Rabu, 19 Januari 2011

DRAFT SKRIPSI

 


KAJIAN FILOLOGIS LONTAR YUSUF
DISERTAI ANALISIS DALAM
KARAKTER PUISI JAWA


OLEH:

EUNIKE YOANITA
NIM 120710071

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2010

KATA PENGANTAR

            Segala Puji Syukur kepada Yesus Kristus untuk setiap kasih dan berkat yang tak pernah habis. Untuk setiap waktu yang boleh terlalui dengan penuh rasa syukur dan senyuman.
            Dengan segala kerendahan hati dan ucapan syukur, akhirnya Kerangka Skripsi yang berjudul “Kajian Filologis Lontar Yusuf Disertai Analisis Dalam Karakter Puisi Jawa”, bisa terselesaikan meskipun tidak sedikit hambatan yang datang namun tidak serta merta menyusutkan semangat penulis untuk tetap berusaha.
            Penghargaan dan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya tentu tidak akan penulis lupakan kepada banyak pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penyusunan Kerangka Skripsi ini. Semoga Proposal ini berkenan di hati Bapak/Ibu Dosen Pembimbing sehingga bisa kami lanjutkan hingga dalam tahap proses penulisan Skripsi sebagai tugas akhir menempuh Pendidikan Sarjana.
            Akhirnya, penulis menyadari bahwa kerangka ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu saran dan kritik akan sangat membantu dalam penyempurnaan proses penulisan skripsi ini. Penulis berharap hasil penelitian ini bisa memberi manfaat bagi pembaca sekalian.

Surabaya, 16 Desember 2010

                                                                                                            Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

1.   1 Latar Belakang Masalah
            Dewasa ini kecenderungan makin berkurangnya jumlah naskah karena banyak naskah yang rusak, hancur atau musnah yang tidak mungkin lagi diketahui kandungan isinya makin besar. Ada pula yang disebabkan akibat kesengajaan (dibakar, tidak dipelihara), dan adapula karena kelalaian pemiliknya, dan sebab-sebab lain. Sejumlah besar naskah yang rusak, hancur, atau musnah belum sempat diteliti secara mendalam.
Salah satunya Lontar. Naskah Lontar dibuat dari kulit daun yang telah dikeringkan, diluruskan, kaku seperti kayu. Huruf-huruf yang tertoreh di situ dibuat dari sebilah pisau kecil dinamakan pengutik. Huruf itu dapat tampak jelas karena kemudian kulit daun dioles dengan minyak kemiri berwarna hitam sampai cairan itu meresap ke dalam goresan. Maka dari itu Lontar, seperti kita ketahui, tak seawet prasasti yang ditulis pada batu.
Naskah Lontar Yusuf, yang menjadi objek penelitian (selanjutnya disebut teks LY) dikategorikan sebagai naskah yang mendapat pengaruh Islam, hal ini bisa dilihat dari isi dari teks tersebut.
Kondisi teks LY saat berada di tangan peneliti masih dalam keadaan utuh, meskipun terdapat beberapa lembar lontar yang hilang, yang diketahui setelah mengurutkan nomor yang terdapat di bagian tepi naskah ternyata ditemukan beberapa nomer yang hilang. Selain itu terdapat satu lembar lontar yang robek di bagian tepi kiri dan kanan kira-kira 1/8 bagian dan di bagian atas.
     Tidak ditemukannya judul naskah pada teks LY, sebagaimana naskah-naskah lain disebabkan oleh beberapa hal, antara lain, pengarang memang tidak mencantumkan judul naskah (pada naskah otograf), penyalin lupa menuliskan judul atau karena naskah berbentuk bunga rampai, sehingga penyalinnya tidak mencantumkan judul karena isinya meliputi berbagai hal. Karena ketiadaan judul naskah, untuk menentukan atau menetapkan judul naskah bisa ditempuh dengan cara membaca atau meneliti bagian teksnya secara tersurat maupun tersirat (Hermansoemantri, 1986: 3).
           Naskah LY merupakan naskah yang diteliti dari koleksi Museum Blambangan Banyuwangi, yang menurut petugas Museum diperoleh dari Bapak Sahuni. Berdasarkan informasi yang didapat dari Bapak Sahuni, beliau mendapatkan naskah itu dari beberapa orang yang ternyata berusaha menyelundupkan beberapa benda purbakala termasuk naskah tersebut ke Malaysia. Teks LY terdiri dari 90 lembar recto verso dikurangi bagian sampul atas dan sampul bawah.
            Alasan pemilihan teks LY sebagai objek penelitian, adalah selain sebagai sarana pelestarian naskah lama yang menjadi tradisi kesenian di Banyuwangi, juga karena teks LY sebelumnya belum pernah dikaji, sehingga belum dihasilkan edisi teks yang baik. Selain itu, teks LY merupakan teks hasil pengaruh Islam yang masih terlihat menonjolkan kebudayaan Jawa yang menceritakan perjalan hidup Nabi Yusuf.

1.2 Perumusan Masalah dan Batasan Masalah
     1.2.1 Perumusan Masalah
            Dari latar belakang di atas, maka penelitian teks LY menitik beratkan pada:
1.      Bagaimanakah kajian filologis yang representatif terhadap teks LY?
2.      Bagaimanakah analisis karakter puisi jawa teks LY?

1.2.2 Batasan Masalah
       Agar di dalam penelitian terhadap teks SY ini tidak melebar dan tetap fokus maka akan dibatasi dalam dua lingkup, yaitu: a) penelitian secara filologis, dan b) analisis karakter puisi Jawa.

1.3 Tujuan Penelitian
            Dari perumusan masalah di atas maka didapat beberapa tujuan penelitian, yaitu:
1.      Menghasilkan kajian filologis yang representatif terhadap teks LY.
2.      Menghasilkan analisis karakter puisi jawa terhadap teks LY.

1.4 Sumber Data
            Setelah menentukan objek penelitian, dilanjutkan dengan mencari sumber primer dan sumber sekunder yang berkaitan dengan penelitian, sumber data yang dimaksud adalah naskah yang akan dijadikan objek penelitian, majalah, koran, buku atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan Lontar Yusuf.
            Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objeknya, dalam penelitian ini naskah yang dijadikan data primer adalah naskah Lontar Yusuf (teks LY) yang diperoleh dari koleksi pribadi Museum Blambangan Banyuwangi, sedangkan data sekunder adalah data yang diproleh tidak langsung dari objek atau bisa disebut data yang diperoleh dari sumber lain, bisa berupa majalah, koran atau buku-buku yang menunjang penelitian dan berkaitan dengan LontarYusuf.

1.5 Metode Penelitian
                        Metode adalah cara yang teratur, terpikir baik-baik untuk mencapai sesuai maksud atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Alwi, 1991: 580).
            Penggunaan metode penelitian dalam penelitian ini meliputi metode penelitian filologis, digunakan untuk menentukan metode suntingan teks yang tepat, dan metode penelitian sastra dugunakan untuk menganalisis isi dari teks LY.

     1.5.1 Metode Suntingan Teks
       Penyuntingan teks merupakan kegiatan menyajikan kembali teks yang biasanya disertai dengan catatan yang berupa aparat kritik, kajian bahasa, naskah, ringkasan isi naskah, bahasa teks, dan terjemahan teks dalam bahasa nasional apabila teks disajikan dalam bahasa daerah, dan dalam bahasa internasional apabila disajikan untuk dunia internasional (Barried, 1983: 30). Salah satu tujuan penelitian teks LY adalah menyajikan suntingan yang representatif agar bisa dinikmati masyarakat umum, sementara itu melihat kondisi naskah dimana terdapat bagian-bagian yang tidak utuh (incomplete) maka metode suntingan yang digunakan dalam teks LY adalah metode suntingan diplomatik.
       1.5.1.1 Metode Suntingan Teks Diplomatik
                Metode suntingan teks diplomatik, yaitu menerbitkan suatu naskah seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan, dengan membuat transliterasi setepat-tepatnya, tanpa menambahkan sesuatu (Barried, 1983: 68). Dari segi teoritis, metode ini paling murni karena tidak ada campur tangan dari pihak editor, namun dari segi praktis suntingan ini kurang bisa membantu pembaca.
      
     1.5.2 Metode Penelitian Sastra
            Setelah melakukan penelitian secara filologis, dilanjutkan dengan analisis tembang Asmarandhana terhadap isi teks LY.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis teks LY adalah:
1.      Melakukan tahap pembacaan sastra
-          Melakukan pembacaan literature yang berhubungan dengan Lontar Yusuf, naskah Islam, puisi-puisi Jawa
-          Merumuskan pokok bahasan yang mendapat pengaruh Islam, Jawa dan kesenian.
2.      Menganalisis isi dari teks LY, dengan tahap-tahap sebagai berikut:
-          Mendeskripsikan isi teks LY yang merupakan hasil sinkritisme antara Islam dan Jawa.
1.6 Landasan Teori
            Filologi merupakan ilmu yang berhubungan dengan studi teks yang dilakukan dalam rangka mengungkapkan hasil budaya masa lampau yang tersimpan dalam peninggalan yang berupa karya tulisan. Studi filologi masih merupakan konsep filologi dengan pengertian studi teks dengan tujuan melacak bentuk-bentuk teks, namun pada akhir abad ke-20 studi filologi berkembang dengan mempertimbangkan kondisi teks dan naskah yang ada.
            Pemaknaan dalam karya sastra tidak bisa terlepas dari situasi kesejarahan dan kerangka social budaya karena karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1981: 11). Maka untuk mendapatkan pemaknaan yang optimal harus memperhatikan kerangka social budaya masyarakat yang tercermin dalam suatu tanda dalam karya sastra (Pradopo, 1999: 126)
1.7 Sistematika Penyajian
Guna memberikan gambaran yang jelas dari masing-masing bab yang saling berkaitan, adapun sistematika pembahasan yang dimaksud adalah:
     Bab I               : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pentingnya penelitian, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, sumber data, metode penelitian serta landasan teori.
     Bab II             :    Deskripsi Naskah, membahas pengantar deskripsi dan deskripsi naskah yang berpedoman pada identifikasi naskah-Hermansoemantri.
     Bab III            :    Kritik Teks, meliputi pengantar kritik teks, kritik teks serta aparat kritik.
     Bab IV            :    Suntingan Teks, meliputi pengantar Suntingan teks dan menyajikan suntingan teks LY.
     Bab V             :    Terjemahan Teks LY
     Bab VI            :    Analisis karakter puisi Jawa, pada bab ini diharapkan peneliti mendapatkan temuan-temuan makna dalam teks LY.
     Bab VII          :    Penutup, berisi hasil simpulan penelitian dan saran-saran.        















DESKRIPSI NASKAH

                        Dalam penelitian filologi setelah menentukan naskah yang akan diteliti, maka dilanjutkan pada tahap uraian atau deskripsi naskah yang menjadi sasaran penelitian. Pendeskripsin haruslah dilaporkan selengkap mungkin karena kelengkapan naskah dapat menggambarkan kelengkapan kesejarahan naskah dan teks.
                        Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2001: 260) deskripsi berarti pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci. Menurut Djamaris (1972:25) deskripsi atau identifikasi naskah adalah menjelaskan secara singkat dan terperinci hal-hal mengenai keadaan naskah, kertas, watermark (cap kertas), dan catatan lain tentang naskah serta pokok-pokok dari isi naskah.
                        Peneliti naskah, baik yang mempunyai tujuan mempublikasikan atau penyusunan karya, hendaknya secara lengkap dan cermat mendeskripsikan naskah yang akan diteliti (Hermansoemantri, 1986: 1). Untuk memperoleh kejelasan dalam mendeskripsikan naskah, maka deskripsi naskah Lontar Yusuf (LY) berpedoman pada Hermansoemantri yang meliputi:

1.                   Judul Naskah
2.                   Nomor naskah
3.                   Tempat Penyimpanan Naskah
  1. Asal Naskah
  2. Keadaan Naskah
  3. Ukuran Naskah

7.                   Tebal Naskah
8.             Jumlah Halaman dan Baris per Halaman
9.                   Huruf, Aksara, Tulisan
10.               Cara Penulisan
11.               Bahan Naskah
12.               Bahasa Naskah
  1. Bentuk Teks
  2. Umur Naskah
  3. Pengarang/Penyalin
  4. Asal-usul Naskah
  5. Fungsi Sosial Naskah
  6. Ikhtisar Teks/Cerita

            Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan terperinci dalam deskripsi naskah LY, berikut ini dikemukakan penjelasannya:

1.        Judul Teks
     Dapat dikatakan hamper sebagian besar naskah Nusantara, terutama yang relatif sudah tua, tidak memiliki judul naskah secara eksplisit dan tersendiri, dalam arti judul tersebut tidak tercantum, baik pada sampul naskah, lembaran naskah tersendiri maupun pada awal teks. Tidak sedikit naskah yang lembaran awal, tengah maupun lembaran akhir yang hilang, terlepas atau rusak, sehingga tidak dapat ditentukan atau diketahui judul naskah (Hermansoemantri, 1986: 2-3). Naskah LY merupakan salah satu naskah yang mengalami nasib serupa, yaitu tidak ditemukannya judul pada naskah tersebut.
     Tidak ditemukannya judul naskah pada teks LY, sebagaimana naskah-naskah lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pengarang tidak mencantumkan judul naskah (pada naskah otograf), penyalin lupa menuliskan judul atau karena naskah berbentuk bunga rampai, sehingga penyalinnya tidak mencantumkan judul karena isinya meliputi berbagai hal.
     Menurut Hermansoemantri (1986: 3) untuk menentukan atau menetapkan judul naskah, cara yang sering ditempuh antara lain dengan membaca atau meneliti bagian teks yang menyebutkan judul, baik secara langsung maupun tidak langsung pada judul naskah, selain itu juga berdasarkan isi naskah yang bersangkutan, yang biasanya dikaitkan dengan tokoh dalam naskah, serta latar atau setting yang mendominasi cerita dalam naskah.
     Sebelum peneliti menentapkan judul naskah yang menjadi objek penelitian, maka peneliti melakukan proses pembacaan teks yang bersangkutan. Dari hasil proses pembacaan lembar pertama dibuka dengan sebuah salam “Bismillah ingsun mimitahani hyang sutatwa……” namun dikarenakan informasi yang belum cukup karena beberapa halangan yang menyebabkan perumusan judul diantaranya adalah keterbatasan waktu penelitian amaka peneliti belum mampu merumuskan judul dari pada teks tersebut yang hanya bisa peneliti sebutkan sebagai “Lontar Yusuf”. Hal ini disebabkan kesulitan pembacaan pada teks yang terdapat naskah tersebut dikarenakan kondisi tulisan yang sudah hampir menyatu dengan bahan naskah.

2.        Nomor Naskah
     Naskah LY merupakan koleksi Museum Blambangan Banyuwangi namun karena begitu minimnya koleksi mengenai naskah di Museum Blambangan Banyuwangi maka tidak ada nomor naskah seperti naskah koleksi perpustakaan atau Museum pada umumnya.

3.        Tempat Penyimpanan Naskah
     Pada umumnya naskah-naskah tersimpan di perpustakaan-perpustakaan, baik di perpustakaan Negara (nasional), daerah (lokal), universitas, maupun di perpustakaan milik suatu badan atau lembaga tertentu (Hermansoemantri, 1986: 9). Di samping itu untuk naskah yang menjadi koleksi pribadi, biasanya disimpan di tempat pribadi pemiliknya. Demikian halnya dengan naskah LY yang statusnya sebagai koleksi Museum Blambangan Banyuwangi.
     Naskah LY adalah koleksi dari Museum Blambangan Banyuwangi.

4.        Asal Naskah
            Yang dimaksud dengan “asal naskah” ialah dari mana naskah itu berasal, baik naskah yang tersimpan sebagai koleksi umum di perpustakaan atau museum maupun sebagai milik atau koleksi pribadi/perseorangan (Hermansoemantri, 1986: 11).
            Naskah LY merupakan naskah yang diteliti dari koleksi Museum Blambangan Banyuwangi, yang menurut petugas Museum diperoleh dari Bapak Sahuni. Berdasarkan informasi yang didapat dari Bapak Sahuni, beliau mendapatkan naskah itu dari beberapa orang yang ternyata berusaha menyelundupkan beberapa benda purbakala termasuk naskah tersebut ke Malaysia. Berkat kesigapan Bapak Sahuni maka penyelundupan naskah tersebut beserta benda-benda purbakala lainnya berhasil digagalkan dan diserahkan kepada Museum Blambangan Banyuwangi. Naskah tersebut ditemukan pada tahun 1970 di Desa Gambor, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten banyuwangi.

5.        Keadaan Naskah
     Yang dimaksud dengan keadaan naskah ialah wujud fisik naskah, biasanya untuk menggambarkan hal ini dipakai istilah utuh, tidak utuh, baik, atau rusak. Naskah yang dikategorikan utuh ialah naskah yang keadaannya sempurna seperti semula, yaitu lengkap (complete), dalam arti tak terdapat lembaran-lembaran naskah yang hilang dan keadaannya baik, dalam arti tidak rusak. Sementara yang dimaksudkan dengan naskah yang dikategorikan tidak utuh, yaitu naskah yang keadaannya sudah tidak sempurna lagi dibandingkan dengan keadaan naskah semula, yaitu tidak lengkap (incomplete) atau rusak (damaged).
Naskah yang dikategorikan rusak ialah naskah yang lembaran-lembaran naskahnya, baik sebagian maupun seluruhnya rusak, dalam arti tersobek-sobek mungkin karena termakan usia, lapuk, dan mudah terpatah-patah dan patahan-patahannya itu terlepas lalu hilang, atau lembaran-lembarannya berlubang-lubang karena termakan bubuk atau ngengat (Hermansoemantri, 1986: 15-16)
     Kondisi naskah LY saat berada di tangan peneliti sepintas masih dalam keadaan utuh, karena dari sampul naskah awal hingga akhir keadaan naskah tersebut masih baik. Begitu juga dengan keropak atau tempat naskah itu disimpan masih bagus. Secara fisik, keadaan naskah LY sudah menguning dan agak kecokelatan meskipun pada bagian tepi beberapa lembaran terlihat keropos namun tidak sampai mengenai bagian dalam lembaran yang terdapat tulisan. Seperti yang telah dijelaskan pada awal pendahuluan bahwa Lontar tak seperti prasasti yang terbuat dari batu. Lontar dibuat dari kulit daun yang telah dikeringkan, diluruskan, kaku seperti kayu. Huruf-huruf yang tertoreh di situ dibuat dari sebilah pisau kecil dinamakan pengutik. Huruf itu dapat tampak jelas karena kemudian kulit daun dioles dengan minyak kemiri berwarna hitam sampai cairan itu meresap ke dalam goresan. Jadi sangat dimaklumi jika setelah perputaran waktu yang begitu lama kondisinya pun semakin rapuh.
Namun, dari 93 lembar tersebut terdapat 1 lembar yang di bagian kiri dan kanannya terpotong hingga hampir 1/8 bagian. Selain itu hanya terdapat 70 lembar naskah saja yang terdapat aksara huruf, setelah di urutkan terdapat lebih kurang 4 lembar yang hilang. Lembar yang lainnya tidak terdapat aksara huruf.

6.        Ukuran Naskah
            Ukuran naskah terdiri atas dua macam, yakni:
          a. Ukuran lembaran naskah, yaitu ukuran panjang dan lebar lembaran (bahan) naskah.
              Ukuran lembaran naskah LY 40 x 3,5 cm.
          b. Ukuran ruang tulisan atau teks, yaitu ukuran panjang dan lebar ruang tulisan atau teks pada suatu lembar atau halaman naskah. Ukuran teks LY belum diketahui.

7.        Tebal Naskah
            Teks LY terdiri dari 90 lembar recto verso dikurangi bagian sampul atas dan sampul bawah. Penomoran halaman pada teks LY diberikan sendiri oleh Penulis/penyalin hanya 70 lembar pertama karena pada lembar seterusnya hingga lembar terakhir tidak ditemukan penomoran halaman.

8.        Jumlah Baris per Halaman
            Tebal naskah ialah jumlah halaman atau lembaran yang berisi teks atau yang ditulisi, sekalipun hanya satu baris atau satu kata saja tertulis pada halaman atau lembaran tersebut (Hermansoemantri, 1986: 24)
            Teks LY berjumlah 90 lembar recto-verso dan rata-rata jumlah baris per halaman pada teks LY adalah 4 baris/halaman.


9.        Huruf, Aksara, Tulisan
     Naskah-naskah Nusantara ditulis dalam berbagai jenis atau macam tulisan (script), baik yang bersumber dari tulisan India,  sebuah tulisan yang merupakan perkembangan dari tulisan Pallawa, misalnya tulisan Sunda-Kuno, tulisan Jawa Kuno atau tulisan Kawi, maupun yang bersumber dari tulisan Arab, misalnya tulisan Jawi, Pegon, dan tulisan Gundhul.
     Aksara Jawa atau dikenal dengan istilah Hanacaraka atau carakan adalah aksara turunan dari aksara Brahmi yang digunakan atau pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, bahsa Madura, bahasa Sunda, bahasa Bali dan bahasa Sasak (Wikipedia.org 5 Desember 2009).
Deskripsi huruf dan tulisan Teks LY:
  1. Jenis Huruf                  : Carakan
  2. Ukuran Huruf              : penentuan ukuran huruf bersifat relatif, pada teks LY, ukuran huruf termasuk dalam kategori kecil (small). Dari pengamatan terlihat ukuran huruf kecil.
  3. Bentuk Huruf              : sementara itu, bentuk atau letak huruf pada teks LY dikategorikan hurufnya agak miring.
  4. Keadaan Tulisan          : keadaan tulisan pada teks LY, secara garis besar agak kurang jelas dikarenakan ukuran tulisan yang dikategorikan kecil, bentuk hurufnya pun sudah mulai memudar dan hampir menyatu dengan bahan naskah karena usia naskah. Tetapi kemungkinan besar secara keseluruhan teks LY bias dibaca meski harus menggunakan bantuan alcohol dan kaca pembesar.
  5. Jarak Antar Huruf       : jarak antar tulisan antar baris dalam setiap halaman tergolong rapat.
  6. Bekas Pena                  : bekas pena pada teks LY bias dikategorikan tipis.
  7. Warna Tinta                 : warna tinta yang digunakan dalam penulisan teks LY adalah hitam dan tidak ditemukannya warna lain dalam penulisan pada teks tersebut.
  8. Pemakaian tanda baca : peneliti belum bias menentukan tanda baca apa saja yang dipakai karena keterbatasan media, waktu dan ijin untuk meneliti naskah lebih lanjut.

10.    Cara Penulisan
            Cara penulisan teks LY mayoritas sama dengan cara penulisan dalam naskah-naskah lontar lainnya. Cara penulisan, antara lain:
  1. Pemakaian lembaran naskah untuk tulisan:
            Penulisan teks LY, pada lembaran naskah secara recto (latin ‘lurus, menjurus, langsung) dan verso (‘memutar, bolak-balik’), atau dengan kata lain menulisi bagian muka dan belakang kertas secara bolak-balik.
  1. Penempatan tulisan pada lembaran naskah, cara menempatkan tulisan pada halaman naskah (Hermansoemantri, 1986: 58) :
            Sebagian besar penulisan teks LY ditulis kea rah panjangnya, artinya teks itu ditulis sejajar dengan panjang pada lembaran naskah.
  1. Pengaturan ruang tulisan:
            Penulis belum bias menjelaskan pengaturan ruang tulisan.
11.    Bahan Naskah
            Dilihat secara fisik, bahan teks LY adalah daun lontar atau rontal. Kualitas bahan teks LY terlihat sangat bagus dan tebal, hal ini bias dilihat dengan penulisan secara recto verso atau menulisi bagian muka dengan belakang lontar secara bolak-balik.

12.    Bahasa Naskah
            Naskah-naskah Nusantara tertulis dalam berbagai bahasa, pada umumnya bahasa yang dipakai dalam karya sastra adalah bahasa yang dipakai masyarakat pada saat karya tersebut diciptakan. Bahasa yang dipakai untuk penulisan teks LY adalah bahasa Jawa. Menurut Hermansoemantri (1986: 80-82) dalam mendeskripsikan bahasa naskah hendaknya dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
  1. Klasifikasi bahasa naskah
  2. Jenis bahasa naskah
  3. Pengaruh bahasa lain terhadap bahasa naskah
  4. Keterpahaman akan bahasa
Namun jika melihat sepintas isi teks, bahasa yang digunakan bisa dikatakan masuk dalam periodisasi Sastra Jawa Baru. Bani Sudardi dalam Makalahnya yang berjudul “Pelestarian Naskah Jawa : Sebuah Problematik”*[1] mengatakan bahwa :
 Sastra Jawa Baru adalah sastra Jawa yang sudah meninggalkan bahasa Jawa kuna dan menggunakan bahasa Jawa Baru (harap dibedakan dengan Bahasa Jawa Modern). Sastra Jawa Baru ini muncul pada sekitar akhir Majapahit dan awal Demak. Karya sastra yang muncul berupa tembang dan sudah bernuansakan Islam dengan munculnya Suluk, Serat Menak, dan sebagainya.


13.    Bentuk Teks
            Terdapat tiga bentuk teks pada naskah-naskah Nusantara, yaitu prosa (prose), puisi (verse, poetry), dan prosa berirama (rhythmic/rhythmical prose) yang kadang-kadang disebut juga bahasa berirama atau prosa lirik (Hermansoemantri, 1986: 82-83).
            Namun peneliti masih belum bisa memberi penjelasan dikarenakan keterbatasan media, waktu dan ijin yang dibutuhkan untuk penelitian.
14.    Umur Naskah
            Naskah-naskah Nusantar umumnya tidak menyebutkan waktu penulisannya atau penyalinannya. Dengan demikian, umur naskah hanya dapat ditelusuri dan dirunut berlandaskan dari dalam (interne evidentie) dan keterangan dari luar (externe evidentie) (Hermansoemantri, 1986: 102).
            Secara tersurat umur teks LY tidak diketahui, karena tidak ditemukannya kolofon pada teks LY. Namun berdasarkan dari informasi dari pihak Museum naskah tersebut ditulis pada jaman Majapahit yaitu sekitar abad 14. Masih belum diketahui kebenaran tersebut apakah usia naskah tersebut atau usia teks tersebut karena belum dilakukan penelitian secara ilmiah mengenai umur naskah.

15.    Pengarang/Penyalin
            Identitas pengarang, terutama nama pengarang atau penyalin naskah, sekalipun pada umumnya anonym sangat perlu dicatat atau diketahui dalam penelitian naskah (Hermansoemantri, 1986: 110). Teks LY merupakan salah satu naskah yang anonym atau tidak diketahui nama pengarang atau penyalinnya.
            Ketiadaan atau tidak tercantumnya nama pengarang atau penyalin pada sebuah naskah bias disebabkan dua hal. Pertama, karena kesengajaan dari pengarang, atau penyalin yang tidak mencantumkan namanya dalam teks. Sebab kedua, bisa terjadi karena keadaan fisik naskah yang sudah tidak utuh atau tidak sempurna lagi dibandingkan dengan keadaan semula.
       Namun berdasarkan informasi yang di dapat dari pihak museum, naskah LY ditulis oleh Ki Sidopati dari Majapahit. Namun belum bisa dibuktika kebenarannya karena belum adanya penelitian secara ilmiah.

16.    Asal-Usul Naskah
            Pendataan tentang asal-usul atau sejarah naskah akan memberikan dampak positif bagi peneliti, peminat, dan pemanfaat naskah, karena data-data tersebut sangat perlu untuk meninjau naskah dalam konteksnya (Hermansoemantri, 1986: 112).
            Teks LY adalah koleksi dari Museum Blambangan Banyuwangi yang didapat dari Bapak Sahuni dari Desa Gambor, Kecamatan Singojuruh, kabupaten Banyuwangi.

17.    Fungsi Sosial Naskah
            Lontar Yusuf merupakan salah satu tradisi yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi dikenal dengan mocoan Lontar. Tradisi ini berbentuk bacaan yang menceritakan kehidupan nabi Yusuf dengan seluruh aspek petunjuk kehidupan. Sebelum ditemukan kertas, bacaan itu awalnya ditulis di daun-daun lontar. Dalam perkembangannya, tulisan di atas daun lontar dituliskan kembali di kertas dan dibukukan seperti sekarang. Lontar Yusuf tersebut tersusun atas empat bagian (pupuh) yang masing-masing bercerita tentang kehidupan nabi Yusuf. Yakni, soal asmara (kasmaran), doa-doa (durma), alam dan kehidupan Yusuf terutama saat dinobatkan menjadi raja (Pangkur), dan saat Yusuf berada dalam penjara (sinom).
            Tidak ada yang tahu sejak kapan macaan lontar Yusuf ini mulai dilakukan masyarakat Kemiren. Diperkirakan tradisi ini muncul saat agama Islam memasuki Banyuwangi, yang dulunya dibawah kekuasaan Kerajaan Blambangan.

18.    Ikhtisar Teks
            Peneliti masih belum bisa memberi penjelasan dikarenakan keterbatasan media, waktu dan ijin yang dibutuhkan untuk penelitian.









DAFTAR PUSTAKA

Baried, Siti Baroroh. 1983. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
_______ dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas Seksi Filologi Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.
Chuluq, Chusnul. 2008. “Naskah Primbon: Suntingan Teks Disertai Analisis Semiotik.” SKRIPSI. Surabaya: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga.
Collins, James T. 2009. Bahasa Sansekerta dan Bahasa Melayu. Jakarta: KPG (Keputakaan Populer Gramedia) bekerjasama dengan École française d’Extrême-Orient.
Djamaris, Edward. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Manasco.
Hariwijaya, M. Ratih Sarwiyono. 2008. Wisdom for Classic Java-Serat Jayabaya. Yogyakarta: Media Wacana.
Hermansoemantri, Emuch. 1986. Identifikasi Naskah. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjajaran.
Koentjaraningrat. 1998. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
_______ .1999. Manusia dan Kebudayaaan Idonesia. Jakarta: Jambatan.
Kozok, Uli. 2009. Surat Batak, Sejarah Perkembangan Tulisan Batak Berikut Pedoman Menulis Aksara Batak dan Cap Sisingamangaraja XII. Jakarta: KPG (Keputakaan Populer Gramedia) bekerjasama dengan École française d’Extrême-Orient.
Krosney, Herbert. 2006. The Lost Gospel-Kisah Pencarian Injil Yudas. Jakarta: Gramedia.
Luxemburg,Jan.Van. 1984. Pengantar Ilmu sastra. Jakarta: Gramedia.               
Poerbatjaraka,R,M,Ng. Tjerita Pandji Dalam Perbandingan. Jakarta: Gunung
Agung.
Santoso,Soewito.1975. Calon Arang siJanda Dari Girah. Jakarta: Balai Pustaka.
Slametmulyana,R.B.1949. Bimbingan Seni Sastra. Jakarta: Groninngen.
Soelaeman, M. Munandar. 2001. Ilmu Budaya Dasar-Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.
Teeuw.A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.


* Dipresentasikan dalam Seminar Internasinoal Masyarakat Pernaskahan Nusantara, 27-28 Juli 2010 di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Penulis saat ini menjabat sebagai Kaprodi Program Magister Kajian Budaya, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar