Rabu, 19 Januari 2011

Teori Seks Freud: Penyimpangan Seksual



            Teori insting seksual popular memiliki kaitan yang sangat erat dengan kisah puitik seputar pemisahan umat manusia dalam dua bagian – pria dan wanita – yang melalui cinta berjuang untuk kembali menjadi satu. Oleh sebab itu, akan sangat mengherankan bila kemudian kita menemukan keberadaan sejumlah pria yang memiliki objek seksual bukan wanita, melainkan sesama pria, atau sebaliknya sejumlah wanita yang memiliki objek seksual bukan pria, melainkan sesama wanita. Beberapa pribadi semacam ini disebut memiliki ciri-ciri seksual terbalik, atau dalam istilah yang lebih baik lagi, mereka merupakan pribadi-pribadi yang terbalik (invert), dan hubungan tersebut disebut (inversion) – selanjutnya akan digunakan istilah invert dan inversi (Peny.). Meski sulit untuk membuat perkiraan yang akurat, jumlah individu dengan ciri-ciri tesebut cukup banyak  (Freud, 2003:2-3).

Inversi
Perilaku invert. Mereka yang memiliki kecenderungan ini menunjukkan perilaku yang berbeda-beda.
a)      Beberapa di antaranya benar-benar terbalik (absolutely inverted); objek seksual mereka harus selalu berasal dari jenis kelamin yang sama. Bahkan bagi kelompok ini, lawan jenis tidak akan pernah mampu menjadi objek kerinduan seksual; lawan jenis hanya akan diacuhkan, bahkan mungkin menumbuhkan rasa jijik. Kemunculan rasa jijik ini, bagi kaum pria, membuat mereka tidak mampu melakukan aktivitas seksual normal atau kehilangan segala kenikmatan dalam melakukannya.
b)      Kelompok yang terbalik dalam dua arah (amphigenously inverted), atau secara psikoseksual hermaprodit (psychosexually hermaphroditic); objek seksual mereka mungkin tertuju secara umum, baik sesama jenis maupun lawan jenis. Dalam kasus ini, inversi tidak menunjukkan karakternya yang khas.
c)      Sisanya merupakan pribadi yang hanya kadang-kadang menampakkan inversi (occasionally inverted). Dalam situasi tertentu, terutama objek seksual normal tidak dapat dicapai, atau melalui tindakan-tindakan imitasi, kelompok ini mampu menganggap sesama jenisnya sebagai objek seksual, dan meraih kepuasan seksual bersamanya.
Para invert juga menampakkan perilaku yang berbeda-beda dalam menilai keganjilan insting seksual mereka. Beberapa orang menganggap inversi sebagai hal yang wajar, sama halnya dengan pribadi-pribadi normal membicarakan libido mereka, dan secara tegas menuntut hak yang sama, layaknya manusia normal. Beberapa yang lain, bagaimanapun juga tetap bergulat melawan inversi yang mereka alami dan menganggap  adanya  kecenderungan abnormal dalam inversi mereka  (Freud, 2003:3-4).

Insting Seksual Neurotis

Psikoanalisis. Kontribusi yang tepat bagi pemahaman insting seksual dalam diri seseorang yang setidaknya berhubungan dengan pribadi normal, hanya dapat diperoleh dari satu sumber, dan hanya dapat dicapai melalui satu jalur yang pasti. Satu-satunya cara yang telah ditemukan dalam memperoleh solusi menyeluruh dan tepat bagi beragam persoalan dalam kehidupan seksual orang-orang yang menderita psikoneurosis (histeria, obsesi, istilah salah kaprah neurasthenia, dan tentu saja demensia praecox atau paranoia), adalah dengan menjadikan mereka sebagai subjek penelitian katartis atau psikoanalitis.
            Psikoneurosis ini, didasarkan pada kekuatan motif insting seksual. Penulis tidak bermaksud untuk menyatakan, bahwa energi insting seksual semata-mata memperbesar kekuatan-kekuatan yang mendukung manifestasi abnormal (simptom). Dengan pertimbangan matang, penulis justru menegaskan bahwa kontribusi ini memberikan satu-satunya energi konstan dan terpenting dalam kasus-kasus neurosis. Kehidupan seksual para penderita neurosis muncul baik secara eksklusif, berlebihan, atau parsial dalam simptom-simptom ini. Simptom tersebut adalah aktivitas seksual si pasien. Bukti dari pernyataan ini diperoleh dari peningkatan jumlah penderita histeria dan bentuk neurosis lain selama empat puluh tahun terakhir ini.
            Psikoanalisa mengabaikan gejala-gejala histeria dengan memandang bahwa mereka adalah pengganti – atau salinan, katakanlah demikian – dari serangkaian proses psikis yang ditonjolkan secara emosional, harapan-harapan, hasrat-hasrat yang jalur pelepasannya melalui aktivitas psikis sadar telah ditutup oleh suatu proses khusus (represi). Formasi-formasi mental ini, yang terbatas hanya pada tingkatan bawah sadar, berjuang untuk memperoleh wujud; dengan kata lain untuk dilepaskan (discharge), sesuai dengan nilai afektifnya, dan hal ini terjadi dalam histeria melalui suatu proses konversi ke dalam fenomena somatic – gejala-gejala histeria. Jika, lege artis, dan dengan bantuan dari suatu teknik khusus, transformasi mundur dari gejala-gejala ini menjadi pikiran-pikiran sadar dan afektual dapat dihasilkan, sangat dimungkinkan untuk memperoleh informasi yang paling akurat mengenai sifat dan asal-usulnya yang tadinya berupa informasi psikis bawah sadar  (Freud, 2003:35-36).
Hasil psikoanalisis
Dengan cara ini telah ditemukan cara bahwa gejala-gejala di atas mewakili suatu bentuk pengganti bagi upaya-upaya yang mendapat kekuatannya dari insting seksual. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang kita ketahui tentang karakter penderita histeria, yang kita pakai sebagai model dari semua psikoneurotik, sebelum mereka menjadi sakit, serta denga apa yang kita tahu tentang faktor penyebab penyakit ini. Karakter histerikal menunjukkan suatu fragmen represi seksual yang berada di luar batasan normal. Ia adalah suatu resistensi berlebihan terhadap insting seksual yang kemudian kita ketahui sebagai rasa jijik dan malu. Berkaitan dengan permasalahan seksual, ia merupakan pelarian instingtif dari aktivitas intelektual, yang dalam kasus-kasus berat menghasilkan suatu pengabaian seksual yang penuh dan bertahan hingga tahap usia kematangan seksual.
            Ciri-ciri ini, juga ciri-ciri histeria, tidak jarang tersembunyi dan tak terlihat melalui pengamatan sekilas, oleh karena adanya faktor konstitusional kedua dari histeria, yaitu perkembangan kebutuhan seksual yang sangat kuat. Namun, analisis psikologis akan selalu dapat mengungkapnya sehingga mampu memecahkan teka-teki yang sangat kontradiktif dari histeria dengan membuktikan eksistensi dari pasangan yang berbeda, yaitu hasrat seksual yang sangat luas dan penolakan seksual (sexual rejection) yang berlebihan.
            Gangguan penyakit ini pada orang-orang yang cenderung histeris akan muncul bila karena kematangan progresif atau pengaruh kondisi-kondisi eksternal dalam hidup, mereka benar-benar dihadapkan pada tuntutan seksual riil. Di antara tekanan kebutuhan dan perlawanan dari penolakan seksual, akan muncul penyakit, yang tidak menyelesaikan konflik ini melainkan justru berusaha menghindarinya dengan mengubah upaya-upaya libidinal menjadi gejala-gejala gangguan. Pengecualian hanya terdapat pada penampakannya, jika seseorang yang histeris, misalnya pria, menjadi subjek dari gangguan emosional biasa, di mana konflik di dalamnya tidak melibatkan kepentingan atau minat seksual. Psikoanalisis selalu memperlihatkan bahwa komponen-komponen seksual dari konflik inilah yang memungkinkan munculnya penyakit dengan menarik proses-proses psikis dari batasan normal  (Freud, 2003:36-38).

Neurosis dan Perversi
Sebagian besar oposisi dari pernyataan saya ini dijelaskan oleh fakta bahwa seksualitas –dari sinilah saya menarik kesimpulan tentang gejala-gejala psikoneurosis di atas- dipandang bersesuaian dengan insting seksual normal. Namun, psikoanalisa memberi kita lebih dari itu. Ia menunjukkan, bila gejala-gejala tersebut sama sekali tidak dihasilkan hanya dengan mengorbankan apa yang disebut insting seksual normal (setidaknya tidak dalam kadar tertentu atau secara besar-besaran), melainkan bahwa gejala-gejala tersebut menampilkan ekspresi yang berubah dari impuls-impuls yang dalam pengertian lebih luas dapat disebut menyimpang (perverse) jika mereka secara langsung muncul dalam fantasi-fantasi dan tindakan-tindakan tanpa menyimpang dari kesadaran. Oleh karena itu, sebagian gejala-gejala tersebut terbentuk karena seksualitas abnormal. Dapat dikata, neurosis merupakan aspek negatif perversi.
            Insting seksual para penderita psikoneurosis menampakkan semua bentuk penyimpangan yang telah kita bahas sebagai variasi-variasi kehidupan seksual normal dan manifestasi-manifestasi kehidupan seksual abnormal.
a)      Dalam dunia psikis bawah sadar semua penderita neurosis, tanpa kecuali, kita menjumpai adanya perasaan inversi dan fiksasi libido terhadap orang-orang dari jenis kelamin yang sama. Tanpa pembahasan mendalam dan menyeluruh, rasanya mustahil untuk mampu memahami signifikansi faktor ini demi memperoleh gambaran jelas tentag penyakit yang ditimbulkannya; saya hanya bisa menyatakan bahwa kecenderungan inversi bawah sadar tidak pernah kurang pada diri setiap individu, dan menyumbangkan fungsi terbesar, terutama dalam penjelasannya tentang histeria kaum pria.
b)      Semua kecenderungan transgresi anatomis dapat ditunjukkan keberadaannya pada alam bawah sadar penderita psikoneurosis, juga fungsinya sebagai pencipta gejala. Kasus yang sering muncul adalah transgresi anatomis yang menanamkan peran organ genital pada mulut dan selaput lendir anus.
c)      Impuls-impuls parsial yang biasanya muncul dalam bentuk pasangan berbeda, memainkan peran yang sangat dominan dalam pembentukan gejala pada diri penderita psikoneurosis. Kita telah membehasnya sebagai agen pembawa tujuan seksual baru, seperti hasrat untuk mengintip, ekshibisionisme, serta impuls kekejaman aktif dan pasif. Hal terakhir ini sangat penting kedudukannya dalam rangka memahami sifat-sifat abnormal dari gejala-gejala; hampir secara keseluruhan ia mengendalikan perilaku sosial si pasien. Transformasi cinta menjadi benci, dari kasih sayang menjadi rasa bermusuhan, yag merupakan karakteristik sebagian besar kasus neurosis (dan tampaknya dari semua kasus paranoia) terjadi karena adanya penyatuan aspek kejahatan atau kekejaman dengan libido.
Arti penting dari kesimpulan di atas akan lebih diperkuat lagi oleh adanya keanehan-keanehan tertentu dari fakta-fakta aktual.
a.       Setiap kali impuls semacam itu ditemukan di alam bawah sadar yang kemudian dapat dipasangkan dengan impuls yang sebaliknya, kita selalu bisa membuktikan bahwa impuls yang terakhir ini juga mampu berfungsi secara efektif. Di sini, setiap perversi “aktif” akan disertai oleh imbangan pasifnya. Seseorang yang dalam bawah sadarnya adalah ekshibisionis, pada saat yang sama adalah juga seorang pengintip (voyeur). Seseorang yang menderita karena perasaan sadistis yang diakibatkan oleh represi juga akan menampakkan gejala lain yang bersumber dari tendensi masokistik. Persesuaian sempurna dengan perilaku perversi positif jelas merupakan sesuatau yang layak diperhatikan. Namun, dalam penggambaran penyakit yang ditampakkan, peran menonjol akan dimainkan oleh salah satu tendensi atau kecenderungan yang sebaliknya.
b.      Dalam sebuah kasus psikoneurosis berat, kita jarang menemukan perkembangan dari satu impuls perversi tunggal; biasanya dijumpai banyak dan selalu terdapat jejak-jejak semua bentuk perversi. Namun, berdasar intensitasnya, impuls individual berdiri saling independen dalam perkembangan, dan kajian tentang perversi positif memberi kita faktor imbangan yang akurat  (Freud, 2003:38-40).

1 komentar: