Rabu, 19 Januari 2011

Pesta




Bingung.
Dunia terasa lelah karena sinar matahari yang semakin terik. Hijau-hijauan sudah semakin langka untuk dijumpai yang ada hanya kebisingan, hiruk-pikuk, dan kegalauan kalau-kalau gedung-gedung pencakar langit tiba-tiba kehilangan keseimbangannya. Lalu-lalang motor dan mobil berlomba-lomba melewati traffic light yang sudah menyala kuning.
Jenuh.
Selalu saja rutinitas yang sama. Tak pernah berhenti selalu terulang dan sudah mendarah daging. Selalu saja sama. Ya....terkadang sedikit kejutan-kejutan kecil penghilang jenuh.
Nurani.
Antrian bocah-bocah kecil yang menghambur di persimpangan lampu merah sambil menenteng kantung-kantung plastik dan menyodorkannya pada pengguna jalan raya berharap kerelaan hati dan mujizat dari Sang Pencipta untuk sekadar mengganjal perut mereka.

Teriakan mulai terdengar, airmata bergulir, pandangan penuh emosi antara 2 generasi Ibu dan anak. Semoga saja tak meletus Perang dunia 3 Cuma gara-gara beda persepsi. Persepsi jaman dulu dan jaman sekarang, orang dulu dan orang sekarang, generasi 45 dan generasi millenium, pemikiran-pemikiran tradisional dan pemikiran modern. Ah....selalu saja hal yang sama. Pengertian memang selalu saja diperlukan. Hal sepele menjadi besar. Sementara 2 ekor anjing itu tetap bersembunyi dibawah kursi menatap heran kompetisi adu mulut antara 2 generasi seperti menonton sinetron episode kesekian.

Itulah manusia. Nilai diberikan dari sampulnya, padahal isinya?? Kadang kala tak puas juga mereka seperti mengorek-ngorek tempat sampah mencari tahu, kotoran apa yang mengganjal dimatamu? Gila! Ya, aku memang sudah gila. Teramat gila mungkin.
Lelah. Perang dingin di dalam otakku antara si jahat dan si baik.
Emosi itu sesuatu yang katanya “lumrah” yang ada dalam diri manusia. Sumpah aku bingung!!!! Kenapa harus aku?! Apa memang ini takdirku?! TIDAK!! Aku tidak mau hidup ikut arus. Aku harus merubahnya. Aku tidak mau jadi obyek. Aku pantas kok jadi yang terbaik. Kenapa tidak!! Kalian saja yang tidak melihat kelebihanku. Hanya kekuranganku saja yang ada di otak kalian. Bajingan semua!!!!!! Aku bukan pecundang!
DAMN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Please......tolong aku. Aku Cuma ingin diakui. Diakui secara jasmani dan rohani. Aku tidak butuh eksis di depan banyak orang, tapi aku hanya ingin mereka semua “melihat” bahwa aku ada. Aku juga manusia biasa seperti kalian, bukan binatang ataupun setan. Tidak mungkin Tuhan menciptakan aku tanpa maksud!

Jika ombak menyapu semua hayalan
Ukirlah itu diatas pasir pantai
Jika malam tak menampakkan matahari
Jangan lagi pernah percaya pada apapun
Semua hanya ilusi
Tak satupun benar keberadaannya
Ada gelegar membara dalam hati
Tuhan...apa kau mendengarku?

Jika yang dapat kau lakukan hanyalah menangis, menangislah. Karena percuma saja kau berteriak, mereka hanya menganggapmu gila. Jika air matamu tak kunjung kering, berbahagialah. Karena mereka yang duduk di istana tak mudah meneteskannya. Apa yang terjadi dalam hidupmu sekarang hanya seonggok debu . Tak berarti!!!!

Hari telah berganti menjadi tahun dan tidak terasa satu tahun telah terlewati. Begitu banyak duka dan air mata mengalir begitu saja seakan tiada pernah kan habis dan tak kan ada ujungnya. Pil-pil pahit tertelan entah berapa banyaknya hingga kepahitan masih membekas meskipun sirup rasa apapun menawarkan pahitnya tetap saja tak bergeming. Hingga suatu hari merupakan klimaks dari pemberontakanku yang ternyata membawakanku pada kehancuranku sendiri. Siapa yang harus disalahkan? Tak perlu menyalahkan orang lain. Bercermin. Lihat ke dalam cermin, selami diri sendiri. Bukan “siapa” yang menjadikan semua permasalahan ini ada tapi permasalahan ini karena bayangan dalam cermin itu. Pantaskah Tuhan dipersalahkan untuk yang kesekian kalinya entah berapa banyak itu untuk kesalahan yang Ia sendiri tidak lakukan? Hohoho kita terlalu naif!!

“Non, semua yang terjadi pada diri kita itu baik yang susah maupun yang seneng semuanya terjadi tidak pernah di luar batas kemampuan kita. Kamu mengerti bukan? Aku tahu kamu kecewa, sedih, marah, bingung. Tapi jangan lupa, kita punya Bapa di sorga yang bisa mengatasi ini semua. Berdoa ya, aku yakin Tuhan memberi jawaban. Entah kapan jawaban itu hadir tapi percayalah jawaban itu akan datang tepat pada waktunya.”

Angin dihembuskan dari nafas Sang Pencipta
Tiap desirnya mengandung arti bagi penikmatnya
Meski bulu-bulu halus serentak berdiri
Tak goyah keyakinan untuk tetap berdiri mewujudkan harapan
Sehelai daun jatuh melayang diatas air
Mengalir mengalir mengalir mengalir
Tanpa henti entah dimana kan bermuara
Seperti keran yang terbuka menyemburkan air
Kesejukan bagi yang dahaga
Oh......Dewi Agni sampaikan rinduku pada Lesmana
Aku mengharap Rama ku kembali membawa rusa buruannya
Layaknya Dewi Kausalya berduka kehilangan harapan
Hati tergores pedih oleh yang dinamakan kesetiaan

“Bunda mengapa harus ada yang dinamakan kesedihan jika aku masih mengharap kebahagiaan itu datang? Mengapa harus ada yang dinamakan dukacita jika aku masih ingin tertawa? Aku membencinya. Aku masih ingin menikmati masa mudaku lantas kenapa ini semua harus terjadi? Masih pantaskah aku mengecap yang dinamakan kesenangan? Bunda, aku tak sanggup. Ini semua terlalu berat untuk kuhadapi sendirian. Bunda, tapi aku tak kuasa melepaskannya Bunda. Pantaskah aku meratap dan mengutukinya Bunda? Dia yang telah menghancurkan seluruh mimpiku. Dia telah merampas kebanggaanku. Tuhan, apa Kau mendengarku...... Bunda......”

Kehampaan seakan menjadi teman dalam hidupku. Hampa, kosong, tak berasa, ya...begitulah. masih ku tak mengerti dengan hari-hariku. Apa yang telah terjadi dalam hidup ini tak satupun orang mengerti. Mengapa ini ada? Semua orang sibuk. Sibuk, sibuk, sibuk, sibuk. Haruskah kita ini hidup memang untuk sebuah kesibukan? Apa Tuhan menciptakan kita untuk sibuk? Sepertinya sibuk jadi trend saat ini. Padahal sibuk itu buang waktu, buang energy, buang semuanya............... (kesibukkan kita)

Langit malam menawarkan merahnya mega
Hingga bintangpun enggan untuk menampakkan wajahnya
Makin larut makin terang namun semakin panas
Dapatkah asa mencapai ujungnya
Bersama dengan ujung bulan?
Bayang-bayang akan menjadi teman
Di duka dan suka anak manusia
Akankah kita mampu?

