Rabu, 19 Januari 2011

Study Mengenai Dr. J.L.A. Brandes dan Kakawin Negarakretagama


Telaah Naskah II




Eunike Yoanita
120710071

Departemen Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya
Unaiversitas Airlangga
Surabaya
2009


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “Study Mengenai Dr, J.L.A. Brandes dan Kakawin Negarakretagama”.
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu tugas atau persyaratan untuk penambahan nilai mata kuliah Telaah Naskah II di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya.
Penulis juga mengucapkan ucapan terimakasih kepada bapak dosen pengampu mata kuliah Telaah Naskah II, Bapak Mochamad Ali, S.S., M.A. Min juga semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas Telaah Naskah II ini.
Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun pihak lain yang membutuhkan.
Penulis menyadari di dalam pengerjaan tugas ini terdapat hal-hal yang mungkin kurang berkenan di hati pembaca. Oleh sebab itu penulis menyampaikan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan penulisan atau cetak. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangatlah peneliti harapkan.

Surabaya, 24 Maret 2009

Penulis





Pendahuluan

            Catatan sejarah menuliskan mengenai penguasaan Belanda terhadap Nusantara cukup lama, selama 350 tahun. Kebijakan Belanda yang terlalu menekan dan “sempit” menyebabkan keterbatasan kesempatan penduduk pribumi untuk melakukan penelitian-penelitian terhadap temuan-temuan sejarah bangsa yang menjadi keropak benang merah kejayaan Nusantara. Perhatian dan usaha mereka yang tercurah pada perdagangan terlalu eksklusif sehingga mereka tidak lagi memiliki perhatian pada peninggalan-peninggalan sejarah Nusantara. Ketidakpedulian rakyat pribumi ternyata sama besarnya dengan ketidakpedulian para pemimpin mereka, akibatnya sikap tersebut kemudian menelantarkan karya-karya para leluhur yang tidak dapat lagi mereka tiru. Hingga akhirnya karya-karya leluhur yang ternyata di beberapa abad ke depan memiliki nilai sejarah yang begitu tinggi itu berpindah tangan ke tangan penduduk asing. Hal ini tidak hanya menimbulkan kekecewaan pada generasi berikutnya namun juga menimbulkan kerugian secara materi dan menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan generasi berikutnya. Bagaimana mungkin bukti sejarah kejayaan Nusantara bahkan tidak dimiliki oleh bangsa sendiri namun dimiliki oleh bangsa lain. Keadaan itu menimbulkan kecemasan bagi generasi berikutnya akan terulangnya kembali peritiwa penjajahan ratusan tahun lalu meskipun penjajahan itu tidak dilakukan secara frontal namun tidak menutup kemungkinan jika invasi itu dilakukan dengan cara invasi secara ideology ataupun secara culture (kebudayaan) hanya karena ketidak pedulian kita akan sejarah bangsa. Penemuan akan salah satu dokumen sejarah bangsa oleh seorang Belanda membuka mata seluruh bangsa ini akan keterkaitan kejayaan Nusantara lama dengan pertumbuhan bangsa saat ini. Tak hanya itu, temuan itu berbagai lembaga dunia pun mengakui bahwa dokumen tersebut sebagai memori dunia. Lantas sebegitu berarti dan pentingnya dokumen tersebut bahkan lembaga dunia UNESCO pun mengakuinya?
Brandes dan Negarakretagama

Doktor Jan Laurens Andries Brandes atau yang lebih dikenal sebagai Dr. Brandes merupakan salah satu filolog Belanda yang menguasai benar mengenai Sastra Jawa Belanda juga merupakan seorang ahli linguistic komparasi (beliau belajar dari Van Der Tuuk mengenai konsep hukum RLD dan RDH yaitu konsep mengenai perbandingan bahasa) dan arkeologi. Dr. Brandes yang lahir pada tanggal 13 Januari 1857 itu memahami betul mengenai Historiografi Jawa. Ia juga menekuni prasasti-prasasti dan candi-candi, serta studi kepurbakalaan. Dengan kemampuan dan kejeniusannya itu, ia mempelajari Bahasa Jawa Kuno dan epigrafi di Universitas Leiden. Dan berkat kemampuannya itu maka Pemerintah Kolonial Belanda berkenan memanfaatkan kecerdasannya itu untuk tugas-tugas penelitian bidang kepurbakalaan dan menempatkannya di Hindia Belanda.
Selama masa hidupnya, Brandes pernah menjabat sebagai ketua Commisise in Nederlandsch-Indie voor Oudheidkundige Onderzoek op Java en Madoera yaitu badan yang menangani kekunaan di Jawa dan Madura pada tahun 1901. Brandes memiliki koleksi naskah sejumlah 761 buah dan diberi nomor dari br 1-br 665 sedangkan 72 diantara naskah koleksinya itu hilang. Isi dari koleksi naskah-naskah tersebut adalah mencakup berbagai Sastra Jawa maupun Melayu bahkan terdapat pula beberapa naskah berbahasa Arab, Parsi, dll. Selain itu sebagian besar naskah-naskah tersebut telah tersedia dalam format mikrofilmya. Koleksi-koleksi milik Brandes tersebut disimpan dalam sebuah lemari kayu jati yang memiliki 12 laci. Mengenai pokok-pokok persoalan yang diminatinya selama puluhan tahun mempelajari sejarah kesusasteraan dan kebudayaan lama di Indonesia beberapa topik yang menonjol ialah tentang prasasti Jawa Kuna, kalender Jawa dan pawukon serta liku-liku puisi Jawa (tembang) namun belum tersedia dalam bentuk mikrofilmnya.
Brandes yang lahir di Rotterdam menjadi terkenal atas penemuannya berupa Kakawin Negarakretagama. Padahal jauh sebelum menemukan Kakawin Negarakretagama, Brandes telah menemukan naskah Pararaton. Lantas bagaimana asal mula penemuan Kakawin Negarakretagama tersebut?
Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa Brandes adalah seorang sarjana Belanda yang paham betul mengenai Historiografi Jawa dan oleh karena itu Pemerintah Kolonial Belanda menugaskannya ke Hindia Belanda untuk meneliti penemuan-penemuan baru di bidang kepurbakalaan dan memahami artinya. Brandes diserahi tugas untuk menangani inkripsi-inkripsi berbahasa Sanskerta yang ditemukan pada penggalian di Kalasan dan Kali Bening, serta memimpin suatu komisi penelitian kepurbakalaan di Jawa dan Madura. Dalam usahanya meneliti serta memahami naskah-naskah klasik tersebut Brandes bertemu dengan naskah Pararaton. Setelah diteliti dan dipelajari, kesimpulan yang ia dapatkan mengenai naskah tersebut adalah bahwa Pararaton (tidak diketahui siapa pengarangnya) merupakan salah satu produk Sastra Jawa Kuno yang paling menarik perhatian, karena sebagai sebuah naskah, serat ini berdiri sendiri atau tidak ada padanannya. Serat Pararaton disebut juga sebagai Serat Katuturanira Ken Angrok memaparkan kisah raja-raja Tumapel dan Majapahit dengan segala kewibawaan dan kemegahannya. Naskah ini baru diterbitkan pada tahun 1896 oleh Brandes.
Penemuan naskah Negarakretagama hingga saat ini masih menjadi polemik bagi semua kalangan. Pasalnya terjadi kesimpang siuran mengenai kronologis penemuan naskah tersebut. Sebuah sumber mengatakan bahwa pada 19 November 1894 diantara puing-puing reruntuhan Puri Cakranegara, Lombok ditemukan naskah sastra yang ditulis di lembaran daun lontar sehari sebelum Puri Cakranegara jatuh dalam kekuasaan Belanda. Namun sumber lain menulis bahwa Brandes menyelamatkan isi perpustakaan Raja Lombok di Cakranegara sebelum istana sang raja akan dibakar oleh tentara KNIL. Selain itu ditemukan juga empat naskah lain yang serupa di beberapa geriya (kediaman pendeta Hindhu) di Bali. Namun naskah-naskah tersebut diduga merupakan turunan naskah Negarakretagama yang ditemukan di Puri Pamomotan Cakranegara. Polemik lain yang terjadi yaitu bagaimana Brandes menemukan naskah Negarakretagama tersebut. Di satu sisi sebuah sumber mengatakan bahwa penemuan naskah Negarakretagama ini diawali dengan Ekspedisi militer Belanda yang menggempur habisan-habisan puri atau istana di Cakranegara yang mengakibatkan kediaman raja Karang Asem, penguasa wilayah Lombok luluh lantak. Seperti diketahui bahwa Cakranegara merupakan pusat keagamaan Hindhu di Lombok yang sekarang telah menjadi pusat perniagaan di Kota Mataram. Disebutkan juga bahwa keberadaan Brandes di Lombok sebagai Pejabat Bahasa yang sedang berusaha mendapatkan naskah-naskah lama yang penting yang terdapat di lingkungan kerajaan-kerajaan Bali. Namun terdapat sumber lain yang menuliskan Brandes bahwa turut serta mengiringi ekspedisi KNIL dan ikut serta menyerbu istana Raja Lombok tersebut. Kesimpangsiuran itu mengakibatkan kerancuan dalam pemahaman sejarah bangsa karena tidak terdapat bukti-bukti yang kuat mengenai kebenaran dari pendapat tersebut.
Naskah Negarakretagama tersebut selesai ditulis pada bulan Aswina 1287 Saka atau sekitar bulan September-Oktober tahun 1365 Masehi oleh Mpu Prapanca seorang pujangga jawa abad ke-14 merupakan kakawin jawa kuna yang paling termasyur. Kakawin Negarakretagama.
Pada mulanya Kakawin Negarakretagama bernama Kakawin Desawarnana. Nama “krtagama” diambil Brandes dengan mengutip nama itu dari kolofon kata-penutup yang diciptakan oleh penyalin naskah aslinya. Negarakrtagama memiliki arti Negara yang berdasarkan tradisi suci, sedangkan desawarnana memiliki arti sejarah pertumbuhan dan perkembangan Negara. Lantas mengapa kedua nama itu memiliki arti yang berlawanan. Pemberian nama itu merujuk pada isi dari pada kakawin itu sendiri. Kakawin tersebut menguraikan keadaan di keraton Majapahit dalam masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, Raja Agung di Tanah Jawa dan juga Nusantara, beliau bertakhta dari tahun 1350-1389 Masehi pada masa puncak kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar yang pernah di miliki Nusantara. Sebagian besar teks menceritakan perjalanan sang Raja ke daerah Lumajang, Blambangan, Singosari. Selain itu disebutkan juga disitu wilayah-wilayah yang menjadi bagian daripada kerajaan tersebut yang menjadi wilayah dalam Nusantara. Negarakretagama adalah salah bukti sejarah pembangunan Majapahit khususnya dalam bidang kesusateraan. Naskah tersebut adalah gudang pengetahuan tentang sejarah Singhasari dan Majapahit.
Tampaknya Naskah tersebut sengaja digubah oleh Mpu Prapanca untuk mengagungkan Raja Majapahit selain itu Negarakretagama juga berisi mengenai rekaman sejarah kejayaan Kerajaan Majapahit, perjalanan Hayam Wuruk, hubungan keluarga raja, para pembesar Negara, jalannya pemerintahan, desa-desa pendidikan, keadaan ibu kota, keadaan desa-desa, penentu batasan kepulauan Nusantara serta keadaan sosial, politik, keagamaan, pemerintahan, kebudayaan dan adat istiadat sepanjang perjalanan Sang Prabu pada tahun 1359 Masehi. Semuanya itu dikumpulkan dan digubah menjadi sebuah karya sastra oleh Mpu Prapanca. Saat mengunjungi daerah-daerah kekuasaan kerajaan Majapahit tersebut. Naskah ini dimulai dengan pemujaan terhadap raja Wilwatika yaitu raja Majapahit yang disebut sebagai Siwa Budha atau Rajasanagara. Tujuh pupuh berikutnya berisi tentang raja dan keluarganya, sembilan pupuh kemudian berisi tentang istana dan kota Majapahit. Bagian paling panjang merupakan catatan perjalan Hayam Wuruk ke Lumajang (23 pupuh) yang dilakukan pada bulan Agustus sampai September 1359. sepuluh pupuh diantaranya berisi mengenai silsilah singkat raja-raja Singhasari dan Majapahit merupakan dua kerajaan yang tidak terpisahkan. Penulis mengakui bahwa Negarakretagama bukan buku pertama yang ditulisnya. Sebelumnya Prapanca yang saat menulis Negarakretagama belum bergelar Mpu menulis Parwasagara, Bhismasasranantya, Sugataparwawarmnana, dan dua kita lagi yang belum selesai yaitu Saba Abda dan Lambang.
