Rabu, 19 Januari 2011

Ninja


Udara pagi terasa makin lama makin meninggalkan rasa sejuk setelah semalaman dingin mendominasi udara. Kini kehangatan itu semakin dirasa oleh orang banyak bersamaan dengan surutnya dingin dan habisnya gelap dan berangsurnya terang menguasai pagi yang semakin menuju siang.
   Gelapnya malam, dinginnya malam dan hangat pagi dan cerahnya pagi tidak bisa membuat  gelap dan dinginnya hati Prastowo menjadi terang.  Prastowo  yang  mahasiswa  seni, sejak  tadi  malam masih dalam suasana kalut karena belum mendapatkan ide  untuk  menciptakan bahan presentasi, apa yang  akan diberikan kepada temannya dalam kajian seni dalam kehidupan sehari-hari. Hati Prastowo bimbang, antara berangkan ke kampus atau  tidak. Instingnya dia  harus beragkat ke kampu tetapi ada perasaan yang mengganjal, yaitu perasaan bahwa dia harus punya konsep apa yang harus disampaikan kepada siapapun yang ia temui.  Akhirnya dia berangkat juga.  Walaupan  sebenarnya tidak ada jadwal kuliah hari ini, dia merasa ada kepentingan di kampus, apakah itu ngobrol dena teman, dosen atau hanya baca-baca buku seadanya di perpustakaan.
    Setelah usai mandi, berpakaian, sarapan, akhirnya berangkat juga Pras menuju ke kampus walau hatinya dihinggapi rasa malas. Pras lama berdiri didepan pintu kamarnya dengan perasaan  berangkat,  tidak,  berangkat, tidak.............. yah!  Akhirnya kakipun melangkah perlahan, satu dua langkah, Pras berhenti lagi badanya disandarkannya pada kusen pintu sambil mencangklong tas. Lama Pras merenung antara berangkat atau tidak. Pras melangkahkan kakinya lagi, didepan gerbang rumah Pras berhenti lagi  berdiri dengan pandangan yang kosong ditepi jalan, semenrata panas matahari pagi tak terasa menyengat tubuh, tidak dirasa. Lama setelah ia termangu,  akhirnya melangkah juga  ia, menelusur gang di kampungnya, dengan muka tertunduk  sambil  menendang-nendang  batu kecil.  Ketika asyik berjalan terdengar suara anak kecil berteriak  sambil tertawa. Pras melihat tiga anak kecil itu mengacungkan jarinya menunjuk kearah slokan. Pandangan  Pras ikut terbawa  oleh anak-anak itu kearah slokan yang airnya mengalir lamcar, tidak seberapa deras.
“ Oh! .... apa itu? Menarik sekali “ kata Pras dalam hati. Dan Pras sangat perhatian atas benda tersebut.
“ asyik juga, utuh, kurang lebih 35 cm bulat panjang diameter kurang lebih satu setengah senti, hampir melingkar, warna cerah; Rupanya masih baru; Bagaimana  hal ini bisa terjadi?  Mungkin sepanjang hidup baru sekali ini aku melihat hal yang sesempurna itu”  Pras terus melangkah mengikuti aliran slokan itu, pandangannya terfokus pada satu benda yang ditunjuk oleh tiga anak kecil tadi,  sementara anak kecil yang sejak tadi  menertawakan benda tadi  sudah berlalu,  dan Pras masih terus mengkutinya kemana arah aliran air itu, sesekali ia membungkuk  dengan asyik mencermatinya. Sampai pada sebuah jembatan dengan keteduhan  bangunan yang tinggi Pras melihat sebuah sapu lidi. Diambilnya sapu lidi untuk membendung aliran slokan  supaya benda yang dilihatnya  terhenti tanpa menghentikan arus air. Sambil duduk Pras memperhatikan  benda itu.
“ Sem-pur-na”,  katanya, 
“ tanpa terputus da...n  utuh lagi” katanya lagi.  Pras mengeluarkan HP-nya dibidik dan dipotretnya benda itu. Lama sekali Pras mengamati benda itu sehingga tidak memperhatikan bahwa dirinya juga sedang diperhatikan oleh orang lain yang lalu lalang di jalan itu. Diacuhkannyasetiap orang yang lewat, bahkan ada yang menyindirnya setengah gila atau gila anyaran, tidak dihiraukan ucapan mereka. Seorang pembantu keluar dari rumah tempat Pros nongkrong dan menegornya “ Hei, Mas ! Kan kotor sapunya itu”   Pras menoleh dan berkata “ Ya, mbak nanti saya bersihkan sebentar saja kok, ini pemandangan bagus masalahnya”  sambil  menyodorkan uang puluhan ribu rupiah ia katakan “ Ini ........., anggap sebagai sewanya aja”   heh! Enak aja  kau kira siapa saya ini “   “ Ayolah terima ini , ini ...terimalah,  tidak apa-apa” Perempuan itu tertegun sambil menerima uang pemberian Pras, lalu masuk rumahnya lagi.

Pras melanjutkan perhatiannya terhadap benda itu dengan asyik  bahkan lebih cermat lagi. Cukup lama ia berasyik-asyik memperhatikan benda itu. Seorang teman Pras melihat pras penuh curiga mendekatinya “ o..ooo, “ sambil menepuk bahu Pras, tapi Pras  menghiraukannya.
 -“ iya, aku ingat  ada cerita;  Pellukis  besar  Raden Saleh, dikirim ke Belanda hanya karena ini” 
- “itulah sebabnya aku sanga respek  kepadanya” kata Pras.
“ Utuh, melingkar.   Dulu aku pernah melihat,  tapi tidak seperti ini, retak,  yang ini benar-benar utuh, tidak ada tanda retak sama sekali” kata teman Pras. 
 “apa yang kau kagumkan?” 
 “ kok bisa,  umumnya terpatah menjadi , dua atau tiga, bahkan hancur“ kata teman Pras 
 “menurut pendapatmu apakah bisa jadi inspirasi puisi?” kata Pras
 “bisa, inilah naturalisme” 
“ah!, ya nggak lah, ini ekspresionisme” kata Pras
“sepertinya  ekspresionis atau naturalis tidak perlu dibahas  yang penting You  bisa nggak  menciptakan hal yang baru” kata teman Pras sambil mengeluarkan  HP-nya untuk mengambil gambar benda itu. Dengan berkata
 “ seandainnya  dalam kondisi berjalan bagus diambil dengan kamera” 
“ iya... Ya?  Kita coba aja digeser keatas lalu dilepas” 
“Jangan, nanti hancur” kata teman Pras
 “mendingan dilepas, ambil gambarnya, lalu ditahan lagi disana”  kata teman Pras lagi  
 “ ya, ya, yaaaa, aku coba” Pras lalu mencobanya seperti apa yang disarankan temanya tadi.
 Pras mencoba  membidik benda yang terbawa arus itu dengan cermat lalu membendungnya lagi.
 “nha begitu kan bagus tidak patah” Dippotretnya lagi benda itu dengan  Hp-nya itu. Sementara orang yang lewat dan yang memperhatikannya  menganggap  dia stres, gila, edan dsb. Pras tidak pernah menghiraukan.
 Sementara teman Pras merasa gerah dengan sindiran orang yang lewat  lalu pergi
 “ aku pergi dulu Pras ada kuliah “
–“ o.o. Ya.ya slamat jalan,  aku kosong hari ini selamat jalan”
-“ ini memang cocok untuk obyek diskusi mengapa orang Belanda saat itu Raden Saleh melukis seperti ini” katanya.   Suara Pras memang  sedikit keras sehingga seorang tua yang sedang lewat menyahut kata-kata Pras
 “ya, cocok, karena utuh, tidak  patah, bahkan retakpun  tidak,  sulit ditemukan” Pras tidak  mempedulikan orang yang menyahut kata-katanya tadi, tetapi dia berkata sambil memiring-miringkan kepalanya keksebelah kiri dan kanan
“yang mengagunkan itu utuh, ya, utuh, yang tak pernah aku jumpai selama aku menelusur sungai, atau slokan”  orang tua itu menyambutnya
 “itu hanya keserasian antara emosi dan arus saja” 
“ Keserasian arus dan emosi?” kata Pras yang mulai tertarik dengan kata-kata orang itu.
 “Ya, keserasian antara emosidan arus air,  Jika emosi lebih keras dari arus akan menabrak dirinya sendiri, lalu patah, jika arus lebih keras begitu keluar patah, karena prosesnya didalam air”
Sementara orang tua itu menanggapi Pras, seorang perempuan yang lewat berkomentar, “ yang tua  sama yang muda sama edannya, barang seperti itu kok dibabhas sampai detail” 
Pras tidak menanggapinya  komentar orang tadi, hanya orang tua itu sedikit agak malu dan berkata  kepada pras 
“ apa pendapatmua tentang komentar perempuan itu ?” 
- “biarlah pak”  jawab Pras
-“itu tandanya kau kau tidak punya konsep”
 –“o... o..oo kok bisa? tapi ini kebebasan pak, kebebasan dalam berekspresi .”  jawab Pras
 “ habis bagaimana ?” kata Pras lagi  
-“ apa itu  eks,eks, presi aku tidak mau tahu, mestinya kau punya konsep mengapa kau tertarik dengan itu,   tetapi bagiku ini anugerah, anugerah untuk mengagumi karya Allah lewat  diri manusia dalam salah satu konsep perbuatan hidup yang tidak  bisa diingkari dan tidak bisa ditolak;  Keberadaannya lebih mutlak,  lagi pula tidak bisa disalahkan begitu saja, itulah sebabnya aku merespon kegiatanmu ini”
 -“ Cuma bagaimana bisa begitu ya?” kata Pras sambil menampakkan kekagumannya.
“ maksudmu utuh, begitu?Yyaa...seperti yang kukatakan tadi, kalu kurang  percaya cobalah,  dengan berendam di sungai, lalu perbuatlah, kurasa tidak semua orang bisa, aku berharap kau bisa, bisa meniru dan menghasilakan yang sempurnya” orang tua itu lalu pergi dan Pras berteriak:
” terimakasih pak! Apakah bapak pernah mencoba?”  
 “aku hanya menjalani hidup dan mengamati.” Jawab orang tua itu  sambil meninggalkan Pras.

Pras kelihatan kagum melihat orang itu, kagum dalam mengimbangi  apa yang dipikirkannya dalam waktu sesaat Pras dapat belajar dari sindiran orang  yang lewat dan tanggapan orang tua itu. Pras mengeluarkan buku skripnya, mulai menulis  dan mengamati benda itu dan mencatat penggalaman dengan orang tua itu , tiba-tiba  muncul seorang pembantu rumah itu  “mas ! sampeyan gila ya? Masak sejak pagi hanya menunggui barang kayak gitu”  -“ tenang mbak .. , kalau perlu sapunya kuganti nanti, yang penting  mbak beri aku kesempatan  untuk hari ini saja”  -bukan begitu, kalau  nyonya atau  bapak pulang  sampaean di usir, dikira orang gila lho”  - “nggak papa” sahut Pras, bersamaan dengan itu lewat orang  seorang setengah baya sambil memantau apa yang dikerjakan Pras disitu “wah!”  katanya lalu pergilah dia.

Pras masih dengan asyiknya  memperhatikan dengan obyek itu  seorang  berbadan  kekar menghampirinya  sambil marah menegurnya  “hei  mas! apaan disitu ?”  katanya, lalu orang itu datang sambil menarik krag baju Pras. Pras terkejut dan diam saja.  “kau pergi dari sini ! “ – “Pak siapa apa salah  saya ?“ kata Pras – “ aku pengacara, kau bisa kutuntut dengan perbuatanmu”  kata orangitu  - “ Pak orang mana ? bukan orang sini kan ? bagaimana  pak  cara pak mau nuntut saya” tanya Pras. “ aku orang sini, tuh! Rumah saya” sambil menunjuk  dimana Pras tinggal. Orang itu diam saja  dan melepas pegangan tangannya lalu pergi. Pras diam saja dan masih asyik dengan obyek penelitiannya. Beberapa langkah  orang  yang mengaku Pengacara itu  menoleh kepada Pras. Melihat Pas tidak memperhatikan  dirinya  dan masih asyik denga perbuatannya orang itu makin panas hati. Ia kembali  mendekati Pras, Pras tidak memperhatiakan  orang  yang mengaku Pengacara itu. Orang  yang mengaku Pengacara itu pergi lagi meninggalkan Pras.  Sesaat orang  yang mengaku Pengacara itu kembali lagi kali ini Pras tahu tetapi ia cuek saja sambil bergumam “ inilah hidup tanpa konsep”.

Tidak  sebarapa lama Pemilik rumah dimana Pras mangkal  datang  melihaat apa yang dilakukan Pras. Orang itu hanya melihat kegiatan Pras tidak mengganggu dan Pras  tidak pernah tahu  dan tidak merasa diperhatikan oleh orang itu. Pras asyik dengan obyek penelitiannya dengan sambil  berbicara sendiri.

Tiga anak kecil yang tadi tertawa sambil menuding  lewat, rupanya mereka baru plang sekolah. Memperhatikan itu mereka heran melihat Pras yang  sejak mereka berangkat sekolah sampai  pulang sekolah  masih melihat Pras asyik dengan  obyeknya. Tiga anak kecil tertawa terbahak-bahak menuding Pras, menuding perbuatan Pras, menuding Pras yang gila, menuding Pras yang aneh. Pras hanya senyum saja “ini kenikmatan kata Pras”.

Tak seberapa lama dua orang Polisi  datang menghampiri Pras  sambil “saudara ditangkap”  -“ apa ? Saya ditangkap ? apa salah saya?”  - “nati kita jelaskan di kantor Polisi”
“ tidak bisa !” aku tidak berbuat  yang melanggar hukum, atas dasar apa anda menangkap saya”  - “ini suratnya,  nanti kita jelaskan di kantor Polisi” kata seorang Polisi. Sesaat Pemilik rumah melerai “ Pak, ini anak sini, itu rumanya” sambil menunjuk rumah Pras. “Sejak pagi dia disini dan tidak mengganggu orang disini” –“ ini saya lakukan berdasarkan tugas  ini surat tugas saya dan salinannya  sudah dibawa yang bersangkutan” kata polisi kepada  pemilik rumah tempat Pras mangkal.  Tangan Pras diborgol, Pras berjalan dikawal dua oang Polisi naik  mobil Polisi.

Di kantor Polisi, borgol dilepas. Pras duduk dihadapan penyidik. Sepintas Pras melihat orang  yang mengaku Pengacara  di kantor polisi. Pras diinterogasi: “ Nama Saudara ?” –“Prastowo”  Tempat Tinggal ?” –“ Karang Rej o Sawah V/17” – “Pekerjaaan ?” – “ belum bekerja, masih kuliah di Fakultas Sastra dan seni “ - “saudara ditangkap, apakah saudara tahu kesalahan saudara “  - “tidak Pak.”  - “saudara diadukan telah melanggar tata susila”  -“apa itu  Pak? Tata susila yang mana yang saya langga ? Saya tidak menodai gadis anak orang, tidak berbuat mesum, kok saya diadukan melanggar tata susila ? ” –“ apa yang yang anda lakukan  saaat anda ditang kap?” – “sedang melakukan penelitian”  -“Penelitian ?”  - “ Ya, pak kurang lebih 35 cm bulat panjang diameter kurang lebih satu setengah senti, hampir melingkar, warna cerah; Rupanya masih baru”  - “Penelitian apa itu ?”  -“ yang panjangnya kurang lebih 35 senti, bulat panjang diameter kurang lebih satu setengah senti, hampir melingkar, warna cerah itu  tinja ”  -“tinja?, jangan mai-main kau !” sipenyidik itu membentak,  berekspresi marah dan Pras merasa ketakutan dalam hatinya gemetar, hati  Pras berkecamuk, kalau-kalau  ini benar-benar pelanggaran susila, atau dianggap mempermainkan polisi penyidik. Melihat Pras ketakutan polisi penyidik itu  mengubah ekspresinya menjadi ramah. “maaf mas saya tidak marah pada anda tetapi saya marah kepada pelapor” .  Legalah hati Pras.  “ Trus bagaimana  denga saya pak, saya telah dirugikan karena  belum tentu tiga bulan lagi saya bisa menemukan” . Polisi penyidik itu menjadi penasaran




Hikayat Raja-Raja Pasai


Naskah Islam



Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Naskah Islam


Disusun oleh:
Eunike Yoanita
120710071

Departemen Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Airlangga
Surabaya
2010





            Hikayat Raja-raja Pasai merupakan karya dalam bahasa Melayu yang bercerita tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara, Samudera-Pasai, sekarang terletak di Nanggroe Aceh Darussalam. Hikayat Raja-Raja Pasai dianggap hasil kesusasteraan Melayu, mengisahkan masyarakat Melayu dan menggunakan bahasa Melayu (tulisan Jawi). Kapan pastinya Islam pertama kali masuk ke Pasai, belum diketahui secara pasti, apalagi jika masuknya Islam itu didasarkan kepada mulai adanya masyarakat Islam di sana. Bila kriteria yang dipakai didasarkan pada terbentuknya sistem politik, berupa lembaga kerajaan yang bercorak Islam, dapat dikatakan bahwa Kerajaan Islam Pasai terbentuk pada abad ke-13. Informasi tentang kerajaan Samudra Pasai dalam Hikayat Raja-raja Pasai (Kronika Pasai), seperti penamaan Pasee dari kata “anjing”, menunjukkan ketidakilmiahan sumber ini dan bahkan mencurigakan asal usul naskah Hikayat Raja-raja Pasai tersebut. Kesimpulannya adalah Hikayat Raja-raja Pasai tidak lepas dari niat busuk terpendam dari pengarangnya. Sebab andai pun itu nama kerajaan sebelum Merah Silu memeluk Islam, mungkin Merah Silu akan mengganti nama Pasai itu menjadi yang lain, daripada mempertahankan nama anjingnya menjadi nama sebuah kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara.
            Peninggalan arkeologis menunjukan bahwa raja pertama, yang disebut dalam tradisi seperti yang terdapat dalam Hikayat Raja-raja Pasai bernama Merah Silu atau Sultan Malikus Saleh, mangkat pada bulan Ramadhan tahun 696 Hijriah atau 1297 M. Dengan demikian ia disebut sebagai Raja Islam pertama di Kerajaan Pasai itu. Sejarah Malayu menyebutkan bahwa Malikus Saleh Raja Pasai itu, yang sebelum memeluk agama Islam bernama Merah Silu, memakai nama Malikus Saleh setelah ia menjadi penganut Agama Islam. Ia menikahi putri Perlak dan memperoleh dua orang putra, yakni, Malik Al-Zahir dan Malik Al-Mansur.
            Peranan penting yang dimainkan Pasai dalam penyebaran Islam ke seluruh Nusantara dimungkinkan karena hubungan itu berkaitan erat dengan kegiatan perdagangan yang didalamnya juga terdapat kegiatan para pedagang yang sekaligus bertindak sebagai pendakwah. Pasai yang terkait dengan kegiatan perdagangan dengan berbagai kerajaan lain di kawasan ini, dengan mudah menggunakan jaringan itu untuk tujuan pengembangan agama Islam.
            Sumber informasi dari Dinasti Yuan menyebutkan bahwa pada tahun 1282 Kerajaan Pasai mengirimkan dua orang utusan yang bernama Sulaiman dan Samsuddin ke Istana Kaisar Cina. Informasi ini menunjukan bahwa orang-orang Islam telah menduduki posisi penting dalam pemerintahan di Kerajaan Pasai yang dipimpin Malik Al-Saleh. Kedua orang ini diperkirakan sebagai pedagang Islam yang bermukim atau menduduki posisi penting dalam pemerintahan.
            Pada pusat pemerintahan di Pasai, kegiatan keagamaan cukup semarak, hal ini terutama dapat diperlihatkan kehidupan keagamaan di istana. Contoh kongkrit tentang hal ini ialah pada masa pemerintahan Malik Al-Zahir, Ibnu Batulah menyebutkan kunjungannya ke sana pada tahun 1345 dan Sultan yang memerintah ialah Sultan Malik Al-Zahir, seorang raja yang taat kepada ajaran Nabi Muhammad SAW dan baginda senantiasa dikelilingi oleh para ahli agama teologi Islam di antaranya ialah Qadi Syarif Amir Sayyid dari Shiraz, dan Tajal-Din dari Isfahan. Ditinjau dari sudut perkembangan agama Islam, Pasai dapat kita katakan sebagai pusat penyiaran agama Islam di Nusantara dan kawasan Asia Tenggara.
            Hubungan antara Pasai dengan Malaka dan juga dengan daerah-daerah lain di kawasan Asia Tenggara telah terjalin sejak adanya hubungan perdagangan Selat Malaka. Agama Islam pun mulai dianut di beberapa tempat di Asia Tenggara, terutama di Semenanjung Melayu dan di pesisir utara Pulau Jawa. Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Samudera Pasai dengan Semenanjung Melayu lambat-laun menyebabkan terbentuknya masyarakat muslim di sana, antara lain di Trengganu yang dibuktikan oleh temuan batu bersurat dengan huruf Arab yang berbahasa Melayu. Batu itu bertanggal Jum’at 22 Februari 1303 M.
            Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Samudera Pasai dan Malaka jauh sebelum abad ke-15, lambat-laun menyebabkan pula timbulnya masyarakat muslim di Malaka, bahkan juga di kalangan bangsawan atau raja-raja. Raja Malaka yang dikenal sebagai Paramisora mengambil puteri dari Pasai sebagai isterinya, kira-kira pada tahun 1414. Hubungan perdagangan amat dimajukan antara dua kerajaan tersebut. Pada waktu itu pun mata uang emas (dirham) yang sudah dikenal di Samudera Pasai, dikenalkan pula kepada raja dan masyarakat Malaka.
            Bukti lain tentang pengaruh Pasai terhadap Malaka, ialah dari kisah Sultan Malaka yang selalu menanyakan soal-soal yang pelik dalam agama kepada raja Pasai, seperti telah disebutkan. Pengaruh Pasai juga berlangsung atas Kedah, meskipun Kedah juga berada di bawah kekuasaan Siam. Melalui kedah muballig-muballig Islam dari Pasai menyebarkan agama Islam ke daerah-daerah lain di Semenanjung Melayu, yang terletak lebih ke pedalaman sampai ke Trengganu. Pengaruh Pasai yang telah ada di sebelah utara Semenanjung Melayu juga mengakibatkan besarnya pengaruh terhadap raja-raja Malaka yang pertama, yang mengawini puteri Pasai.
            Hubungan antara Pasai dengan daerah-daearah lain di Indonesia seperti Pulau Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Lombok, dan Sumbawa dibuktikan oleh adanya kesamaan bentuk nisan kubur yang terdapat di Pasai dengan daerah-daerah yang disebutkan.
Namun keberadaan manuskrip ini meragukan beberapa pihak untuk dimasukkan dalam sejarah Kerajaan Islam Samudra Pasaimengacu pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1)     Manuskrip ini hanyalah cerita dongeng (fiksional) yang mengambil latar belakang (tokoh dan tempat) yang benar-benar ada. Di satu sisi ia tidak lebih dari sebuah karya semacam Alfu Lailah Wa Lailah (Cerita Seribu Satu Malam yang mengambil latar belakang Baghdad dan tokoh-tokohnya). Sisi yang berbeda hanya HRP menampakkan secara menonjol suatu niat busuk yang terpendam dalam batin si pengarangnya.
2)     Ketidakjelasan siapa pengarang dan bagaimana jalan cerita itu diterima secara akurat oleh si pengarangnya (manhaj tahdits). Hal ini menyebabkan Hikayat Raja-raja Pasai tidak memiliki potensi ilmiah untuk menjadi sumber sejarah, apalagi sejarah sebuah kerajaan yang diyakini menjadi pusat penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara.

            Hikayat Raja-Raja Pasai pertama kali diterbitkan oleh seorang Perancis bernama Ed. Dulaurier pada tahun 1849 M dalam Collection Principle Cronique Malayes. Ia menerbitkannya dalam huruf Arab berdasarkan manuskrip yang dibawa oleh Sir Thomas Stanford Raffles ke London yang sampai sekarang masih ada di sana dalam perpustakaan Royal Asiatic Society. Pada tahun 1914 M terbit versi yang dihuruflatinkan oleh J.P. Mead yang juga berasal dari manuskrip London tersebut di atas. Di samping itu, terdapat pula transkripsi Hikayat Raja-Raja Pasai beserta pembicaraannya dalam Journal of the Malayan Branch Royal Asiatic Society, 1960, yang dikerjakan oleh A.H. Hill. Menurt T. Iskandar, Hikayat Raja-Raja Pasai merupakan karya sejarah tertua dari zaman Islam.
            Hikayat Raja-Raja Pasai terdapat dua versi. Pertama ialah cerita Pasai yang terdapat dalah naskah Sejarah Melayu, yakni riwayat yang berakhir dengan mangkatnya Sultan Malik al Dzahir dan naiknya tahta kerajaan Sultan Ahmad. Kedua adalah versi Hikayat Raja-Raja Pasai yang diwakili oleh Raffles seperti tersebut di atas. R.O. Winstedt menyatakan bahwa bagian-bagian tertentu Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai mempunyai persamaan-persamaan, baik dalam pokok pembicaraan maupun susunan ayatnya. Ia mengatakan, penyusun Sejarah Melayu telah meniru, memparafrasakan dan menyalin Hikayat Raja-Raja Pasai. Winstedt berkesimpulan bahwa Hikayat Raja-Raja Pasai ialah teks yang tertua dari kedua karya itu (Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai). Namun, R. Roolvink menyatakan, tidak mudah untuk menentukan antara kedua teks itu dan mungkin sekali penyusun Sejarah Melayu telah menggunakan teks Hikayat Raja-Raja Pasai yang lain, sehingga terjadi perbedaan penting antara kedua teks itu dari segi nama dan detail-detail lainnya.
            Menurut A. Teeuw bahwa Hikayat Raja-Raja Pasai berdasarkan internal evidence tidak mungkin dikarang sebelum Sejarah Melayu, tetapi sebaliknya. Hikayat Raja-Raja Pasai ditulis berdasarkan suatu versi asal Sejarah Melayu untuk kemegahan kerajaan Pasai dengan berbagai tambahan dan perubahan. Namun, Amin Sweeney menentang pendapat itu dan berdasarkan internal evidence pula menyatakan dengan sangat meyakinkan bahwa Hikayat Raja-Raja Pasai yang digunakan oleh pengarang bagian pertama Sejarah Melayu.
            Isi naskah Hikayat Raja-Raja Pasai menyangkut sejarah negeri Pasai sekitar pertengahan abad ke-13, masa pengislaman Tanah Pasai hingga pertengahan abad ke-14, dan waktu penaklukan Pasai oleh Majapahit. Secara lebih rinci isi Hikayat Raja-Raja Pasai dapat dibagi menjadi enam bagian, meskipun dalam manuskrip tersebut tidak ada pembagian ini. Lima bagian pertama adalah cerita mengenai Samudra Pasai, sedangkan yang keenam sama sekali tidak menyinggunga Pasai, tetapi mengenai penaklukan Nusantara oleh Patih Gajah Mada atas perintah Sang Nata Majapahit. Dalam bagian terakhir itu juga dibicarakan penaklukan sebagian pulau Perca, yakni Minangkabau, yang tidak dilakukan dengan peperangan tetapi dengan adu kerbau. Tentara Jawa kalah dalam penaklukan itu. Naskah Hikayat Raja-Raja Pasai yang mula-mula besar kemungkinannya tidak mengandung bagian yang keenam itu. Apabila itu benar, maka bagian yang keenam itu adalah tambahan yang kemudian, mungkin ditulis oleh pengarang lain dan ditambahkannya kepada naskah Hikayat Raja-Raja Pasai.
            Pada umumnya naskah lama tulisan tangan yang sampai kepada kita bukanlah naskah induk, melainkan naskah salinan. Naskah-naskah itu lazim tidak mencantumkan, baik nama pengarang aslinya maupun tahun penyusunannya. Untuk memperkirakan masa penyusunan sebuah naskah, peneliti naskah lama pada umumnya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.     Cap kertas
Pada kertas yang digunakan penulis atau penyalin naskah sering terdapat semacam gambaran yang membayang, yang disebut cap kertas. Misalnya, kertas berukuran folio yang capnya menggambarkan seekor singa yang beridiri di atas sebuah kotak yang bertulisan VRYHEID, menurut Churchill bahwa kertas yang seperti itu dibuat pada tahun 1785 M. Perkiraan seperti itu dapat dilakukan terhadap naskah yang menggunakan kertas. Naskah-naskah lontar atau yang menggunakan alas tulis yang lain tidak dapat diperlakukan demikian. Lagi pula, yang dapat diperkirakan hanya batas awal penulisan, bukan titik waktu yang tertentu.
2.     Peristiwa sejarah
Sering terjadi bahwa seorang tokoh sejarah atau sebuah peristiwa sejarah disebut-sebut dalam suatu naskah. Dengan demikian, penyebutan waktu hadirnya tokoh itu atau terjadinya peristiwanya tidak sesuai benar dengan rekaman sejarah yang objektif, tetapi tokoh atau peristiwa itu baru dapat disebut-sebut setelah ada atau terjadi. Itu berarti bahwa naskah tersebut pasti disusun setelah tokoh atau peristiwa itu muncul dalam sejarah, tidak mungkin sebelumnya, sehingga ada batas awal.
3.     Ejaan
Ejaan juga dapat digunakan sebagai batasan penentu masa penyusunan atau penyalinan sebuah naskah. Naskah-naskah berbahasa Melayu dengan bertulisan Jawi dari kurun waktu tertentu, misalnya, mencantumkan tasydid di atas huruf yang mengikuti suku kata berbunyi e pepet, misalnya, berrindu. Piniadaan konsonan dasar menghasilkan bentuk-bentuk, seperti menengar, juga merupakan gejala ejaan yang menandai kurun waktu tertentu.
4.     Kolofon
Pada bagian naskah salinanan ada penambahan kolofon yang memuat nama penyalin dan tempat serta tanggal penyalinan diselesaikan. Apabila dalam kolofon tanggal itu ditulis secara lengkap sampai dengan angka tahunnya, lazimnya digunakan tarikh Hijriah.Pada sebagian naskah memang ada dicantumkan tanggal yang lengkap, para pembaca tidak segera terbayang masanya karena dewasa ini orang tidak lagi terbiasa menggunakan tarikh Hijriah dalam perhitungan waktu. Oleh karena itu, angka tahun Hijriah oleh para peneliti naskah lama dikonversikan menjadi angka tahun Masehi. Namun, ada juga yang sekaligus mencantumkan tanggal menurut perhitungan tarikh Hijriah dan Masehi.
5.     Kapan Hikayat Raja-Raja Pasai itu ditulis
Hikayat Raja-Raja Pasai menceritakan sejak awalnya kerajaan Samudra Pasai dengan rajanya Malikul Saleh, dan hingga berakhirnya kerajaan Pasai di bawah pemerintahan Raja Ahmad yang porak-poranda diserang oleh laskar Majapahit. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa Hikayat Raja-Raja Pasai yang pertama dikarang, sekurang-kurangnya segera setelah Pasai ditaklukan oleh Majapahit, karena hikayat ini tidak lagi menceritakan tentang Raja-Raja Pasai setelah kalah diserang oleh Majapahit. Kapan Majapahit menaklukan Pasai? Hikayat Raja-Raja Pasai sama sekali tidak menyebutkan angka tahun, kecuali cerita penyerangan Majapahit ke Pasai. Pada akhirnya naskah terdapat kalimat sebagai berikut: bahwa ini negeri yang takluk kepada Ratu Majapahit pada zaman pecahnya negeri Pasai, ratunya bernama Ahmad”.
Dalam kitab Negarakertagama gubahan Prapanca tahun 1365, Samudra termasuk daerah-daerah yang ditaklukan oleh Majapahit. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penaklukan Pasai oleh Majapahit terjadi sebelum tahun 1365. Namun, G.E. Marrison berpendapat bahwa invansi Majapahit ke Pasai terjadi pada tahun 1377, lebih lambat dari waktu ditulisnya kitab Negarakertagama. Seandainya pendapat Marrison benar, tentu nama-nama Samudra tidak terdapat dalam daftar nama-nama negeri yang takluk kepada Majapahit di dalam Negarakertagama tahun 1365. Namun, Sir Richard mengatakan bahwa sangat mungkin Hikayat Raja-Raja Pasai ditulis pada abad ke-15, antara tahun 1350 dan 1500.
Manuskrip Hikayat Raja-Raja Pasai terdapat di London, satu-satunya manuskrip yang ada, yaitu berupa salinan dari satu naskah kepunyaan Kiai Suradimenggala, Bupati Sepuh di Demak, salinan itu selesai dikerjakan pada 21 Muharram 1230 H atau 1825 M. Sir Ricard berpendapat bahwa tahun Hijriah yang tertera di sana adalah tahun 1230 H, sehingga menurutnya salinan itu selesai pada tahun 1814 M. Dr. Roolvink membacanya 1235 H dan kemungkinan ini yang lebih tepat, dan tanggal itu sesuai dengan hari Selasa, 9 November 1819. Timbulnya perbedaan tersebut, karena anggka yang terakhir yang tertulis dengan huruf Arab dalam salinan itu dapat diragukan, mungkin dapat dibaca 0 dan mungkin juga 5, hingga menyebabkan timbulnya bacaan yang berbeda.

























Daftar Pustaka










Kerajaan Blambangan




Kerajaan Blambangan adalah kerajaan yang berpusat di kawasan Blambangan, sebelah selatan Banyuwangiatau yang lebih dikenal di Alas Purwo. Raja yang terakhir menduduki singgasana adalah Prabu Minakjinggo.adalah simbolik Minak(Raja)Jinggo(merah=adalah simbolik kemarahan)dikarenakan merasa diingkari oleh Majapahit yang hanya diberikan tanah perdikan didaerah Ujung Timur Pulau Jawa, bukan sebagai Raja Majapahit. Dimana Prabu Minak Jinggo/Bhre Wirabumi mengadakan Protes yang dikenal dengan "klilip Mojopahit" yang akhirnya dianggap melakukan kudeta pada Majapahit. Majapahit kemudian mengutus Damarwulan, Damar=lampu,Wulan=Bulan(lampu yang menyala bak bulan atau bara api)adalah simbolik dari Mahapatih Majapahit. Damarwulan akhirnya bisa mengalahkan Minakjinggo dengan mengirim candu ke Blambangan. Jadi Bisa diartikan bahwa kekalahan Minakjinggo adalah dengan Damarwulan, dengan artian apabila sudah ada damarwulan(bara api yang digunakan untuk membakar pipa untuk menghisap candu) maka tidak berdayalah Minakjinggo.
Kerajaan ini telah ada pada akhir era Majapahit. Blambangan dianggap sebagai kerajaan bercorak Hindu terakhir di Pulau Jawa.
Kemudian Muncullah Kerajaan Blambangan (Kalau boleh disebut "Blambangan II), dimana kerajaan Blambangan II ini sudah bernafaskan Islam dengan Pusat Pemerintahan di Blambangan,Muncar. Yang kemudian melahirkan Seorang Ulama Dengan Nama Sunan Giri
Sebelum menjadi kerajaan berdaulat, Blambangan termasuk wilayah taklukan Bali. Kerajaan Mengwi pernah menguasai wilayah ini. Usaha penaklukan Kesultanan Mataram terhadap Blambangan tidak berhasil. Inilah yang menyebabkan mengapa kawasan Blambangan (dan Banyuwangi pada umumnya) tidak pernah masuk pada budaya Jawa Tengahan, sehingga kawasan tersebut hingga kini memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa baku. Pengaruh Bali juga tampak pada berbagai bentuk kesenian tari yang berasal dari wilayah Blambangan.