Nduk, tak perlu menjadi cantik. Yang penting hati kita di hadapan Tuhan. Yang penting kita pintar, tingkah laku kita baik, dan nrimo apa yang terjadi dalam hidup kita Nduk. Ojo wedi, Gusti ora sare. Cah ayu, kowe kudu sabar. Ora kabeh sing iso di delok iku apik. Sing elek yo akeh. Saiki kowe kudu ngati-ati. Wes toh ojo dipikir. Mbah sing ngrumat kowe soko cilik, mbah yo ngerti sing kowe rasakno. Wes ojo nangis. Sabar yo nduk. Oalah Gusti, kok yo temen eram toh urip iki. (Jangan takut, Tuhan tidak tidur. Anak cantik, kamu harus sabar. Tidak semua yang kita lihat itu baik. Yang buruk juga banyak. Sekarang kamu harus berhati-hati. Sudahlah jangan dipir. Nenek yang merawat kamu, nenek juga mengerti apa yang kamu rasakan. Sudah jangan menangis. Sabar ya nak. Ya Tuhan, begitu berat hidup ini.)”
            Mbah, kula ajrih. Ajeng dinapa’aken niki. Kula mboten saged menawi diken mbucal. Kula mboten sanggup. Tapi kula inggih mboten sanggup menawi diken ngrumat. Mbah, kados pundi niki. (Nek, saya takut. Mau diapakan ini. Saya tidak bisa jika disuruh membuang. Saya tidak sanggup. Tapi saya juga tidak sanggup jika disuruh merawatnya.)”

Kehancuran kadangkala menghampiri manusia. Kapan itu akan terjadi hanya Tuhan yang tahu. Manusia hanya berusaha yang terbaik tapi jika Tuhan ijinkan kehancuran itu terjadi, kita mau apa? Sanggupkah aku? Sekali lagi... Tuhan, apa Kau mendengarku?

Lorong rumah sakit seolah menambah galau di hatiku. Beberapa jam lagi....
Hanya tetes air mata yang mampu berkata-kata. Ingatan masa kecil berkelebatan dalam onakku. Yang mampu kuingat adalah saat itu usiaku masih 4 tahun dalam gendongan ayahku, tertidur pulas dengan nyanyian terdengar di telingaku. “Gembala baik bersuling nan merdu membimbing aku pada air tenang. Dan membaringkan aku berteduh, di padang rumput hijau berkenan. Oh Gembalaku itu Tuhanku..membuat aku tenang hening. Mengalir dalam sungai kasihMu kuasa damai cerlang bening.”
Aku masih tercekat dalam kenanganku. Betapa aku merasa tenang dalam gendongan ayahku. Ada kenyamanan, ketenangan, kegembiraan. Sosok ayah yang selalu kubanggakan, kurindukan dan kucintai. Dan sekarang haruskah sosok itu hilang dari hadapan bintang kecilku? Oh Tuhan....sanggupkah aku menghadapi ini.

Beberapa jam lagi.....tinggal hitungan jari. 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam.....8 jam...Tuhan, tolong aku. Aku takut menghadapinya Tuhan... Hanya satu pintaku, Tuhan beri aku kekuatan.

Ternyata apa yang dinamakan dengan keinginan tidak harus selalu terpenuhi. Mimpi yang menjadi kenyataan itu 1% usaha dan 99% mujizat Tuhan. Pengampunan itu abstrak. Bisa jadi diberikan melalui mulut tapi tidak dari hati. Oh....Tuhan, aku tidak tahu apakah Engkau telah mengampuniku tapi aku percaya Engkau telah mengampuniku. Lantas mengapa aku harus mengalami semua ini. Inikah jalan hidupku? Aku sungguh tak sanggup lagi Tuhan.