Mengenai penulis Kakawin Negarakretagama sendiri yaitu Mpu Prapanca. Ia menulis Kakawin Negarakretagama sebelum ia bergelar Mpu. Lantas siapakah Mpu Prapanca? Polemik mengenai siapa sebenarnya jati diri Mpu Prapanca ternyata juga masih menjadi kontroversi seperti halanya penemuan Kakawin Negarakretagama. Suatu sumber menuliskan bahwa Mpu Prapanca adalah anak dari Mpu Nadendra namun sumber lain menuliskan bahwasannya Prapanca adalah nama samaran dari Nadendra. Mpu Prapanca adalah pejabat tinggi agama Budha yang bergelar Dharmadhyaksa ring Kasogatan seorang kawi (setara dengan sarjana terdidik) era Brawijaya III, yakni pada saat itu yang berkuasa adalah Dyah Hayamwuruk yang bergelar Sri Rajasanagara. Mpu Prapanca menggubah Kakawin Negarakretagama tersebut di Desa Kamalasan yang terletak di lereng gunung atas inisiatif Mpu Prapanca sendiri setelah diberhentikan dari jabatannya (dharmadhyaksa kasogatan) dalam usia muda dan kemudian meninggalkan ibu kota menjadi sang pertapa (kawi sunya) di pedesaan.
Kakawin Negarakretagama berisi 98 pupuh di tulis di atas daun lontar berukuran 48x33 cm ditulis dengan aksara bali dan bahasanya bahasa jawa Kuno. Sejarah naskah Kakawin Negarakretagama telah mengalami perjalanan panjang mulai pertama kali ditemukan dengan segera di bawa ke Belanda oleh Brandes dan disimpan di Leiden, diberi nomor kode L Or 5.023. Namun meskipun ditemukan pada akhir abad ke 19, baru pada tahun 1902 naskah Kakawin Negarakretagama ini diterbitkan dengan aksara Bali sesuai dengan aksaranya dan Bahasa Belanda oleh Brandes namun hanya sebagian. Lalu disusul upaya penerjemahan oleh Dr JHC Kern tahun 1905-1914, dilengkapi dengan komentar-komentarnya.
Pada tahun 1919, Dr NJ Krom menerbitkan utuh isi lontar Negarakretagama dan melengkapinya dengan catatan-catatan historisnya. Naskah Negarakretagama ini diterjamahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Prof Dr Slametmuljana dan disertai tafsir sejarahnya. Kemudian menyusul, Dr Th Pigeud yang menerjemahkan Negarakretagama ke dalam Bahasa Inggris. Pada tahun 1970, Ratu Juliana menyerahkan Naskah tersebut kepada Indonesia melalui Presiden Soeharto yang saat itu berkunjung ke Belanda. Hingga pada tahun 1979 ditemukan lagi naskah Negarakretagama di Bali oleh HIR Hinzler dan J Schoterman.
Kekuatan Negarakretagama terletak pada sajian mengenai masyarakat Jawa abad ke-14 dimana penulisnya menceritakannya dengan sudut pandang penulis adalah saksi mata dan menjadi bagian daripada peristiwa yang ditulis itu. 3 tahun setelah menerbitkan naskah Negarakretagama pada tanggal 13 Januari 1905 ia meninggal dalam usia cukup muda karena kegagalan liver sebelum ia sempat untuk mempublikasikan hasil penelitian dan kajiannya mengenai naskah Pararaton untuk edisi kedua naskah Pararaton (perlu diketahaui edisi pertama naskah Pararaton diterbitkan pada tahun 1896). Pada mulanya edisi kedua dari Pararaton ini akan dipergunakan Brandes dengan tujuan sebagai bukti pengukuhan kesarjanaannya.
Brandes dalam karya-karyanya yang merupakan hasil upayanya menimba bahan-bahan dari Pararaton, bukan hanya menambah pengetahuan kita saja mengenai sejarah Jawa, tetapi juga merupakan peletakan dasar baru bagi penulisan sejarah Jawa Kuno. Atas penemuan Negarakretagama itu, Brandes dianugerahi gelar “Bapak Studi Historiografi Jawa sebagai Disiplin Akademis”  dan naskah tersebut terdaftar dalam The Memory of the World Regional Register for Asia/Pasific dan disimpan di Perpustakaan Nasional Jakarta.










Penutup

Sejarah bangsa yang terangkum dalam dokumen naskah-naskah kuno memiliki nilai yang sangat tinggi dilihat dari segi materi dan historis, seperti yang pernah terdapat dalam pepatah-pepatah tua yang mengatakan bahwa “sejarah hanya terjadi sekali seumur hidup” itu memang benar. Karena dalam massa sekarang ini kita tidak akan mungkin untuk mengulang setiap peristiwa yang terjadi di masa lalu. Pada dasarnya peristiwa sekecil apapun itu akan menjadi sejarah bukan hanya pada masing-masing individu namun juga bagi bangsa ini karena setiap peristiwa kecil yang terjadi tidak menutup kemungkinan memiliki benang merah dengan peristiwa-peristiwa besar. Seperti halnya peristiwa penemuan Kakawin Negarakretagama oleh Brandes mungkin oleh sebagian besar kaum pribumi saat itu merupakan peristiwa biasa karena pada massa itu berkaitan dengan penjajahan Belanda ke Nusantara namun siapa yang akan menduga bahwa dari sebuah naskah ternyata bisa diketahui sejarah kejayaan Nusantara lama yang pada akhirnya juga membawa pengaruh besar terhadap pertumbuhan Negara ini kedepan. Karena kebesaran pertumbuhan bangsa ini bukan hanya berasal dari faktor pemimpin atau politik yang dijalankan atau yang ideology yang dianut Negara tersebut melainkan dari kebudayaan dan kekuataan sejarah serta tradisi-tradisi yang memperkaya khazanah pengetahuan dan kebudayaan suatu Negara. Ketidak pedulian kaum pribumi pada masa lalu memberikan dampak besar pula bagi keberlangsungan keadaan Negara pada massa ini. Ketidakpedulian itu tergambar dari kurangnya rasa memiliki dan menghargai akan seluruh bangsa ini baik perangkat Negara maupun aspek kemanusiaan. Mengutip kata-kata Mantan Presiden Soekarno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai sejarah bangsa.” Untuk itulah kita perlu mengembangkan rasa kepedulian kita bukan hanya kepedulian terhadap sesama kita namun kepada seluruh aspek kebangsaan kita, baik perangkat maupun rasa kemanusiaan kita. Merdeka.
Daftar Pustaka




Tidak ada komentar:

Posting Komentar