Udara pagi terasa makin lama makin meninggalkan rasa sejuk setelah semalaman dingin mendominasi udara. Kini kehangatan itu semakin dirasa oleh orang banyak bersamaan dengan surutnya dingin dan habisnya gelap dan berangsurnya terang menguasai pagi yang semakin menuju siang.
Gelapnya malam, dinginnya malam dan hangat pagi dan cerahnya pagi tidak bisa membuat gelap dan dinginnya hati Prastowo menjadi terang. Prastowo yang mahasiswa seni, sejak tadi malam masih dalam suasana kalut karena belum mendapatkan ide untuk menciptakan bahan presentasi, apa yang akan diberikan kepada temannya dalam kajian seni dalam kehidupan sehari-hari. Hati Prastowo bimbang, antara berangkan ke kampus atau tidak. Instingnya dia harus beragkat ke kampu tetapi ada perasaan yang mengganjal, yaitu perasaan bahwa dia harus punya konsep apa yang harus disampaikan kepada siapapun yang ia temui. Akhirnya dia berangkat juga. Walaupan sebenarnya tidak ada jadwal kuliah hari ini, dia merasa ada kepentingan di kampus, apakah itu ngobrol dena teman, dosen atau hanya baca-baca buku seadanya di perpustakaan.
Setelah usai mandi, berpakaian, sarapan, akhirnya berangkat juga Pras menuju ke kampus walau hatinya dihinggapi rasa malas. Pras lama berdiri didepan pintu kamarnya dengan perasaan berangkat, tidak, berangkat, tidak.............. yah! Akhirnya kakipun melangkah perlahan, satu dua langkah, Pras berhenti lagi badanya disandarkannya pada kusen pintu sambil mencangklong tas. Lama Pras merenung antara berangkat atau tidak. Pras melangkahkan kakinya lagi, didepan gerbang rumah Pras berhenti lagi berdiri dengan pandangan yang kosong ditepi jalan, semenrata panas matahari pagi tak terasa menyengat tubuh, tidak dirasa. Lama setelah ia termangu, akhirnya melangkah juga ia, menelusur gang di kampungnya, dengan muka tertunduk sambil menendang-nendang batu kecil. Ketika asyik berjalan terdengar suara anak kecil berteriak sambil tertawa. Pras melihat tiga anak kecil itu mengacungkan jarinya menunjuk kearah slokan. Pandangan Pras ikut terbawa oleh anak-anak itu kearah slokan yang airnya mengalir lamcar, tidak seberapa deras.
“ Oh! .... apa itu? Menarik sekali “ kata Pras dalam hati. Dan Pras sangat perhatian atas benda tersebut.
“ asyik juga, utuh, kurang lebih 35 cm bulat panjang diameter kurang lebih satu setengah senti, hampir melingkar, warna cerah; Rupanya masih baru; Bagaimana hal ini bisa terjadi? Mungkin sepanjang hidup baru sekali ini aku melihat hal yang sesempurna itu” Pras terus melangkah mengikuti aliran slokan itu, pandangannya terfokus pada satu benda yang ditunjuk oleh tiga anak kecil tadi, sementara anak kecil yang sejak tadi menertawakan benda tadi sudah berlalu, dan Pras masih terus mengkutinya kemana arah aliran air itu, sesekali ia membungkuk dengan asyik mencermatinya. Sampai pada sebuah jembatan dengan keteduhan bangunan yang tinggi Pras melihat sebuah sapu lidi. Diambilnya sapu lidi untuk membendung aliran slokan supaya benda yang dilihatnya terhenti tanpa menghentikan arus air. Sambil duduk Pras memperhatikan benda itu.
“ Sem-pur-na”, katanya,
“ tanpa terputus da...n utuh lagi” katanya lagi. Pras mengeluarkan HP-nya dibidik dan dipotretnya benda itu. Lama sekali Pras mengamati benda itu sehingga tidak memperhatikan bahwa dirinya juga sedang diperhatikan oleh orang lain yang lalu lalang di jalan itu. Diacuhkannyasetiap orang yang lewat, bahkan ada yang menyindirnya setengah gila atau gila anyaran, tidak dihiraukan ucapan mereka. Seorang pembantu keluar dari rumah tempat Pros nongkrong dan menegornya “ Hei, Mas ! Kan kotor sapunya itu” Pras menoleh dan berkata “ Ya, mbak nanti saya bersihkan sebentar saja kok, ini pemandangan bagus masalahnya” sambil menyodorkan uang puluhan ribu rupiah ia katakan “ Ini ........., anggap sebagai sewanya aja” heh! Enak aja kau kira siapa saya ini “ “ Ayolah terima ini , ini ...terimalah, tidak apa-apa” Perempuan itu tertegun sambil menerima uang pemberian Pras, lalu masuk rumahnya lagi.
Pras melanjutkan perhatiannya terhadap benda itu dengan asyik bahkan lebih cermat lagi. Cukup lama ia berasyik-asyik memperhatikan benda itu. Seorang teman Pras melihat pras penuh curiga mendekatinya “ o..ooo, “ sambil menepuk bahu Pras, tapi Pras menghiraukannya.
-“ iya, aku ingat ada cerita; Pellukis besar Raden Saleh, dikirim ke Belanda hanya karena ini”
- “itulah sebabnya aku sanga respek kepadanya” kata Pras.
“ Utuh, melingkar. Dulu aku pernah melihat, tapi tidak seperti ini, retak, yang ini benar-benar utuh, tidak ada tanda retak sama sekali” kata teman Pras.
“apa yang kau kagumkan?”
“ kok bisa, umumnya terpatah menjadi , dua atau tiga, bahkan hancur“ kata teman Pras
“menurut pendapatmu apakah bisa jadi inspirasi puisi?” kata Pras
“bisa, inilah naturalisme”
“ah!, ya nggak lah, ini ekspresionisme” kata Pras
“sepertinya ekspresionis atau naturalis tidak perlu dibahas yang penting You bisa nggak menciptakan hal yang baru” kata teman Pras sambil mengeluarkan HP-nya untuk mengambil gambar benda itu. Dengan berkata
“ seandainnya dalam kondisi berjalan bagus diambil dengan kamera”
“ iya... Ya? Kita coba aja digeser keatas lalu dilepas”
“Jangan, nanti hancur” kata teman Pras
“mendingan dilepas, ambil gambarnya, lalu ditahan lagi disana” kata teman Pras lagi
“ ya, ya, yaaaa, aku coba” Pras lalu mencobanya seperti apa yang disarankan temanya tadi.
Pras mencoba membidik benda yang terbawa arus itu dengan cermat lalu membendungnya lagi.
“nha begitu kan bagus tidak patah” Dippotretnya lagi benda itu dengan Hp-nya itu. Sementara orang yang lewat dan yang memperhatikannya menganggap dia stres, gila, edan dsb. Pras tidak pernah menghiraukan.
Sementara teman Pras merasa gerah dengan sindiran orang yang lewat lalu pergi
“ aku pergi dulu Pras ada kuliah “
–“ o.o. Ya.ya slamat jalan, aku kosong hari ini selamat jalan”
-“ ini memang cocok untuk obyek diskusi mengapa orang Belanda saat itu Raden Saleh melukis seperti ini” katanya. Suara Pras memang sedikit keras sehingga seorang tua yang sedang lewat menyahut kata-kata Pras
“ya, cocok, karena utuh, tidak patah, bahkan retakpun tidak, sulit ditemukan” Pras tidak mempedulikan orang yang menyahut kata-katanya tadi, tetapi dia berkata sambil memiring-miringkan kepalanya keksebelah kiri dan kanan
“yang mengagunkan itu utuh, ya, utuh, yang tak pernah aku jumpai selama aku menelusur sungai, atau slokan” orang tua itu menyambutnya
“itu hanya keserasian antara emosi dan arus saja”
“ Keserasian arus dan emosi?” kata Pras yang mulai tertarik dengan kata-kata orang itu.
“Ya, keserasian antara emosidan arus air, Jika emosi lebih keras dari arus akan menabrak dirinya sendiri, lalu patah, jika arus lebih keras begitu keluar patah, karena prosesnya didalam air”
Sementara orang tua itu menanggapi Pras, seorang perempuan yang lewat berkomentar, “ yang tua sama yang muda sama edannya, barang seperti itu kok dibabhas sampai detail”
Pras tidak menanggapinya komentar orang tadi, hanya orang tua itu sedikit agak malu dan berkata kepada pras
“ apa pendapatmua tentang komentar perempuan itu ?”
- “biarlah pak” jawab Pras
-“itu tandanya kau kau tidak punya konsep”
–“o... o..oo kok bisa? tapi ini kebebasan pak, kebebasan dalam berekspresi .” jawab Pras
“ habis bagaimana ?” kata Pras lagi
-“ apa itu eks,eks, presi aku tidak mau tahu, mestinya kau punya konsep mengapa kau tertarik dengan itu, tetapi bagiku ini anugerah, anugerah untuk mengagumi karya Allah lewat diri manusia dalam salah satu konsep perbuatan hidup yang tidak bisa diingkari dan tidak bisa ditolak; Keberadaannya lebih mutlak, lagi pula tidak bisa disalahkan begitu saja, itulah sebabnya aku merespon kegiatanmu ini”
-“ Cuma bagaimana bisa begitu ya?” kata Pras sambil menampakkan kekagumannya.
“ maksudmu utuh, begitu?Yyaa...seperti yang kukatakan tadi, kalu kurang percaya cobalah, dengan berendam di sungai, lalu perbuatlah, kurasa tidak semua orang bisa, aku berharap kau bisa, bisa meniru dan menghasilakan yang sempurnya” orang tua itu lalu pergi dan Pras berteriak:
” terimakasih pak! Apakah bapak pernah mencoba?”
“aku hanya menjalani hidup dan mengamati.” Jawab orang tua itu sambil meninggalkan Pras.
Pras kelihatan kagum melihat orang itu, kagum dalam mengimbangi apa yang dipikirkannya dalam waktu sesaat Pras dapat belajar dari sindiran orang yang lewat dan tanggapan orang tua itu. Pras mengeluarkan buku skripnya, mulai menulis dan mengamati benda itu dan mencatat penggalaman dengan orang tua itu , tiba-tiba muncul seorang pembantu rumah itu “mas ! sampeyan gila ya? Masak sejak pagi hanya menunggui barang kayak gitu” -“ tenang mbak .. , kalau perlu sapunya kuganti nanti, yang penting mbak beri aku kesempatan untuk hari ini saja” -bukan begitu, kalau nyonya atau bapak pulang sampaean di usir, dikira orang gila lho” - “nggak papa” sahut Pras, bersamaan dengan itu lewat orang seorang setengah baya sambil memantau apa yang dikerjakan Pras disitu “wah!” katanya lalu pergilah dia.
Pras masih dengan asyiknya memperhatikan dengan obyek itu seorang berbadan kekar menghampirinya sambil marah menegurnya “hei mas! apaan disitu ?” katanya, lalu orang itu datang sambil menarik krag baju Pras. Pras terkejut dan diam saja. “kau pergi dari sini ! “ – “Pak siapa apa salah saya ?“ kata Pras – “ aku pengacara, kau bisa kutuntut dengan perbuatanmu” kata orangitu - “ Pak orang mana ? bukan orang sini kan ? bagaimana pak cara pak mau nuntut saya” tanya Pras. “ aku orang sini, tuh! Rumah saya” sambil menunjuk dimana Pras tinggal. Orang itu diam saja dan melepas pegangan tangannya lalu pergi. Pras diam saja dan masih asyik dengan obyek penelitiannya. Beberapa langkah orang yang mengaku Pengacara itu menoleh kepada Pras. Melihat Pas tidak memperhatikan dirinya dan masih asyik denga perbuatannya orang itu makin panas hati. Ia kembali mendekati Pras, Pras tidak memperhatiakan orang yang mengaku Pengacara itu. Orang yang mengaku Pengacara itu pergi lagi meninggalkan Pras. Sesaat orang yang mengaku Pengacara itu kembali lagi kali ini Pras tahu tetapi ia cuek saja sambil bergumam “ inilah hidup tanpa konsep”.
Tidak sebarapa lama Pemilik rumah dimana Pras mangkal datang melihaat apa yang dilakukan Pras. Orang itu hanya melihat kegiatan Pras tidak mengganggu dan Pras tidak pernah tahu dan tidak merasa diperhatikan oleh orang itu. Pras asyik dengan obyek penelitiannya dengan sambil berbicara sendiri.
Tiga anak kecil yang tadi tertawa sambil menuding lewat, rupanya mereka baru plang sekolah. Memperhatikan itu mereka heran melihat Pras yang sejak mereka berangkat sekolah sampai pulang sekolah masih melihat Pras asyik dengan obyeknya. Tiga anak kecil tertawa terbahak-bahak menuding Pras, menuding perbuatan Pras, menuding Pras yang gila, menuding Pras yang aneh. Pras hanya senyum saja “ini kenikmatan kata Pras”.
Tak seberapa lama dua orang Polisi datang menghampiri Pras sambil “saudara ditangkap” -“ apa ? Saya ditangkap ? apa salah saya?” - “nati kita jelaskan di kantor Polisi”
“ tidak bisa !” aku tidak berbuat yang melanggar hukum, atas dasar apa anda menangkap saya” - “ini suratnya, nanti kita jelaskan di kantor Polisi” kata seorang Polisi. Sesaat Pemilik rumah melerai “ Pak, ini anak sini, itu rumanya” sambil menunjuk rumah Pras. “Sejak pagi dia disini dan tidak mengganggu orang disini” –“ ini saya lakukan berdasarkan tugas ini surat tugas saya dan salinannya sudah dibawa yang bersangkutan” kata polisi kepada pemilik rumah tempat Pras mangkal. Tangan Pras diborgol, Pras berjalan dikawal dua oang Polisi naik mobil Polisi.
Di kantor Polisi, borgol dilepas. Pras duduk dihadapan penyidik. Sepintas Pras melihat orang yang mengaku Pengacara di kantor polisi. Pras diinterogasi: “ Nama Saudara ?” –“Prastowo” Tempat Tinggal ?” –“ Karang Rej o Sawah V/17” – “Pekerjaaan ?” – “ belum bekerja, masih kuliah di Fakultas Sastra dan seni “ - “saudara ditangkap, apakah saudara tahu kesalahan saudara “ - “tidak Pak.” - “saudara diadukan telah melanggar tata susila” -“apa itu Pak? Tata susila yang mana yang saya langga ? Saya tidak menodai gadis anak orang, tidak berbuat mesum, kok saya diadukan melanggar tata susila ? ” –“ apa yang yang anda lakukan saaat anda ditang kap?” – “sedang melakukan penelitian” -“Penelitian ?” - “ Ya, pak kurang lebih 35 cm bulat panjang diameter kurang lebih satu setengah senti, hampir melingkar, warna cerah; Rupanya masih baru” - “Penelitian apa itu ?” -“ yang panjangnya kurang lebih 35 senti, bulat panjang diameter kurang lebih satu setengah senti, hampir melingkar, warna cerah itu tinja ” -“tinja?, jangan mai-main kau !” sipenyidik itu membentak, berekspresi marah dan Pras merasa ketakutan dalam hatinya gemetar, hati Pras berkecamuk, kalau-kalau ini benar-benar pelanggaran susila, atau dianggap mempermainkan polisi penyidik. Melihat Pras ketakutan polisi penyidik itu mengubah ekspresinya menjadi ramah. “maaf mas saya tidak marah pada anda tetapi saya marah kepada pelapor” . Legalah hati Pras. “ Trus bagaimana denga saya pak, saya telah dirugikan karena belum tentu tiga bulan lagi saya bisa menemukan” . Polisi penyidik itu menjadi penasaran