Pukul 3 pagi. Semua berjalan cepat. Airmataku telah kering. Suster-suster jaga berpakaian putih lalu lalang didepanku. Terdengar ratap kesakitan di bilik sebelahku, begitu menyayat hati. Cacian dan makian terlontar menyambut kelahiran manusia baru. Oh...Tuhan, begitu menderitanya ia hingga mahkluk kecil tak berdosa itu harus disambut dengan cacian kotor segala jenis binatang disaat detik-detiknya mengawali kehidupan baru di dunia. Sungguh kejam. Mataku terpejam tak berdaya, mengingat masa-masa bahagiaku.
“Yesus sayang padaku dan tetap bersamaku; nanti ku bersamaNya tinggal dalam rumahNya. Yesus Tuhanku, sayang padaku; itu firmanNya di dalam Alkitab.”
Bayangan Bunda saat menyanyikan lagu itu berputar-putar di otakku. Tuhan, masihkah Engkau bersamaku meskipun disaat-saat seperti ini? Sepi melandaku disaat aku benar-benar membutuhkan dukungan mental. Tak ada satupun keluargaku. Ayahku, Bundaku, Adikku, siapapun...tak satupun ada. Hanya para perawat dan dokter jaga. Aku didera kesepian dan putus asa seakan seluruh jiwaraga ku melayang tak karuan. Aku seperti terbuang dari kerumunan. Ketakutan mencekam, membuat aku semakin tak berdaya. Dengan suara lemah akhirnya kuangkat suaraku hanya sebagai pelipur hatiku. “I prayer You’ll be our eyes, and watch us where we go. And help us to be wise. In times when we don’t know. Let this be our prayer as we go our way. Lead us to a place guide us with your grace. To a place where we’ll be safe.”
Beberapa jam lagi, perjuangan ini akan membuahkan hasil. Tuhan, kuatkan aku. Aku tahu waktuku tak banyak tapi di waktu yang tak banyak ini aku hanya ingin melakukan yang terbaik untuk semuanya.  Lengang dan sepi itulah suasana yang kurasakan. Disini, aku benar-benar sendiri baik dalam ragaku maupun dalam jiwaku. Ponselku bergetar. Nama Bunda muncul di layar. Segera ku tekan tombol berwarna hijau.
Bunda            : Nak, kamu sudah tidur?
Aku     : Belum Bunda. Malam hanya bisa menyesakkan dadaku.
Bunda            : Yang sabar ya nak.
Aku     : ya Bunda. Di saat-saat seperti ini tak ada yang dapat kuandalkan selain Dia Sang Pencipta dan kesabaran.
Bunda            : Doa kami besertamu.
Aku     :Bunda, jalan hidup manusia tak ada yang mampu menebak. Begitupun kita, hanya Sang Penguasa alam yang mengetahuinya. Waktuku tak banyak, hanya pengampunan dari kalian yang kuharapkan. Ikhlaskan semua yang terjadi agar aku siap menghadapinya. Salam rinduku pada Ayah. Aku mencintaimu Bunda.
Kecemasan dan ketakutan makin lama makin melandaku. Tidak Tuhan. Tenangkan hatiku. Jangan pergi dariku Tuhan. Tuhan, tetaplah disini.

Dia melangkahkan kaki dengan gembira. Barangkali semalam adalah malam yang paling indah yang dirasakannya. Jam masih menunjukkan pukul 6 pagi namun dia telah menyusuri hampir semua koridor sekolah. Disapanya satu persatu tukang kebun sekolah yang mulai menyapu halaman dengan bersenandung, ia masuki ruang kelas 3 ips 1 dan ia sapu ruang kelas itu hingga bersih. Ditatanya bangku-bangku, dibersihkannya papan tulis, dibetulakannya letak taplak meja setelah itu ia keluar dan duduk di bangku taman sekolah yang terdapat tepat di depan kelasnya. Masih sambil bersenandung, ia mengingat-ingat kembali peristiwa tadi malam. Akhirnya ia dapatkan juga seseorang yang diincarnya. Oh dunia begitu indahnya. Yang lain ngontrak deh. Baginya, bisa mendapatkan seseorang yang menarik baginya merupakan anugerah. Tanpa pedulikan siapapun. Tidak kusangka, dia akhirnya bersamaku. Apakah aku bermimpi? Oh no!
Terkadang apa yang dinamakan perasaan bisa mengacaukan pikiran kita. Jika kekaguman telah berubah menjadi perasaan ingin memiliki kadang kala itu bahaya juga.
 Oh ya ampun, apa yang sedang kau pikirkan? Jangan sampai iblis merasuki pikiranmu. Jangan beri ruang bagi pikiran jahatmu berkembang. Jangan lengah. Yang ada di pikiranmu hanya kesemuan belaka. Hanya keindahan sementara yang ditawarkan iblis untuk menjerat hatimu. Bangunlah. Kau tidak pernah tahu jerat apalagi yang ditawarkan iblis kepadamu. Ya, sesuatu yang sangat indah yang akan menarik kamu tapi pada akhirnya akan menjerumuskanmu.
Oh tidak kusangka akan secepat ini. Dia sekarang bersamaku.

20 menit berlalu dari pukul 3 pagi. Jantungku masih saja terus berdetak tak karuan. Waktuku hampir tiba. Kadang kala aku merasa begitu damai dan bahagia mengingat waktuku hampir tiba tapi terkadang juga aku merasa sedih seolah kehilangan selalu menjadi alasan utama seseorang untuk meninggalkan sesuatu. Tapi aku harus yakin kelak jika telah sampai waktuku, setidaknya apa yang kulakukan tidaklah sia-sia. Karena suatu hari aku pernah berjanji, apapun akan kulakukan demi seseorang yang begitu kukasihi. Dan kini telah tiba saatnya. “Tuhan, aku siap. Inilah aku Tuhan.”
***
Tubuhnya yang tinggi semampai dengan rambut ikal hitam legam terurai ditambah wajahnya yang manis, dengan langkahnya yang ringan dan lembut menyusuri koridor sekolah. Terus melangkah meski langkahnya sempat terhenti oleh beberapa teman prianya yang berjalan bergerombol. Senyumnya selalu menimbulkan kesan menyenangkan. Panas tidak menjadi soal baginya barangkali mungkin hatinya terlalu gembira untuk diceritakan bahwa hari itu genap usianya yang ke 17. Seandainya mungkin, ingin dia berteriak meluapkan seluruh kegembiraan hatinya namun apa daya dia tetap harus mengendalikan setiap emosi jiwanya. Oh sayang, cantik nian engkau. Terberkatilah Bunda yang melahirkanmu.

Waktu berjalan terus aliran darahku pun semakin cepat berdetak memacu adrenalin. Aku takut, sungguh aku takut. Semakin kuingat kenangan lalu semakin aku ingin berteriak. Tidak..aku tidak mau. Tolong bangunkan aku, aku pasti bermimpi. Aliran air mata melewati pipi seolah membuatku semakin sesak. Waktu tinggal 2 jam tak ada teman tak ada saudara. Kali ini aku memang tidak butuh siapapun!! Dering handphone terus bergema sama sekali tak kuhiraukan yang kuingat hanya sebait kata-kata yang kuyakini memberiku kekuatan,
Bapa kami yang ada di sorga, Dikuduskanlah namaMu,
            Datanglah KerajaanMu, Jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga.
Berikanlah kami pada hari ini  Makanan kami yang secukupnya
            Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, Seperti kami juga mengampuni Orang yang bersalah kepada kami;
            Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, Tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.
Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa
            Dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin

***
“Dasar pengkhianat. Kamu jangan seenaknya sendiri, setelah kamu keluarkan dia dari organisasi kamu tinggalkan dia dan sekarang kamu pacaran dengan Ketuanya. Brengsek!! Kamu itu punya hati tidak sih? Kamu itu memang cewek kurang ajar ya. Rugi aku kenal sama kamu, ternyata kamu itu Cuma pembawa sial!! Kerasukan kuntilanak dari mana sih cowok itu sampai mau-maunya pacaran sama kamu. Semoga dia sadar kalau dia itu ternyata pacaran sama monster!!!!”

Menangis lagi. Mataku sakit, hatiku sakit, kepalaku sakit dan tentunya perutku juga sakit karena dari pagi belum kuisi. Salah ku apa sih? Aku tidak salah kok. Memang salah ya kalau aku pacaran sama dia? Dia tidak keberatan kok, kenapa orang lain bisa keberatan? Atau mungkin dia yang suka sama pacarku? Rasa malu yang kutanggung setelah dikata-katai pengkhianat, brengsek, tidak punya hati, cewek kurang ajar, pembawa sial, kuntilanak, monster,.........!!!!!

Kadang cinta bikin buta Tapi juga bikin gila
Bikin hidup lebih hidup Penuh surprise
Menegangkan Dan airmata Bisa bahagia atau kecewa
Who is now?
“Pergi dari rumah tidak menyelesaikan masalah sayang. Kalau ada yang mengganjal kenapa tidak dibicarain aja baik-baik. Nanti orang tua bingung nyariin. Kamu tidak kasihan? Bukannya aku tidak mau kamu bermalam disini, aku senang kok tapi cara mu itu yang kusesalkan..”
Sekejap saja hari telah pagi, aku hanya bias pasrah. Hanya beberapa detik setelah cairan itu dimasukkan dalam urat nadiku, seluruh tubuhku mati rasa. Yang mampu kudengar hanya suara alat pacu jantung. Dingin menusuk kulitku. Menit-menit berlalu, rasanya ruangan penuh dengan banyak orang berpakaian putih. Tak Nampak para medis dengan pakaian hijaunya. Ada kakek dan nenekku, mengapa mereka disini. Pikirku. Mereka tersenyum padaku. Tiba-tiba kabut datang menutupi wajahku, dadaku sesak, bayangan kakek dan nenekku mulai menghilang. Kucoba untuk berteriak, sayup-sayup kudengar para medis berteriak memberi instruksi kadar cairan ditingkatkan dan alat pacu jantung terdengar semakin cepat. Dingin mulai menjalar, pandanganku mulai berat dan melemah. Bayangan-bayangan mulai muncul bergantian, saat dia menggendongku dan aku tak sadarkan diri. Lantas tangis dukacita ayahku setelah itu pengasingan yang harus kulalui. Sayup kudengar suara tangis bayi lantas kembali hening. Seolah jiwaku menjadi ringan, ada kelegaan yang menjalar dalam hatiku. “Bapa, ajar aku bersyukur untuk setiap keadaan yang membawaku lebih dekat kepadaMu. Aku yakin rencanaMu selalu indah bagiku. Amin.”

Jiwaku memuliakan Tuhan. Hatiku terarah padaMu
Sebab Dia baik, Hidupku aman dalam tanganNya.

Jiwaku seolah melayang dengan riang, sukacita kurasakan dalam hatiku. Kudengar teriakan nyaring memanggilku “Bunda……………….!” Terus berlari menghampiriku. Oh Bintang kecilku, kubawa kau kemanapun aku pergi sekalipun ke ujung dunia. Dan kulihat diseberang sana Ayah dan Bunda dengan seikat mawar putih di tangannya tersenyum kepada ku dan bintang kecilku. Kudengar ia berkata “Kalian akan selalu ada di hatiku. Selamat jalan sayang…Ayah dan Bunda menyayangi kalian.” Lalu Bunda meletakkan mawar putihnya di tempat kami. Kudengar Bintang bertanya padaku, “Bunda siapakah mereka?” “ Mereka adalah orang tua yang begitu menyayangi kita. Aku mencintaimu Bintang kecilku.” “Begitu juga aku sangat mencintaimu Bunda, mari kita pergi, Bapa telah menunggu kita di pintu surga. Lihat Ia tersenyum pada kita.” Terima kasih Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar