Rabu, 19 Januari 2011

DEKONSTRUKTIVISME “DERRIDA”



 “There is nothing outside the text”, Derrida.


Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930Paris, 9 Oktober 2004) adalah seorang filsuf Prancis dan dianggap sebagai pendiri ilmu dekonstruktivisme, sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-konstruksi oleh manusia, juga bahasa. Semua kata-kata dalam sebuah bahasa merujuk kepada kata-kata lain dalam bahasa yang sama dan bukan di dunia di luar bahasa. Jacques Derrida dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1930 di Aljazair. Pada tahun 1949 ia berpindah ke Prancis, di mana ia tinggal sampai akhir hayatnya. Ia kuliah dan akhirnya mengajar di École Normale Supérieure di Paris. Filsuf ini yang merupakan seorang keturunan Yahudi, pernah mendapat gelar doctor honoris causa di Universitas Cambridge. Pada tanggal 9 Oktober 2004, ia meninggal dunia karena penyakit kankernya.
Jacques Derrida mengajukan sebuah konsep penting yang berkaitan dengan bahasa, yaitu “sous rature”, yang diturunkan dari Martin Heidegger yang berisi : karena kata tidak akurat dan tidak memadai, maka harus dicoret. Tetapi karna masih dibutuhkan, maka harus tetap dapat dibaca. Menurut Derrida, penanda ( signifier ) tidak secara langsung menggambarkan petanda seperti kaca memantulkan bayangan. Hubungan tanda – tanda tidak seperti dua sisi dari sehelai kertas yang digambarkan Saussure, karena tidak ada pemisahan yang jelas antara penanda dan petanda. Apabila kita ingin mengetahui makna suatu penanda, kita harus melihat kamus. Tetapi yang ditemukan adalah penanda – penanda lain yang petandanya harus dicari kembali. Jadi proses interpretasi selalu bersifat tanpa batas dan sirkuler. Penanda beralih bentuk menjadi petanda, demikian pula sebaliknya, sehingga kita sebenarnya tidak pernah sampai pada petanda akhir yang bukan penanda. Interpretasi dengan demikian merupakan aktifitas tanpa akhir dan tanpa dasar.
Dekonstruksi menurut Derrida adalah metoda membaca teks secara teliti, sehingga premis – premis yang melandasinya dapat digunakan untuk meruntuhkan argumentasi yang disusun atas premis tersebut. Dekonstruksi dengan demikian membuktikan bahwa bibit kehancuran sebuah teks ada dalam dirinya, berupa inkonsistensi dan paradoks dalam penggunaan premis dan konsep. Dengan kata lain, teks selalu gagal menurut kriterianya sendiri. Dekonstruksi dengan demikian menyangkal kemungkinan hadirnya suatu makna yang tunggal dan koheren dalam teks. Dekonstruksi mencoba membedah teks untuk menunjukkan dasar – dasar inkoherensinya. Derrida menggunakan konsep “difference” yang merujuk pada kemungkinan tanpa batas untuk bermain dengan makna – makna yang berbeda, sehingga interpretasi definitif suatu teks tidak pernah dimungkinkan. Seperti diyakini oleh Derrida, “there is nothing outside the text”.
Derrida mengaitkan metoda dekonstruksi dengan kritik terhadap “metaphysics of presence” yang menjadi asumsi dasar para siluf tradisional. Derrida menolak gagasan bahwa ada yang disebut “present” dalam pengertian suatu saat yang terdefinisikan sebagai sekarang. “the present” bagi hampir semua orang adalah daerah yang dikenali. Dengan konsep tersebut Derrida ingin menjelaskan bahwa tanda mencirikan “an absent presence”. Manusia menggunakan tanda agar tidak perlu menghadirkan obyek secara langsung, meski makna tanda harus tertangguhkan.
Ilmu dekonstruktivisme, sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-konstruksi oleh manusia dan bahasa. Konsep filsafat dekonstruksi dimunculkan dari pemikiran Jacques Derrida, bahwa fenomena yang kita hadapi hakekatnya adalah "jejak-jejak" rekonstruktif pemikiran masa lalu. Dekonstruksi menempatkan bahasa sebagai partisi yang membuat jarak antara dunia penghayatan dan deskripsi dunia. Bahasa bukan peranti guna mengambil jarak melainkan jarak itu sendiri. Mengapa demikian? Karena bahasa adalah penundaan makna. Satu kata tidak melekat pada satu makna selamanya, begitu pula sebaliknya. Makna senantiasa mengelak dari bekapan kata dan berubah dari waktu ke waktu.

Sasaran utama dekonstruksi adalah membongkar apa yang disebut Derrida sebagai "metafisika kehadiran" (metaphysics of presence) atau logosentrisme (berpusat pada logos). Pembongkaran itu sudah dimulainya sejak tulisan-tulisan awalnya yang membahas filsafat tokoh fenomenologi Edmund Husserl (1859-1938) yang dipublikasikan sebagai Masalah Genesis dalam Fenomenologi Husserl. Pada 1962 dia menerbitkan buku terjemahan Dasar-dasar Geometri Husserl dan memberi sebuah pengantar sepanjang 170 halaman berjudul "Asal Usul Geometri".
Sebagaimana filsuf Prancis sezamannya, filsafat Derrida tak lepas dari linguistik, terutama linguistik modern yang diperkenalkan Ferdinand de Saussure (strukturalis Prancis). Kritik Derrida terhadap metafisika kehadiran ini dapat kita lihat melalui pandangannya tentang tanda dalam esai "Structure, Sign and Play in the Discourse of the Human Sciences" (Writing and Difference, 1978): "Sejarah metafisika, seperti sejarah Barat, adalah sejarah metafor dan metonimi."
Derrida menyimpulkan bahwa garis besar metafisika Barat adalah determinasi Ada sebagai hadir. Sekurangnya sudah sejak Plato, filsafat memahami Ada (Being) untuk menandai "hadir di dalam waktu" (dalam konteks sekarang, presence). Derrida menyebut filsafat ini sebagai metafisika kehadiran--tema yang sebelumnya telah dibahas fenomenolog Martin Heidegger (1889-1976).
Derrida mengaitkan masalah ini dengan tanda. Kehadiran bukanlah sesuatu yang independen, karena setiap tanda mengandaikan adanya sesuatu yang diacu. Ia menandai (signify) sesuatu yang lain. Namun, metafisika selama ini memahami ada sebagai hadir bagi dirinya sendiri. Padahal, bagi Derrida, tanda itu menandai tanda yang lain, dan tanda yang lain itu menandai tanda yang lain lagi, dan seterusnya. Bila dikatakan ada buket mawar, maka hal itu menunjuk, misalnya, pada seorang pria, seorang wanita, dan sebuah kencan.
Sehingga, yang terbentuk kemudian adalah jaringan tanda, sederetan tanda, yang saling mengacu satu dengan yang lain. Pengenalan atas ada yang satu dengan yang lain hanya mungkin melalui perbedaannya.
Dekonstruksi merupakan salah satu bagian dari arsitektur pasca-modern ( late – modern ) yang merupakan pengembangan/ kebangkitan dari arsitektur modern. Gejala “dekon” secara nyata telah dirasakan kehadirannya dalam bidang arsitektur. Sejak tahun 1988 gejala “dekon” dalam arsitektur telah menjadi tajuk perdebatan yang hangat. Usaha untuk mencari kejelasan tentang gejala tersebut terlah ditempuh dengan berbagai cara : simposium, pameran, essai, buku, wawancara, dan lain – lainnya. Manakah yang lebih tepat ‘dekonstruksi’ atau ‘dekonstruktivisme’? masing – masing label tersebut mengacu pada asumsi, sudut pandang, interpretasi dan implikasi yang berbeda.
Derrida mengajak semua orang termasuk arsitek untuk merenungkan kembali hakekat sesuatu karya agar berbicara menurut pesona dan kapasitasnya masing –masing. Keseluruhan ini berangkat dari suatu metoda komposisi. Derrida menyebutkannya dalam merajut rangkaian hubungan – hubungan. Dalam tekniknya terdapat beberapa teknik dan terminologi yang perlu klarifikasi di sini. Usaha demikian diharapkan dapat memperjelas hubungan Deconstruction dan Rancang bangunan.
Konsep utama memproduksi atau mengadakan karya bertolak dari konsep yang oleh Derrida pada kasus literatur disebut differance. Dalam rancang bangun konsep ini tidak dapat dipahami sebagai suatu pendekatan yang membuka pemikiran bahwa karya bukanlah semata – mata representasi yang direduksi sebagai alat menyampaikan gagasan atau pesan. Merancang karya diharapkan memberi peluang agar kemungkinannya berbicara bisa merdeka dari prinsip dominasi. Differance memahami setiap komponen bahkan elemen dari komposisi sebagai suatu potensi yang tidak terpisahkan keberadaan, peran dan fungsinya dalam kesemestaan. Artinya mereka tidak hanya sebagai suatu alat untuk menunjuk pada sesuatu gagasan atau ingatan atau nilai tertentu. Diferance memberikan pemahaman baru bagaimana melihat elemen rancangan rancang bangun dalam sebagai batas – batas wilayah yang mengkaitkan : manusia-material-konstruksi-rupa/bentuk dan tempat. Rancang bangunan sebagai suatu keutuhan dan aspek – aspeknya adalah jejak – jejak dari suatu kesemestaan yang mampu berbicara sendiri sebagai pembangun pemahaman dunia. Seperti halnya suatu ‘text’ rancang bangunan marupakan suatu komposisi yang berosilasi di antara hadir dan absen. Dengan osilasi tersebut terjalin suatu yang terputus – putus sebagaimana pemahaman kita sebenarnya akan dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar