seorang  berbadan  kekar menghampirinya  sambil marah menegurnya  “hei  mas! apaan disitu ?”  katanya, lalu orang itu datang sambil menarik krag baju Pras. Pras terkejut dan diam saja.  “kau pergi dari sini ! “ – “Pak siapa apa salah  saya ?“ kata Pras – “ aku pengacara, kau bisa kutuntut dengan perbuatanmu”  kata orangitu  - “ Pak orang mana ? bukan orang sini kan ? bagaimana  pak  cara pak mau nuntut saya” tanya Pras. “ aku orang sini, tuh! Rumah saya” sambil menunjuk  dimana Pras tinggal. Orang itu diam saja  dan melepas pegangan tangannya lalu pergi. Pras diam saja dan masih asyik dengan obyek penelitiannya. Beberapa langkah  orang  yang mengaku Pengacara itu  menoleh kepada Pras. Melihat Pas tidak memperhatikan  dirinya  dan masih asyik denga perbuatannya orang itu makin panas hati. Ia kembali  mendekati Pras, Pras tidak memperhatiakan  orang  yang mengaku Pengacara itu. Orang  yang mengaku Pengacara itu pergi lagi meninggalkan Pras.  Sesaat orang  yang mengaku Pengacara itu kembali lagi kali ini Pras tahu tetapi ia cuek saja sambil bergumam “ inilah hidup tanpa konsep”.

Tidak  sebarapa lama Pemilik rumah dimana Pras mangkal  datang  melihaat apa yang dilakukan Pras. Orang itu hanya melihat kegiatan Pras tidak mengganggu dan Pras  tidak pernah tahu  dan tidak merasa diperhatikan oleh orang itu. Pras asyik dengan obyek penelitiannya dengan sambil  berbicara sendiri.

Tiga anak kecil yang tadi tertawa sambil menuding  lewat, rupanya mereka baru plang sekolah. Memperhatikan itu mereka heran melihat Pras yang  sejak mereka berangkat sekolah sampai  pulang sekolah  masih melihat Pras asyik dengan  obyeknya. Tiga anak kecil tertawa terbahak-bahak menuding Pras, menuding perbuatan Pras, menuding Pras yang gila, menuding Pras yang aneh. Pras hanya senyum saja “ini kenikmatan kata Pras”.

Tak seberapa lama dua orang Polisi  datang menghampiri Pras  sambil “saudara ditangkap”  -“ apa ? Saya ditangkap ? apa salah saya?”  - “nati kita jelaskan di kantor Polisi”
“ tidak bisa !” aku tidak berbuat  yang melanggar hukum, atas dasar apa anda menangkap saya”  - “ini suratnya,  nanti kita jelaskan di kantor Polisi” kata seorang Polisi. Sesaat Pemilik rumah melerai “ Pak, ini anak sini, itu rumanya” sambil menunjuk rumah Pras. “Sejak pagi dia disini dan tidak mengganggu orang disini” –“ ini saya lakukan berdasarkan tugas  ini surat tugas saya dan salinannya  sudah dibawa yang bersangkutan” kata polisi kepada  pemilik rumah tempat Pras mangkal.  Tangan Pras diborgol, Pras berjalan dikawal dua oang Polisi naik  mobil Polisi.

Di kantor Polisi, borgol dilepas. Pras duduk dihadapan penyidik. Sepintas Pras melihat orang  yang mengaku Pengacara  di kantor polisi. Pras diinterogasi: “ Nama Saudara ?” –“Prastowo”  Tempat Tinggal ?” –“ Karang Rej o Sawah V/17” – “Pekerjaaan ?” – “ belum bekerja, masih kuliah di Fakultas Sastra dan seni “ - “saudara ditangkap, apakah saudara tahu kesalahan saudara “  - “tidak Pak.”  - “saudara diadukan telah melanggar tata susila”  -“apa itu  Pak? Tata susila yang mana yang saya langga ? Saya tidak menodai gadis anak orang, tidak berbuat mesum, kok saya diadukan melanggar tata susila ? ” –“ apa yang yang anda lakukan  saaat anda ditang kap?” – “sedang melakukan penelitian”  -“Penelitian ?”  - “ Ya, pak kurang lebih 35 cm bulat panjang diameter kurang lebih satu setengah senti, hampir melingkar, warna cerah; Rupanya masih baru”  - “Penelitian apa itu ?”  -“ yang panjangnya kurang lebih 35 senti, bulat panjang diameter kurang lebih satu setengah senti, hampir melingkar, warna cerah itu  tinja ”  -“tinja?, jangan mai-main kau !” sipenyidik itu membentak,  berekspresi marah dan Pras merasa ketakutan dalam hatinya gemetar, hati  Pras berkecamuk, kalau-kalau  ini benar-benar pelanggaran susila, atau dianggap mempermainkan polisi penyidik. Melihat Pras ketakutan polisi penyidik itu  mengubah ekspresinya menjadi ramah. “maaf mas saya tidak marah pada anda tetapi saya marah kepada pelapor” .  Legalah hati Pras.  “ Trus bagaimana  denga saya pak, saya telah dirugikan karena  belum tentu tiga bulan lagi saya bisa menemukan” . Polisi penyidik itu menjadi penasaran




Tidak ada komentar:

Posting Komentar